Tugas Mandiri
Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi
Dosen pengampu :
Faqihudin abdul qodir,MA
Nama :
Siti Ro’idah
Nim :
1414231109
Fakultas :
Syari’ah Ekonomi Islam
Perbankan Syari’ah C / Semester 4
MAKANAN
Makanan atau tha’am dalam bahasa al-quran adalah
segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu, “minuman”pun termasuk
dalam perintah tha’am, al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 249 menggunakan kata
syiriba (minuman)dan yath’am (makanan) untuk objek yang berkaitan dengan air
minum.
Kata tha’am dalam berbagai bentuknya terulang dalam
al-qur’an sebanyak 48kali yang antara lain berbicara tentang berbagai aspek
berkaitan dengan makanan,belum lagi ayat-ayat lain yang menggunakan kosakata
selainnya.
Perhatikan al-qur’an terhadap makanan sedemikian besar,
sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin umar al-abiqa’I, “ telah menjadi
kebiasaan allah dalam al-qur’an bahwa
dia menyebutkan dirinya sebagai yang maha Esa, serta membuktikan hal tersebut
melalui uraian tentang ciptaan Nya, kemudian memerintahkan untuk makan ( atau
menyebut makanan).
Lebih jauh dapat dikatakan bahwa al-qur’an menjadikan
kecukupan pangan serta terciptanya stabilitas keamanan sebagai dua sebab utama kewajaran beribadah kepada Allah.
Begitu antara lain kandungan firman_Nya
dalam surat Quraisy (106):3-4,
(#rßç6÷èuù=sù¡>u#x»ydÏMøt7ø9$#ÇÌÈüÏ%©!$#OßgyJyèôÛr&`ÏiB8íqã_NßgoYtB#uäurô`ÏiB¤$öqyzÇÍÈ
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah
ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Perintah Makan
Menarik untuk disimak bahwa bahasa al-qur’an
menggunakan kata akala dalam berbagai bentuk untuk menunjukkan pada aktifitas
“makan”. Tetapi kata tersebut tidak digunakannya semata-mata dalam arti “memasukkan
sesuatu kedalam tenggorokan”,tetapi iaberarti juga segala aktivitas dan usaha.
Perhatikan misalnya surat An-nisa’ ayat
4
(#qè?#uäuruä!$|¡ÏiY9$#£`ÍkÉJ»s%ß|¹\'s#øtÏU4bÎ*sùtû÷ùÏÛöNä3s9`tã&äóÓx«çm÷ZÏiB$T¡øÿtRçnqè=ä3sù$\«ÿÏZyd$\«ÿÍ£DÇÍÈ
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[1].
kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.
Diketahui oleh semua pihak bahwa maskawin tidak harus
bahkan tidak lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata
“makan” untuk penggunaan maskawin tersebut. firman allah dalam surat al-an’am
ayat 121
wur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9Ìx.õãÞOó$#«!$#Ïmøn=tã
Dan janganlah
kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya
Apa yang halal dimakan?
Al-qur’an Menyatakan,
uqèdÏ%©!$#Yn=y{Nä3s9$¨BÎûÇÚöF{$#$YèÏJy_
Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak.
t¤yur/ä3s9$¨BÎûÏNºuq»yJ¡¡9$#$tBurÎûÇÚöF{$#$YèÏHsdçm÷ZÏiB4
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Bertitik tolak dari kedua tersebut dan
beberapa ayat lain, para ulama berkesimpulan bahwa pada perinsipnya segala
sesuatu yang ada dialam raya ini adalah halal untuk digunakan, sehingga makanan
yang terdapat didalam nya juga adalah halal. Karena itu al-qur’an bahkan
mengecam mereka yang mengharamkan rezeki
halal yang disiapkan allah untuk manusia.
ö@è%OçF÷uäur&!$¨BtAtRr&ª!$#Nä3s9ÆÏiB5-øÍhOçFù=yèyfsùçm÷ZÏiB$YB#tymWx»n=ymurö@è%ª!!#uäcÏr&öNä3s9(ôQr&n?tã«!$#crçtIøÿs?ÇÎÒÈ
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku
tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya
Haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah
memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap
Allah ?".
Pengecualian atau pengharaman harus
bersumber dari Allah- baik melalui al-qur’an maupun rasul sedangkan
pengecualiaan itu lahir disebabkan oleh kondisi manusia, karena adanya makanan
yang dapat memberi dampak negative terhadap jiwa raganya, atas dasar ini turun
perintah-Nya antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 168,
$ygr'¯»tâ¨$¨Z9$#(#qè=ä.$£JÏBÎûÇÚöF{$#Wx»n=ym$Y7ÍhsÛwur(#qãèÎ6®Ks?ÏNºuqäÜäzÇ`»sÜø¤±9$#4¼çm¯RÎ)öNä3s9ArßtãîûüÎ7BÇÊÏÑÈ
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.
Makanan yang diuraikan oleh Al-qur’an dapat
dibagi dalam tiga kategori pokok, yaitu nabati, hewani, olahan.
1. Tidak ditemukan satu yat pun yang secara eksplisit melanggar makanan
nabati tertentu. Surat ‘Abasa yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan
makananya menyebutkan sekian banyak jenis tumbuhan yang telah disiapkan allah
untuk kepentingan manusia dan binatang.
ÌÝàZuù=sùß`»|¡RM}$#4n<Î)ÿ¾ÏmÏB$yèsÛÇËÍÈ$¯Rr&$uZö;t7|¹uä!$yJø9$#${7|¹ÇËÎȧNèO$uZø)s)x©uÚöF{$#$y)x©ÇËÏÈ$uZ÷Kt7/Rr'sù$pkÏù${7ymÇËÐÈ$Y6uZÏãur$Y7ôÒs%urÇËÑÈ$ZRqçG÷yurWxøwUurÇËÒÈt,ͬ!#ytnur$Y6ù=äñÇÌÉÈZpygÅ3»sùur$|/r&urÇÌÊÈ$Yè»tG¨Bö/ä3©9ö/ä3ÏJ»yè÷RL{urÇÌËÈ
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan
makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian
di bumi itu, Anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan kurma, Kebun-kebun (yang)
lebat, Dan buah-buahan serta rumput-rumputan, Untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu.
2. Adapun makanan jenis hewani,maka al-qur’an membaginya dalam dua kelompok
besar, yaitu yang berasal dari laut dan darat.
Hewan laut yang hidup diair asin dan tawar
dihalalkan allah, Al-qur’an surat Al-Anhl ayat 14, menegaskan
uqèdurÏ%©!$#t¤ytóst7ø9$#(#qè=à2ù'tGÏ9çm÷ZÏB$VJóss9$wÌsÛ
Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan),
Bahkan hewan laut/sungai yang mati dengan sendirinya (bangkai) tetap
diperbolehkan berdasarkan surat Al-Ma’idah ayat 5,
¨@Ïmé&öNä3s9ßø|¹Ìóst7ø9$#¼çmãB$yèsÛur$Yè»tFtBöNä3©9Íou$§¡¡=Ï9ur
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari
laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan.
Maksud dari binatang bauran laut: binatang buruan laut yang diperoleh
dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam
pengertian laut disini Ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
Maksud dari makanan yangberasal dari laut: ikan atau binatang laut yang
diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau terdampar dipantai dan
sebagainya.
Adapun hewan yang hidup di darat, maka
Al-qur’an menghalalkan secara eksplisit al-an’am (unta, sapi, dan kambing), dan mengharamkan
secara tegas babi, namun, ini bukan berarti bahwa selainnya semua halal atau
haram.
Seperti diisyaratkan diatas, tentang
pengecualian dari makanan yang dihalalkan, dalam soal ini ditemukan perbedaan
pendapat ulama tentang hewan-hewan darat yang dikecualikan itu.
Imam malik misalnya, sangat membatasi
pengecualian tersebut, karena berpegang kepada surat Al-an’am ayat 145,
@è%HwßÉ`r&Îû!$tBzÓÇrré&¥n<Î)$·B§ptèC4n?tã5OÏã$sÛÿ¼çmßJyèôÜtHwÎ)br&cqä3tºptGøtB÷rr&$YBy%·nqàÿó¡¨B÷rr&zNóss99Í\Åz¼çm¯RÎ*sùê[ô_Í÷rr&$¸)ó¡Ïù¨@Ïdé&ÎötóÏ9«!$#¾ÏmÎ/
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh
dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir
atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.
Ayat ini dipahami oleh imam malik sebagai membatasi yang haram dalam
batasan batasan yang disebut itu, apalagi masih ada ayat-ayat lain yang turun
sesudah ayat ini yang juga memberi pembatasan serupa seperti surat al-baqarah
ayat 173.
Imam
syafi’I misalnya berpegang kepada sekian banyak hadist nabi yang dinilainya
tidak bertentangan dengan kandungan ayat tersebut. karena walaupun redaksi ayat
tersebut dalam bentuk hashr (pembatasan atau pengecualian), namun itu tidak
dimaksudkan sebagai pengecualiaan hakiki. Disisi lain,penjelasan tentang
haramnya babi sepertidikutip diatas adalah karena ia rijs (kotor).
Walaupun
ilmuan belum sepenuhnya mengetahui sisi-sisi rijs (kekotoran) baik lahiriah
maupun batiniah yang diakibatkan oleh babi, dapat diambil kesimpulan bahwa
segala macam binatang yang memiliki sifat rijs tentu saja diharamkan allah.
Disinilah antara lain fungsi rasul saw. Sebagai penjelas kitab suci Al-qur’an.
Surat Al-A’raf ayat 157 melukiskan nabi Muhammad saw. Antara lain sebagai :
@ÏtäurÞOßgs9ÏM»t6Íh©Ü9$#ãPÌhptäurÞOÎgøn=tæy]Í´¯»t6yø9$#
menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.
Nah,
atas dasar inilah dipertemukan hadis-hadis nabi yang mengharamkan
makanan-makanan tertentu dengan ayat-ayat yang menggunakan redaksi pembatasan
diatas. Misalnya hadis yang mengharamkan semua binatang yang bertaring (buas), burung
yang memiliki cakar (buas), binatang yang hidup di darat dan air, dan
sebagainya.
Disamping
itu, Al-Qur’an seperti terbaca pada ayat yang lalu, mengharamkan :
wur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9Ìx.õãÞOó$#«!$#Ïmøn=tã¼çm¯RÎ)ur×,ó¡Ïÿs93
Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. [2]
Dari sini lahir pembahasan panjang lebar yang dapat ditemukan dari
buku-buku fikih tentang’ penyembelihan yang harus dipenuhi bagi kehalalan
memakan binatang-binatang darat. Secara umum syarat-syarat tersebut berkaitan
dengan (a) penyembelihan, (b) syarat dan tujuan penyembelihan, (c) anggota
tubuh binatang yang harus disembelih, (d) alat penyembelihan.
Al-Qur’an
secara eksplisit berbicara tentang butir a dan b diatas, dan mengisyaratkan
tentang c dan d.
Dari
surat Al-Ma’idah ayat 5 yang menegaskan bahwa :
ãP$yèsÛurtûïÏ%©!$#(#qè?ré&|=»tGÅ3ø9$#@@Ïmö/ä3©9öNä3ãB$yèsÛur@@ÏmöNçl°;(
Makanan (sembelihan) ahl al-kitab halal
untuk kamu.
Dari
ayat ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelih haruslah dilakukan oleh
seseorang yang beragama islam, atau ahl al-kitab. Memang timbul perselisihan
pendapat dikalangan ulama tentang siapa yang dimaksud dengan ahl al- kitab, dan
apakah masih wajar tersebut sebagai ahl al-kitab. Dan apakah selain dari mereka
seperti penganut agama Buddha dan hindu, dapat dimasukkan kedalamnya atau
tidak? Betapapun, mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama
masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka
masih tetap halal jika memenuhi syarat-syarat yang lain. Salah satu syarat yang
telah dikemukakan diatas adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain
allah.
Dalam konteks ini, sekali lagi kita
menemukan rincian dan perbedaan penefsiran para ulama, menyangkut wajib
tidaknya menyebut nama allah ketika menyembelih, dan bagaimana dengan ahl
al-kitab masa kini. Al-qur’an menyatakan :
(#qè=ä3sù$£JÏBtÏ.èãLô$#«!$#Ïmøn=tãbÎ)LäêYä.¾ÏmÏG»t$t«Î/tûüÏZÏB÷sãBÇÊÊÑÈ$tBuröNä3s9wr&(#qè=à2ù's?$£JÏBtÏ.èÞOó$#«!$#Ïmøn=tãôs%ur@¢ÁsùNä3s9$¨BtP§ymöNä3øn=tæ
Maka
makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang
yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atas kamu. (QS Al-An’am ayat 118-119)
Apakah
ayat ini berbicara tentang keharusan menyebut nama allah ketika menyembelih
atau tidak ? ibnu taimiyah dan riwayat yang dinishabkan kepada imam ahmad
berpendapat demikian. Pendapatnya ini didukung oleh adanya ayat yang melarang
memakan sembelihan yang tidak disebut nama allah serta menilainya sebagai
kefasikan:
wur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9Ìx.õãÞOó$#«!$#Ïmøn=tã¼çm¯RÎ)ur×,ó¡Ïÿs93
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut
nama Allah ketika menyembelihnyaSesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan. (QS Al-an’am
ayat 121).
Pendapat mazhab maliki dan hanafi, pada hakikatnya samadengan
pendapat diatas, hanya saja mereka memberi kelonggarana sehingga menurut
mereka, kalau seseorang lupa membaca nama allah, maka hal itu dapat
ditoleransi.
Mazhab syafi’I berpendapat bahwa tidak
disyaratkan menyebut nama allah ketika menyembelih. Alasannya antara lain :
1. Ayat yang membolehkan memakan sembelihan ahl al-kitab, sementara meraka
pada umumnya tidak menyebut nama allah dalam penyembelihan, namun demikian
dihalalkan untuk kita, ini menunjukkan bahwa perintah menyebut nama allah pada
ayat-ayat yang disebut sebelum ini hanya anjuran bukan kewajiban. Atau, dengan
kata lain, penyebutan nama allah bukan syarat sahnya penyembelihan.
2. Hadist rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh bukhari melalui istri
nabi, aisah r.a, bahwa sejumlah orang bertanya kepada nabi saw. Tentang daging
yang mereka tidak ketahui apakah dibacakan nama allah ketika penyembelihannya
atau tidak, nabi menjawab,
سمواأنتمعليهوكلوه:قالتعاءشةوكانواحديثيعهدبلكفر
Hendaklah kalian membaca nama allah, lalu
makanlah ketika itu para penanya, menurut aisah, baru saja melepaskan kekufuran
mereka (masuk islam) (diriwayat kan oleh bukhari, abu daud, dan an-nasai’I
melalui istri nabi Muhammad saw., aisah).
Adalagi
beberapa hadist yang sejalan dengan ini, namun secara objektif kita dapat
berkata bahwa tuntunan diatas mengundang kita untuk menyatakan perlunya membaca
nama allah ketika menyembelih, walaupun tidak harus dengan bismillah, tetapi
cukup dengan menyebut salah satu namanya sebagaimana pendapat mazhab maliki dan
abu hanifah.
Walaupun
mazhab syafi’I membolehkan penyembelihan tanpa menyebut nama allah, atau selama
tidak disembelih atas nama selain allah, dan memperbolehkan pula penyembelihan
ahl al-kitab, bahkan syekh Muhammad abduh dan rasyid ridha menilai halal
sembelihan penganut agama budha, namun itu bukan serta merta menjadi segala
macam sembelihan mereka menjadi halal. Karena masih ada syarat lain yaitu’ cara
penyembelih, yang masalahnya diisyaratkan oleh al-qur’an dengan menyebut
beberapa cara yang tidak direstuinya, seperti :
èps)ÏZy÷ZßJø9$#uräosqè%öqyJø9$#urèptÏjutIßJø9$#urèpysÏܨZ9$#ur!$tBur@x.r&ßìç7¡¡9$#wÎ)$tB÷Läêø©.s$tBuryxÎ/èn?tãÉ=ÝÁZ9$#
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala.[3]
Perlu dicatat bahwa penyembelihan yang
dilakukan sementara orang ketika membangun bangunan kemudian menanamkan kepala
binatang yang disembelih itu dengan tujuan menghindari “ gangguan makhluk halus
” merupakan salah satu bentuk dari penyembelihan atas nama berhala.
3. Makanana olahan. Seperti yang dikemukakan dalam pendahuluan, bahwa
minuman merupakan salah satu jenis makanan maka atas dasar itu dapat berkata
bahwa khamar (sesuatu yang menutup pikiran) merupakan salah satu jenis makanan
pula.
Al-Qur’an menegaskan bahwa:
`ÏBurÏNºtyJrOÈ@ϨZ9$#É=»uZôãF{$#urtbräÏGs?çm÷ZÏB#\x6y$»%øÍur$·Z|¡ym3¨bÎ)Îûy7Ï9ºsZptUy5Qöqs)Ïj9tbqè=É)÷ètÇÏÐÈ
Dan
dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang
baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS Al-nahl ayat 67).
Ayat
ini merupakan ayat pertama yang turun tentang makanan olahan yang dibuat dari
buah-buahan, sekaligus merupakan ayat pertama yang berbicara tentang minuman
keras dan keburukannya. Ayat tersebut membedakan dua jenis makanan olahan “
memabukkan “ dan jenis makanan olahan yang baik sehingga merupakan rezeki yang
baik.
Pengharaman
segala yang memabukkan dilakukan al-qur’an secara bertahap; bermula dimekah
dari isyarat yang diberikannya pada ayat diatas, disusun dengan pernyataan
tentang adanya sisi baik dan buruk pada perjudian dan khamar yang diturun
dimadinah (QS al-baqarah ayat 219):
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi jawablah bahwa dalam keduanya ada dosa yang besar dan manfaat untuk
manusia dosanya lebih besar dari manfaatnya. Disusul dengan larangan tegas
mendekati sholat bila dalam keadaan mabuk sehingga kamu menyadari apa yang kamu
ucapkan. (QS An-nisa’ ayat 43), dan diakhiri dengan pertanyaan tegas bahwa
:
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä$yJ¯RÎ)ãôJsø:$#çÅ£øyJø9$#urÜ>$|ÁRF{$#urãN»s9øF{$#urÓ§ô_Íô`ÏiBÈ@yJtãÇ`»sÜø¤±9$#çnqç7Ï^tGô_$$sùöNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÒÉÈ
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.
Khamar
terambil dari kata khamara menurut pengertian kebahasaan adalah “menutup”.
Karena itu, makanan dan minuman yang dapat mengantar kepada tertutupnya akal
dinamai juga khamar.
Sementara
ulama mengatakan bahwa khamar adalah “perahan anggur yang mendidih atau yang
dimasak”. Abu hanifah, ats-tsauri, ibnu abi laila, ibnu subrumah, semuanya
berpendapat bahwa sesuatu yang memabukkan bila diminum banyak, selama tidak
terbuat dari anggur, maka bila diminum sedikit dan atau tidak memabukkan maka
dia dapat ditoleransi.
Pendapat
ini ditolak oleh mayoritas ulama. Mereka berpendapat bahwa apapun yang
memabukkan, menutup akal atau menjadi seseorang tidak dapat mengendalikan
pikirannya walau bukan terbuat dari anggur, maka dia adalah haram. Pendapat ini
antara lain berdasarkan sabda rasul saw. yang menyatakan :
كلمسكرحراموكلمسكرخمر
Semua yang memabukkan adalah haram, dan
semua yang memabukkan adalah khamar ( HR Muslim melalui ibnu umar).
Disisi lain
imam at-tirmidzi, an-nasa’i, dan abu daud meriwayatkan melalui sahabat nabi
jabir bin abdillah bahwa nabi saw. bersabda :
ماأسكركثيرهفقليلهحرام
Sesuatu yang
memabukkan bila banyak, maka sedikit pun tetap haram.
Pesan – pesan Al-Qur’an
mengenai Makanan
Seperti dikemukakan diatas, ketika berbicara
tentang “ perintah makan “, allah swt. Memerintahkan agar manusia memakan
makanan yang sifatnya halal dan thayyib.
Kata
“ halal ” berasal dari kata yang berarti
“ lepas “ atau “ tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari
ikatan bahaya duniawi ukhrawi, karena itu kata halal juga berarti boleh. Dalam
bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang diperbolehkan agama, baik
kebolehan itu bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk
ditinggalkan) maupun mubah (netral/boleh-boleh saja). Karena itu boleh jadi ada
sesuatu yang halal (boleh), tetapi tidak dianjurkannya, atau dengan kata lain
hukumnya makruh.
Kata
thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat. Menenteramkan, dan paling
utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah
makan menyatakan bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya
atau rusak (kadaluarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga yang
mengartikannya sebagai makanan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya
dan tidak membehayakan fisik dan akalnya. Kita dapat berkata bahwa kata thayyib
dalam makanan adalah makanan yang sehat, proporsional, dan aman. Tentunya
sebelum itu halal.
Dalam konteks ini juga
dapat dipahami dan dikembangkan makna firman allah:
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäw(#qãBÌhptéBÏM»t6ÍhsÛ!$tB¨@ymr&ª!$#öNä3s9wur(#ÿrßtG÷ès?4cÎ)©!$#w=ÏtätûïÏtF÷èßJø9$#ÇÑÐÈ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS Al-Ma’idah ayat 87).
“
mengharamkan yang baik dan halal” mengandung arti kebutuhan, sedangkan
“melampaui batas” berarti melebihkan dari yang wajar. Demikian terlihat
Al-qur’an dalam uraiannya tentang makan menekankan perlunya sikap proposional
itu. Makna terakhir ini sejalan dengan ayat yang lain yang petunjuknya lebih
jelas, yaitu :
(#qè=à2ur(#qç/uõ°$#urwur(#þqèùÎô£è@4¼çm¯RÎ)w=ÏtätûüÏùÎô£ßJø9$#ÇÌÊÈ
Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS Al-a’raf ayat 31).
Pada
akhirnya kita dapata menyimpulkan pesan dari allah tentang makan dan makanan
dengan firman allah dalam surat al-an’am ayat 142 setelah menyebut berbagai
jenis makanan nabati dan hewani:
ÆÏBurÉO»yè÷RF{$#\'s!qßJym$V©ósùur4(#qè=à2$£JÏBãNä3x%yuª!$#wur(#qãèÎ7Fs?ÏNºuqäÜäzÇ`»sÜø¤±9$#4¼çm¯RÎ)öNä3s9Arßtã×ûüÎ7BÇÊÍËÈ
Dan di
antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang
untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata.
Pengaruh
makanan
Al-harali
seorang ulama besar (w.1232M) berpendapat bahwa jenis makan dan minuman dapat
berpengaruh jiwa dan sifat-sifat mental pemakannya. Ulama ini menyimpulkan
pendapatnya tersebut dengan menganalisis kata rijs yang disebutkan al-qur’an
sebagai alas an untuk mengharamkan
makanan tertentu, seperti keharaman minuman keras (QS al-ma’idah ayat 90):
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä$yJ¯RÎ)ãôJsø:$#çÅ£øyJø9$#urÜ>$|ÁRF{$#urãN»s9øF{$#urÓ§ô_Íô`ÏiBÈ@yJtãÇ`»sÜø¤±9$#çnqç7Ï^tGô_$$sùöNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÒÉÈ
Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Demikiansedikit dari banyak petunjuk
Al-Qur’an tentang makanan. Kita dapat menyimpulkan bahwa Al-Qur’an
memerintahkan kepada kita untuk makan yang halal dan thayyib, serta yang lezat tetapi
baik akibatnya.
[1]Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya
ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan
dengan ikhlas.
[3]Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al
An-aam ayat 145.
Maksudnya Ialah: binatang yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat
disembelih sebelum mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar