Senin, 14 Maret 2016

makanan

Tugas Mandiri Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi
Dosen pengampu : Faqihudin abdul qodir,MA
Nama     : Siti Ro’idah
Nim       : 1414231109
Fakultas : Syari’ah Ekonomi Islam
Perbankan Syari’ah C / Semester 4


MAKANAN
Makanan atau tha’am dalam bahasa al-quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu, “minuman”pun termasuk dalam perintah tha’am, al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 249 menggunakan kata syiriba (minuman)dan yath’am (makanan) untuk objek yang berkaitan dengan air minum.
Kata tha’am dalam berbagai bentuknya terulang dalam al-qur’an sebanyak 48kali yang antara lain berbicara tentang berbagai aspek berkaitan dengan makanan,belum lagi ayat-ayat lain yang menggunakan kosakata selainnya. 
Perhatikan al-qur’an terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin umar al-abiqa’I, “ telah menjadi kebiasaan allah dalam  al-qur’an bahwa dia menyebutkan dirinya sebagai yang maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan Nya, kemudian memerintahkan untuk makan ( atau menyebut makanan).
Lebih jauh dapat dikatakan bahwa al-qur’an menjadikan kecukupan pangan serta terciptanya stabilitas keamanan sebagai dua sebab  utama kewajaran beribadah kepada Allah. Begitu antara lain kandungan  firman_Nya dalam surat Quraisy (106):3-4,
(#rßç6÷èuù=sù¡>u#x»ydÏMøt7ø9$#ÇÌÈüÏ%©!$#OßgyJyèôÛr&`ÏiB8íqã_NßgoYtB#uäurô`ÏiB¤$öqyzÇÍÈ
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Perintah Makan
Menarik untuk disimak bahwa bahasa al-qur’an menggunakan kata akala dalam berbagai bentuk untuk menunjukkan pada aktifitas “makan”. Tetapi kata tersebut tidak digunakannya semata-mata dalam arti “memasukkan sesuatu kedalam tenggorokan”,tetapi iaberarti juga segala aktivitas dan usaha. Perhatikan misalnya surat An-nisa’  ayat 4
(#qè?#uäuruä!$|¡ÏiY9$#£`ÍkÉJ»s%ß|¹\'s#øtÏU4bÎ*sùtû÷ùÏÛöNä3s9`tã&äóÓx«çm÷ZÏiB$T¡øÿtRçnqè=ä3sù$\«ÿÏZyd$\«ÿƒÍ£DÇÍÈ
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[1]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Diketahui oleh semua pihak bahwa maskawin tidak harus bahkan tidak lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata “makan” untuk penggunaan maskawin tersebut. firman allah dalam surat al-an’am ayat 121

Ÿwur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9̍x.õãƒÞOó$#«!$#Ïmøn=tã
 Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya
Apa yang halal dimakan?
Al-qur’an Menyatakan,
uqèdÏ%©!$#šYn=y{Nä3s9$¨BÎûÇÚöF{$#$YèŠÏJy_
 Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak.
t¤yur/ä3s9$¨BÎûÏNºuq»yJ¡¡9$#$tBurÎûÇÚöF{$#$YèÏHsdçm÷ZÏiB4
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Bertitik tolak dari kedua tersebut dan beberapa ayat lain, para ulama berkesimpulan bahwa pada perinsipnya segala sesuatu yang ada dialam raya ini adalah halal untuk digunakan, sehingga makanan yang terdapat didalam nya juga adalah halal. Karena itu al-qur’an bahkan mengecam mereka yang mengharamkan rezeki  halal yang disiapkan allah untuk manusia.
ö@è%OçF÷ƒuäur&!$¨BtAtRr&ª!$#Nä3s9ÆÏiB5-øÍhOçFù=yèyfsùçm÷ZÏiB$YB#tymWx»n=ymurö@è%ª!!#uäšcÏŒr&öNä3s9(ôQr&n?tã«!$#šcrçŽtIøÿs?ÇÎÒÈ
 Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya Haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?".
Pengecualian atau pengharaman harus bersumber dari Allah- baik melalui al-qur’an maupun rasul sedangkan pengecualiaan itu lahir disebabkan oleh kondisi manusia, karena adanya makanan yang dapat memberi dampak negative terhadap jiwa raganya, atas dasar ini turun perintah-Nya antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 168,
$ygƒr'¯»tƒâ¨$¨Z9$#(#qè=ä.$£JÏBÎûÇÚöF{$#Wx»n=ym$Y7ÍhsÛŸwur(#qãèÎ6®Ks?ÏNºuqäÜäzÇ`»sÜø¤±9$#4¼çm¯RÎ)öNä3s9ArßtãîûüÎ7BÇÊÏÑÈ
 Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Makanan yang diuraikan oleh Al-qur’an dapat dibagi dalam tiga kategori pokok, yaitu nabati, hewani, olahan.
1.      Tidak ditemukan satu yat pun yang secara eksplisit melanggar makanan nabati tertentu. Surat ‘Abasa yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan makananya menyebutkan sekian banyak jenis tumbuhan yang telah disiapkan allah untuk kepentingan manusia dan binatang.
̍ÝàZuù=sùß`»|¡RM}$#4n<Î)ÿ¾ÏmÏB$yèsÛÇËÍÈ$¯Rr&$uZö;t7|¹uä!$yJø9$#${7|¹ÇËÎȧNèO$uZø)s)x©uÚöF{$#$y)x©ÇËÏÈ$uZ÷Kt7/Rr'sù$pkŽÏù${7ymÇËÐÈ$Y6uZÏãur$Y7ôÒs%urÇËÑÈ$ZRqçG÷ƒyurWxøƒwUurÇËÒÈt,ͬ!#ytnur$Y6ù=äñÇÌÉÈZpygÅ3»sùur$|/r&urÇÌÊÈ$Yè»tG¨Bö/ä3©9ö/ä3ÏJ»yè÷RL{urÇÌËÈ
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, Anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan kurma, Kebun-kebun (yang) lebat, Dan buah-buahan serta rumput-rumputan, Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
2.      Adapun makanan jenis hewani,maka al-qur’an membaginya dalam dua kelompok besar, yaitu yang berasal dari laut dan darat.
Hewan laut yang hidup diair asin dan tawar dihalalkan allah, Al-qur’an surat Al-Anhl ayat 14, menegaskan
uqèdurÏ%©!$#t¤ytóst7ø9$#(#qè=à2ù'tGÏ9çm÷ZÏB$VJóss9$wƒÌsÛ
 Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),

Bahkan hewan laut/sungai yang mati  dengan sendirinya (bangkai) tetap diperbolehkan berdasarkan surat Al-Ma’idah ayat 5,
¨@Ïmé&öNä3s9ßø|¹Ìóst7ø9$#¼çmãB$yèsÛur$Yè»tFtBöNä3©9Íou$§¡¡=Ï9ur
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.

Maksud dari binatang bauran laut: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut disini Ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.

Maksud dari makanan yangberasal dari laut: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.

Adapun hewan yang hidup di darat, maka Al-qur’an menghalalkan secara eksplisit al-an’am  (unta, sapi, dan kambing), dan mengharamkan secara tegas babi, namun, ini bukan berarti bahwa selainnya semua halal atau haram.
Seperti diisyaratkan diatas, tentang pengecualian dari makanan yang dihalalkan, dalam soal ini ditemukan perbedaan pendapat ulama tentang hewan-hewan darat yang dikecualikan itu.
Imam malik misalnya, sangat membatasi pengecualian tersebut, karena berpegang kepada surat Al-an’am ayat 145,
@è%HwßÉ`r&Îû!$tBzÓÇrré&¥n<Î)$·B§ptèC4n?tã5OÏã$sÛÿ¼çmßJyèôÜtƒHwÎ)br&šcqä3tƒºptGøŠtB÷rr&$YByŠ%·nqàÿó¡¨B÷rr&zNóss99ƒÍ\Åz¼çm¯RÎ*sùê[ô_Í÷rr&$¸)ó¡Ïù¨@Ïdé&ÎŽötóÏ9«!$#¾ÏmÎ/
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.

Ayat ini dipahami oleh imam malik sebagai membatasi yang haram dalam batasan batasan yang disebut itu, apalagi masih ada ayat-ayat lain yang turun sesudah ayat ini yang juga memberi pembatasan serupa seperti surat al-baqarah ayat 173.
            Imam syafi’I misalnya berpegang kepada sekian banyak hadist nabi yang dinilainya tidak bertentangan dengan kandungan ayat tersebut. karena walaupun redaksi ayat tersebut dalam bentuk hashr (pembatasan atau pengecualian), namun itu tidak dimaksudkan sebagai pengecualiaan hakiki. Disisi lain,penjelasan tentang haramnya babi sepertidikutip diatas adalah karena ia rijs (kotor).
            Walaupun ilmuan belum sepenuhnya mengetahui sisi-sisi rijs (kekotoran) baik lahiriah maupun batiniah yang diakibatkan oleh babi, dapat diambil kesimpulan bahwa segala macam binatang yang memiliki sifat rijs tentu saja diharamkan allah. Disinilah antara lain fungsi rasul saw. Sebagai penjelas kitab suci Al-qur’an. Surat Al-A’raf ayat 157 melukiskan nabi Muhammad saw. Antara lain sebagai :
@ÏtäurÞOßgs9ÏM»t6Íh©Ü9$#ãPÌhptäurÞOÎgøŠn=tæy]Í´¯»t6yø9$#
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.
           
            Nah, atas dasar inilah dipertemukan hadis-hadis nabi yang mengharamkan makanan-makanan tertentu dengan ayat-ayat yang menggunakan redaksi pembatasan diatas. Misalnya hadis yang mengharamkan semua binatang yang bertaring (buas), burung yang memiliki cakar (buas), binatang yang hidup di darat dan air, dan sebagainya.
            Disamping itu, Al-Qur’an seperti terbaca pada ayat yang lalu, mengharamkan :
Ÿwur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9̍x.õãƒÞOó$#«!$#Ïmøn=tã¼çm¯RÎ)ur×,ó¡Ïÿs93
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. [2]
Dari sini lahir pembahasan panjang lebar yang dapat ditemukan dari buku-buku fikih tentang’ penyembelihan yang harus dipenuhi bagi kehalalan memakan binatang-binatang darat. Secara umum syarat-syarat tersebut berkaitan dengan (a) penyembelihan, (b) syarat dan tujuan penyembelihan, (c) anggota tubuh binatang yang harus disembelih, (d) alat penyembelihan.
            Al-Qur’an secara eksplisit berbicara tentang butir a dan b diatas, dan mengisyaratkan tentang c dan d.
            Dari surat Al-Ma’idah ayat 5 yang menegaskan bahwa :
ãP$yèsÛurtûïÏ%©!$#(#qè?ré&|=»tGÅ3ø9$#@@Ïmö/ä3©9öNä3ãB$yèsÛur@@ÏmöNçl°;(
Makanan (sembelihan) ahl al-kitab halal untuk kamu.

            Dari ayat ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelih haruslah dilakukan oleh seseorang yang beragama islam, atau ahl al-kitab. Memang timbul perselisihan pendapat dikalangan ulama tentang siapa yang dimaksud dengan ahl al- kitab, dan apakah masih wajar tersebut sebagai ahl al-kitab. Dan apakah selain dari mereka seperti penganut agama Buddha dan hindu, dapat dimasukkan kedalamnya atau tidak? Betapapun, mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka masih tetap halal jika memenuhi syarat-syarat yang lain. Salah satu syarat yang telah dikemukakan diatas adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain allah.
                                Dalam konteks ini, sekali lagi kita menemukan rincian dan perbedaan penefsiran para ulama, menyangkut wajib tidaknya menyebut nama allah ketika menyembelih, dan bagaimana dengan ahl al-kitab masa kini. Al-qur’an menyatakan :
(#qè=ä3sù$£JÏBtÏ.èŒãLôœ$#«!$#Ïmøn=tãbÎ)LäêYä.¾ÏmÏG»tƒ$t«Î/tûüÏZÏB÷sãBÇÊÊÑÈ$tBuröNä3s9žwr&(#qè=à2ù's?$£JÏBtÏ.èŒÞOó$#«!$#Ïmøn=tãôs%urŸ@¢ÁsùNä3s9$¨BtP§ymöNä3øn=tæ
 Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.  Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atas kamu. (QS Al-An’am ayat 118-119)
            Apakah ayat ini berbicara tentang keharusan menyebut nama allah ketika menyembelih atau tidak ? ibnu taimiyah dan riwayat yang dinishabkan kepada imam ahmad berpendapat demikian. Pendapatnya ini didukung oleh adanya ayat yang melarang memakan sembelihan yang tidak disebut nama allah serta menilainya sebagai kefasikan:
Ÿwur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9̍x.õãƒÞOó$#«!$#Ïmøn=tã¼çm¯RÎ)ur×,ó¡Ïÿs93
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnyaSesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS Al-an’am ayat 121).
                Pendapat mazhab maliki dan hanafi, pada hakikatnya samadengan pendapat diatas, hanya saja mereka memberi kelonggarana sehingga menurut mereka, kalau seseorang lupa membaca nama allah, maka hal itu dapat ditoleransi.
            Mazhab syafi’I berpendapat bahwa tidak disyaratkan menyebut nama allah ketika menyembelih. Alasannya antara lain :
1.      Ayat yang membolehkan memakan sembelihan ahl al-kitab, sementara meraka pada umumnya tidak menyebut nama allah dalam penyembelihan, namun demikian dihalalkan untuk kita, ini menunjukkan bahwa perintah menyebut nama allah pada ayat-ayat yang disebut sebelum ini hanya anjuran bukan kewajiban. Atau, dengan kata lain, penyebutan nama allah bukan syarat sahnya penyembelihan.
2.      Hadist rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh bukhari melalui istri nabi, aisah r.a, bahwa sejumlah orang bertanya kepada nabi saw. Tentang daging yang mereka tidak ketahui apakah dibacakan nama allah ketika penyembelihannya atau tidak, nabi menjawab,
سمواأنتمعليهوكلوه:قالتعاءشةوكانواحديثيعهدبلكفر
Hendaklah kalian membaca nama allah, lalu makanlah ketika itu para penanya, menurut aisah, baru saja melepaskan kekufuran mereka (masuk islam) (diriwayat kan oleh bukhari, abu daud, dan an-nasai’I melalui istri nabi Muhammad saw., aisah).
           
            Adalagi beberapa hadist yang sejalan dengan ini, namun secara objektif kita dapat berkata bahwa tuntunan diatas mengundang kita untuk menyatakan perlunya membaca nama allah ketika menyembelih, walaupun tidak harus dengan bismillah, tetapi cukup dengan menyebut salah satu namanya sebagaimana pendapat mazhab maliki dan abu hanifah.
            Walaupun mazhab syafi’I membolehkan penyembelihan tanpa menyebut nama allah, atau selama tidak disembelih atas nama selain allah, dan memperbolehkan pula penyembelihan ahl al-kitab, bahkan syekh Muhammad abduh dan rasyid ridha menilai halal sembelihan penganut agama budha, namun itu bukan serta merta menjadi segala macam sembelihan mereka menjadi halal. Karena masih ada syarat lain yaitu’ cara penyembelih, yang masalahnya diisyaratkan oleh al-qur’an dengan menyebut beberapa cara yang tidak direstuinya, seperti :
èps)ÏZy÷ZßJø9$#uräosŒqè%öqyJø9$#urèptƒÏjŠuŽtIßJø9$#urèpysÏܨZ9$#ur!$tBurŸ@x.r&ßìç7¡¡9$#žwÎ)$tB÷LäêøŠ©.sŒ$tBuryxÎ/èŒn?tãÉ=ÝÁZ9$#
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.[3]

Perlu dicatat bahwa penyembelihan yang dilakukan sementara orang ketika membangun bangunan kemudian menanamkan kepala binatang yang disembelih itu dengan tujuan menghindari “ gangguan makhluk halus ” merupakan salah satu bentuk dari penyembelihan atas nama berhala.

3.      Makanana olahan. Seperti yang dikemukakan dalam pendahuluan, bahwa minuman merupakan salah satu jenis makanan maka atas dasar itu dapat berkata bahwa khamar (sesuatu yang menutup pikiran) merupakan salah satu jenis makanan pula.
Al-Qur’an menegaskan bahwa:
`ÏBurÏNºtyJrOÈ@ϨZ9$#É=»uZôãF{$#urtbräÏ­Gs?çm÷ZÏB#\x6y$»%øÍur$·Z|¡ym3¨bÎ)Îûy7Ï9ºsŒZptƒUy5Qöqs)Ïj9tbqè=É)÷ètƒÇÏÐÈ
 Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS Al-nahl ayat 67).

            Ayat ini merupakan ayat pertama yang turun tentang makanan olahan yang dibuat dari buah-buahan, sekaligus merupakan ayat pertama yang berbicara tentang minuman keras dan keburukannya. Ayat tersebut membedakan dua jenis makanan olahan “ memabukkan “ dan jenis makanan olahan yang baik sehingga merupakan rezeki yang baik.
            Pengharaman segala yang memabukkan dilakukan al-qur’an secara bertahap; bermula dimekah dari isyarat yang diberikannya pada ayat diatas, disusun dengan pernyataan tentang adanya sisi baik dan buruk pada perjudian dan khamar yang diturun dimadinah (QS al-baqarah ayat 219):
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi jawablah bahwa dalam keduanya ada dosa yang besar dan manfaat untuk manusia dosanya lebih besar dari manfaatnya. Disusul dengan larangan tegas mendekati sholat bila dalam keadaan mabuk sehingga kamu menyadari apa yang kamu ucapkan. (QS An-nisa’  ayat 43), dan diakhiri dengan pertanyaan tegas bahwa :
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä$yJ¯RÎ)ãôJsƒø:$#çŽÅ£øŠyJø9$#urÜ>$|ÁRF{$#urãN»s9øF{$#urÓ§ô_Íô`ÏiBÈ@yJtãÇ`»sÜø¤±9$#çnqç7Ï^tGô_$$sùöNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÒÉÈ
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

            Khamar terambil dari kata khamara menurut pengertian kebahasaan adalah “menutup”. Karena itu, makanan dan minuman yang dapat mengantar kepada tertutupnya akal dinamai juga khamar.
            Sementara ulama mengatakan bahwa khamar adalah “perahan anggur yang mendidih atau yang dimasak”. Abu hanifah, ats-tsauri, ibnu abi laila, ibnu subrumah, semuanya berpendapat bahwa sesuatu yang memabukkan bila diminum banyak, selama tidak terbuat dari anggur, maka bila diminum sedikit dan atau tidak memabukkan maka dia dapat ditoleransi.
            Pendapat ini ditolak oleh mayoritas ulama. Mereka berpendapat bahwa apapun yang memabukkan, menutup akal atau menjadi seseorang tidak dapat mengendalikan pikirannya walau bukan terbuat dari anggur, maka dia adalah haram. Pendapat ini antara lain berdasarkan sabda rasul saw. yang menyatakan :
كلمسكرحراموكلمسكرخمر
                Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua yang memabukkan adalah khamar ( HR Muslim melalui ibnu umar).
Disisi lain imam at-tirmidzi, an-nasa’i, dan abu daud meriwayatkan melalui sahabat nabi jabir bin abdillah bahwa nabi saw. bersabda :
ماأسكركثيرهفقليلهحرام
            Sesuatu yang memabukkan bila banyak, maka sedikit pun tetap haram.
            Pesan – pesan Al-Qur’an mengenai Makanan
                                    Seperti dikemukakan diatas, ketika berbicara tentang “ perintah makan “, allah swt. Memerintahkan agar manusia memakan makanan yang sifatnya halal dan thayyib.
                                    Kata “  halal ” berasal dari kata yang berarti “ lepas “ atau “ tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi ukhrawi, karena itu kata halal juga berarti boleh. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang diperbolehkan agama, baik kebolehan itu bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk ditinggalkan) maupun mubah (netral/boleh-boleh saja). Karena itu boleh jadi ada sesuatu yang halal (boleh), tetapi tidak dianjurkannya, atau dengan kata lain hukumnya makruh.
                                    Kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat. Menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai makanan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak membehayakan fisik dan akalnya. Kita dapat berkata bahwa kata thayyib dalam makanan adalah makanan yang sehat, proporsional, dan aman. Tentunya sebelum itu halal.
            Dalam konteks ini juga dapat dipahami dan dikembangkan makna firman allah:
            $pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäŸw(#qãBÌhptéBÏM»t6ÍhsÛ!$tB¨@ymr&ª!$#öNä3s9Ÿwur(#ÿrßtG÷ès?4žcÎ)©!$#Ÿw=ÏtätûïÏtF÷èßJø9$#ÇÑÐÈ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS Al-Ma’idah ayat 87).
“ mengharamkan yang baik dan halal” mengandung arti kebutuhan, sedangkan “melampaui batas” berarti melebihkan dari yang wajar. Demikian terlihat Al-qur’an dalam uraiannya tentang makan menekankan perlunya sikap proposional itu. Makna terakhir ini sejalan dengan ayat yang lain yang petunjuknya lebih jelas, yaitu :
(#qè=à2ur(#qç/uŽõ°$#urŸwur(#þqèùÎŽô£è@4¼çm¯RÎ)Ÿw=ÏtätûüÏùÎŽô£ßJø9$#ÇÌÊÈ
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS Al-a’raf ayat 31).
Pada akhirnya kita dapata menyimpulkan pesan dari allah tentang makan dan makanan dengan firman allah dalam surat al-an’am ayat 142 setelah menyebut berbagai jenis makanan nabati dan hewani:
šÆÏBurÉO»yè÷RF{$#\'s!qßJym$V©ósùur4(#qè=à2$£JÏBãNä3x%yuª!$#Ÿwur(#qãèÎ7­Fs?ÏNºuqäÜäzÇ`»sÜø¤±9$#4¼çm¯RÎ)öNä3s9Arßtã×ûüÎ7BÇÊÍËÈ
Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata.
Pengaruh makanan
Al-harali seorang ulama besar (w.1232M) berpendapat bahwa jenis makan dan minuman dapat berpengaruh jiwa dan sifat-sifat mental pemakannya. Ulama ini menyimpulkan pendapatnya tersebut dengan menganalisis kata rijs yang disebutkan al-qur’an sebagai alas an  untuk mengharamkan makanan tertentu, seperti keharaman minuman keras (QS al-ma’idah ayat 90):
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä$yJ¯RÎ)ãôJsƒø:$#çŽÅ£øŠyJø9$#urÜ>$|ÁRF{$#urãN»s9øF{$#urÓ§ô_Íô`ÏiBÈ@yJtãÇ`»sÜø¤±9$#çnqç7Ï^tGô_$$sùöNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÒÉÈ
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
                                Demikiansedikit dari banyak petunjuk Al-Qur’an tentang makanan. Kita dapat menyimpulkan bahwa Al-Qur’an memerintahkan kepada kita untuk makan yang halal dan thayyib, serta yang lezat tetapi baik akibatnya.












[1]Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
[2]Kefasikan Yaitu dengan menyebut nama selain Allah.




















[3]Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.
  Maksudnya Ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam     binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar