Senin, 14 Maret 2016

TAFSIR SURAH AL-MAIDAH AYAT 88




Nama              : Vita Putri Sari
Nim                 : 1414231121
Smt/Jurusan  : 4/Perbankan Syariah (PS 3)
Mata Kuliah  : Tafsir Ayat Ekonomi


كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Al-Maidah, 2 : 88)
Penjelasan surah Al-Maidah ayat 88 ini merupakan ayat lanjutan dari ayat sebelumnya (Al-Maidah, 87) yang membantah atas pernyataan dari sahabat rasulullah SAW. Maka sebelum kita menafsirkan surah Al-Maidah ayat 88, kita tengok terlebih dahulu ayat sebelumnya dan beberapa hal yang menyeabkan ayat ini turun.
Sahabat Raulullah yaitu Utsman bin Mad’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin Aswad, Salim dan Qudamah yang bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana Ibadah yang di jalankan oleh Rasulullah SAW. Maka diceritakanlah bagaimana ibadah Rasulullah SAW ketika di rumahnya. Setelah mendengar cerita ‘Aisyah tentang bagaimana ibadah Rasulullah SAW, maka berkatalah sahabat tersebut.  Yang seorang berkata : “Demi Allah, mulai sekarang aku akan shaum (puasa) sepanjang hari”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah, aku tidak akan menikah sampai mati”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah bahwa aku akan melaksanakan sholat malam (Tahajud) setiap malam”.
Dalam ayat terdahulu Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji kaum nasrani, bahwa mereka adalah orang-orang yang paling dekat kecintaannya kepada kaum mu’min. Disebutkan, bahwa salah satu sebabnya karena di antara mereka terdapat para pendeta dan rahib. Namun kemudian kaum mu’min mengira, bahawa dalam hal ini terdapat dorongan untuk melakukan Ruhbaniyyah (Kerahiban). Demikian pula orang-orang yang cenderung meninggalkan segala kesenangan dunia, mengira bahwa Ruhbaniyyah merupakan suatu kedudukan yang akan mendekatkan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan hal itu tidak akan tercapai kecuali dengan meninggalkan kesenangan yang berupa makanan, pakaian dan wanita. Merka telah bersengaja untuk tetap membujang. Mereka berkeliling ke rumah-rumah, menjauhi kaum wanita, mengenakan pakaian baru dari bulu, megharamkan yang baik-baik, berupa makanan dan pakaian, kecuali apa yang biasa di makan dan di pakai oleh orang-orang yang mengadakan perjalanan peribadatan dari Bani Israil. Baik hal itu di lakukan secara terus-menerus, seperti para rahib tidak pernah kawin, maupun dalam waktu-waktu tertentu, seperti berbagai  macam puasa yang mereka ada-adakan.
Apa yang disampaikan oleh para sahabat tersebut adalah ekstrim (terlalu), walaupun niatnya baik. Karena dengan cara demikian itu mereka mengabaikan rezki Allah subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyediakan rezeki yang halal dan baik. Dengan sumpah di atas, mereka telah mengabaikan kewajiban mereka kepada isteri dan anak-anaknya.  Dengan sumpah seperti itu mereka telah menjadikan agama menjadi sesuatu yang memberatkan. Padahal agama yang benar adalah agama yang seimbang dan memudakan umatnya dalam menjalankan kewajibannya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan.
Rasulullah SAW mengutus utusannya kepada mereka, dan beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya dari kalia mempunyai hak, mata kalian mempunyai hak dan keluarga kalian mempunyai hak. Sebab itu, lakukanlah shalat, jalanilah shaum dan berbukalah. Sebab, tidaklah termasuk dalam umat kami orang yang meningalkan sunnah kami dan mengikuti apa yang Engkau turunkan bersama Rasul..”
Janganlah kalian mengharamkan atas diri kalian sendiri apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan bagi kalian, hal yang baik-baik, seperti dengan sengaja kalian meninggalkannya dengan maksud beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangalah pula kalian melampaui batas keseimbangan sampai kepada tingkat berlebihan yang membahayakan badan, seperti terlalu kenyang, mencurahkan perhatian di dalam hidup untuk bersenanng-senang dengannya, atau hal yang membuat kalian lalai terhadap perkara-perkara bermanfaat seperti ilmu dan amal-amal lain yang berguna bagi diri dan orang lain.
Hikmah yang terdapat dalam larangan ini, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyukai bila para hamba-Nya menggunakan nikmat-nikmat yang di limpahkan kepada mereka dalam hal-hal yang untuk itu Ia limpahkan lalu mereka bersyukur kepada-Nya atas semua itu. Allah tidak menyukai bila mereka menjadi pengecut terhadap syari’at yang telah di gariskan-Nya bagi mereka, sehingga mereka melampaui batas dengan mengharamkan apa-apa yang tidak di haramkan-Nya dan meningalkan apa yang telah di wajibkan-Nya.
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Al-Maidah ayat 88)
Setelah ayat yang lalu melarang mengharamkan apa yang halal, di sini di tegaskannya perintah memakan yang halal, dan dengan demikian melalui ayat ini dan ayat sebelumnya yang menghasilkan makna larangan dan perintah bolehnya memakan segala yang halal. Dengan peritah ini tercegah praktek-praktek keberagaman yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal, yakni yang bukan haram lagi baik, lezat, bergizi dan berdampak positif bagi kesehatan dari apa yang Allah telah rizki kan kepada kamu, dan bertakwalah kepada Allah dalam segala hal aktivitas kamu yang kamu terhadap-Nya adalah mu’min, yakni orang-orang yang mantap keimanannya.
Yang dimaksud dengan kata “Makan” dalam ayat ini, adalah segala aktivitas manusia. Pemilihan kata makan, di samping karena ia merupakan kebutuhan pokok manusia, juga  karena makan mendukung aktivitas manusia. Tanpa makan manusia lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas.
tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam, yaitu : wajib, sunnah, mubah, dan makruh. Aktivitas pun demikian. Ada aktivitas yang walaupun halal, namun kmakruh atau sangat tidak di sukai Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu pemutusan hubungan. Sellanjutnya, tidak  semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing pribadi. Ada halal yang baik buat si A karena memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan ada juga yang kurang baik untuknya, walaupun baik buat yang lain. Ada makanan yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Yang di perintahkan adalah yang halal lagi baik.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah, 168)
Makanlah diantara rezeki yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada kalian berupa hala-hal yang halal pada dirinya, bukan hal-hal yang diharamkan seperti bangkai, darah yang mengalir dan daging babi; dan hal-hal yang haram dari pencariannya seperti bukan barang riba, shut (usaha yang haram), bukan pula barang curian. Di samping itu, rezeki itu hendaknya sedap di makan, dan tidak kotor, baik karena dzatnya sendiri, karena rusak atau berubah akibat terlalu lama di simpan.
Hendaknya orang mu’min menikmati apa yang mudah baginya di antara hal-hal yang baik, tanpa merasa berdosa ataupun sulit; dan hendaknya yakin bahwa dia mengamalkan syari’ah Allah Subhanahu wa Ta’ala, menegakkan fitrah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia menurut fitrah itu, dan selalu bersyukur kepada-Nya atas segala yang telah diberikan kepada kita semua dengan cara mengakui dan memuji-Nya.
Kemudian hendaknya menyadari bahwa jika melarang dirinya untuk memakan rezeki yang baik-baik yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, padahal fitrah telah mendorongnya untuk menikmatinya, berarti dia telah melakuan dosa di dunia yang karena itu dia berhak menerima siksaan di akhirat. Sebab, dia telah menambahkan ke dalam Agama Allah SWT cara-cara mendekatkan diri yang tidak di izinkan oleh-Nya, di samping telah menyia-nyiakan hak Allah SWT dan hak para hamba-Nya (Hak isteri dan hak keluargnanya).
Penghalalan dan pengharaman adalah tasyri’ yang merupakan salah satu hak Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendidik para hamba-Nya, hingga baik pendidikan mereka itu.
Allah SWT tidak mencela suatu kaum yang di beri kelapangan dunia, lalu mereka menikmatinya dan taat kepada-Nya. Dan Allah SWT tidak akan memberi udzur kepada suatu kaum yang di jauhkan dari dunia, lalu mereka durhaka kepada-Nya.
Di riwayatkan pula dari padanya, dikatakan bahwa si Fulan tidak makan faludzaj (manisan terbat dari tepung, air dan madu), lalu berkata, “saya tidak akan bersyukur kepada-Nya”. Hasa Bashri bertanya. “Apakah dia minum air dingin?” mereka menjawab “Ya”. Hasan berkata “Sunguh dia orang jahil. Sesungguhnya nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang di berikan padanya, yang terdapat pada air dingin itu, lebih banyak daripada nikmat-Nya yang terdapat pada faludzaj”.
واتقوا الله الذي انتم به مؤمنون
Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Jangan kalian melanggar batas dalam hal yang telah Dia halalkan dan haramkan. Sebab, orang yang mencurahkan perhatiannya lebih besar untuuk memenuhi nafsu perutnya, terrmasuk orang-orang yang melampaui batas. Demikian pula orang yang memenuhi perutnya sampai terlalu kenyang. Begitu pula orang yang mengeluarkan nafkah dalam hal itu hinga melebihi kemampuannya dan membiarkan dirinya hina karena hutang atau memakan harta orang lain dengan cara yang batil, adalah termasuk orang-orang yang melampaui batas. Padahal Allah SWT berfirman :
وكلوا واشربوا ولا تسرفوا إنه لايحب المسرفين
Artinya : “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesunggunya Allah tidak menykai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (Al-A’raf, 7 : 31).
Ringkasnya, petunjuk al-Quran mengenai perkara yang baik-baik adalah sesuai dengan fitrah yang lurus dan seimbang. Seperti menikmatinya sambil memperhatikan keseimbangan dan selalu memilih yang halal. Keseimbangan adalah jalan lurus yang sedikit sekali orang melakukannya. Kebanyakan manusia menyimpang dari jalan lurus itu, dan berbelok kepada berlebihan, sehingga mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat, karena mereka telah menganiaya dirinya sendiri. sehingga, sebgaian orang bijaksana mengatakan, “Sesungguhnya kebanyakan manusia menggali kuburnya dengan giginya sendiri”. sedangkan sebagian kecil dari manusia menyimpang kepada berkekurangan dan bakhil, baik yang terpaksa karena miskin maupun yang sengaja. Seperti orang-orang yang berzuhud.
Tatkala islam datang, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya, Muhammad sebagai penutup para Nabi, dengan membawa kebahagiaan yang sempurna bagi umat manusia di dunia dan di akhirat, Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan bagi umat manusia untuk mengenakan perhiasan dan memakan yang baik-baik, serta membimbing mereka supaya memberikan hak kepada badan dan ruh sekaligus. Sebab, manusia tidak lain terdiri dari ruh dan jasad. Karena itu, harus ada keseimbangan antara keduanya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat pilihan yang menjadi saksi atas perbuatan seluruh umat dan hujjah atas mereka pada hari kiamat.

Atsar dari Rasulullah SAW Mengenai Penggunaan Hal yang Baik-baik
Sebagaimana diketahui di sirah Rasulullah SAW, bahwa beliau memakan apa yang beliau dapati. Kadangkala, beliau memakan makanan yang paling  baik seperti daging binatang ternak, burung dan ayam. Kadangkala pula memakan makanan yang paling rendah seperti roti dari gandum dicampur dengan garam, minyak atau cuka. Kadangkala lapar dan kadangkala kenyang. Rasulullah SAW selalu makan seadanya. Apa yang ada di rumah, itulah yang beliau makan. Beliau tidak pernah mencari-cari makanan yang tidak ada di rumah beliau.  Apa yang disediakan oleh isterinya, itulah yang beliau makan.
Rasulullah SAW kadang-kadang juga lapar.  Dalam suatu riwayat Hadits dikatakan bahwa pernah Rasulullah SAW dua hari- dua malam tidak makan, karena memang tidak punya makanan. Kata ‘Aisyah, pernah ia dan Rasulullah SAW dua hari- dua malam tidak makan, hanya minum air saja.  Dan beliau tidak mau minta kepada orang lain.  Padahal kalau beliau mau, beliau bisa minta bantuan kepada sahabat yang lain seperti Utsman bin ‘Affan atau Abdurrahman bin Khauf yang orang kaya pada waktu itu, pasti akan dibantu dan disediakan berapapun keperluan beliau.  Tetapi memang Rasulullah SAW tidak mau minta bantuan.
Mengapa Rasulullah SAW terkadang kenyang tetapi terkadang juga lapar?  Rasulullah SAW melakukan seperti itu untuk menjadi qudwah (Panutan atau Contoh) bahwa bagi orang yang hidupnya dalam kemampuan bisa mencontoh Rasulullah SAW, demikian pula orang yang tidak mampu juga bisa mencontoh Rasulullah Saw. Beliau terkadang memerankan sebagai orang yang tidak mampu, akan tetapi terkadang juga beliau memerankan sebgai orang yang mampu, makan dengan kenyang, dan seterusnya.
Dalam semua itu terdapat teladan bagi orang yang kaya dan yang susah, beliau tidak mementingkan perkara makanan yang di pentingkannya adalah masalah minuman. Dalam hadits, Aisyah r.a mengatakan :
كان احب الشراب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم الحلو لبارد
Artinya : “Minuman yang di sukai Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah yang manis dan dingin”.
Para muhadditsin mengatakan, termasuk dalam minuman itu ialah air bersih, air yang dicampur dengan madu, dan air kurma atau anggur.
Dalam Hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Siapa orang yang bangun pagi aman terhadap kejahatan lingkungannya, sehat badannya, makanan tersedia untuk hari itu,  orang seperti itu bagaikan dilimpahkan dunia beserta isinya”.
Maka bagi kita yang sekarang bangun pagi merasa aman, badan sehat, makanan selalu ada bahkan selalu terjamin hidupnya tidak akan kelaparan, maka tidak ada alasan untuk tidak bersyukur dan sujud kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena tiga unsur tersebut yaitu aman, sehat dan tersedia makanan, adalah penopang hidup sejahtera yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan untuk kita semua. Kalau sudah tercukupi ketiga unsur tersebut, maka tidak ada alasan bagi kiya untuk tidak mau beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas semua nikmat yang Ia berikan kepada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar