Profil
Nama : Kundiya
NIM : 1413231024
Kelas : PS 3
Keterangan Tafsir
Kategori : Konsumsi
Tafsir Indonesia : Al-Azhar
Oleh : Prof.Dr.Haji Abdulmalik Abdulkarim
Amrullah (Hamka)
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ
الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ
وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)
Artinya :
Sesungguhnya tidak ada
yang Dia haramkan atas kamu selain bangkai dan darah dan daging babi dan apa
yang di sembelih untuk yang selain Allah. Tetapi barangsiapa yang terpaksa,
bukan melanggar dan bukan melampaui batas, maka tidaklah ada dosa atasnya.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-Baqarah:
173)
ِنَّمَا = Sesungguhnya hanyalah
حَرَّمَ = Dia mengharamkan
َلَيْكُمُ = atas/bagi kamu
الْمَيْتَةَ = bangkai
وَالدَّمَ = dan darah
وَلَحْمَ = dan daging
الْخِنْزِيرِ = babi
وَمَا أُهِلَّ = dan apa-apa yang disembelih
بِهِ = dengannya
لِغَيْرِ = selain
اللَّهِ = Allah
فَمَنِ = maka barang siapa
اضْطُرَّ = terpaksa
غَيْرَ = selain/tidak
غَيْرَ = sengaja
وَلا عَادٍ = dan tidak melampaui batas
فَلا إِثْمَ = maka tidak berdosa
عَلَيْهِ = atasnya
إِنَّ اللَّهَ = sesungguhnya Allah
غَفُورٌ = Maha pengampun
رَحِيمٌ = Maha penyayang
Kalau telah ada seruan
kepada seluruh manusia agar memakan makanan halal dan baik, niscaya kepada kaum
yang beriman perintah ini ditekankan lagi. Karena sebagai telah dijelaskan
dahulu makanan sangatlah berpengaruh kepada jiwa dan sikap hidup. Makanan
menentukan juga kepada kehalusan dan kekasaran budi seseorang. Oleh sebab itu
datanglah ayat :
“Wahai orang-orang yang
beriman! Makanlah daripada yang baik-baik apa yang telah Kami karuniakan kepada
kamu.”(pangkal ayat 172). Makanan yang baik-baik itu senantiasa disediakan oleh
Tuhan asal kamu suka mengusahakannya. Buah-buahan lengkap tumbuh,
binatang-binatang ternak pun demikian pula. Asal kamu berusaha mencari dan
memilih mana yang baik-baik iyu, pastikanlah kamu tidak akan kekurangan
makanan. “Dan bersyukurlah kepada Allah. “Karena segala sesuatu telah lengkap
Dia sediakan buat kamu. Dan menurut penelitian ahli-ahli gizi, berbagai makanan
itu mengandung beberpa vitamin zat putih telur, zat besi, zat asam, kalori dan
hormone dan sebagainya, yang semuanya itu akan memperkuattubuh manusia. Sebab
itu bersyukurlah kepada Allah, “jikalau memang hanya kepadaNYa kamu menyembah.”
(ujung ayat 172).
Memang sudahlah patut
kita mengerti, bahwa tidak ada selain Allah yang telah menyediakan makanan yang
baik itu buat kita. Dan terasalah dalam ayat ini bahwasannya kita boleh makan
asal yang baik. Dan kita makan dengan bersyukur kepada Tuhan, karena Tuhan
member kita makan. Sebab itu memang hanya kepadaNya kita menyembah. Makannya
orang yang beriman bukanlah semata-mata soal perut berisi. Tetapi makan buat
menguatkan badan, yang dengan badan kuat dan sehat itu, fikiran pun terbuka dan
bersyukur kepada Tuhan bertambah mendalam.
Dan dengan ayat ini
pun nyata soal makanan dalam Islam tidklah dilarang-larang. Dalam agama zaman
dahulu ataupun sampai sekarang dengan pimpinan ketua-ketua agama kadang-kadang
peribadatan kepada Tuhan disangkut-sangkutkan dengan berbagai pantang makanan.
Mesti memperbanyak lapar, menghentikan makan ini dan makan itu. Melarang makan
daging dan sebagainya. Dengan maksud agar tubuh menjadi lemah. Dengan kelemahan
tubuh, kata mereka, jiwa akan mendapat kekuatannya. Kadang-kadang bukan saja
daging, malahan segala yang bernyawa tidak boleh dibunuh apalagi dimakan
dagingnya. Kalau demikian halnya niscaya kegiatan buat hidup menjadi kendur,
karena hanya mementingkan rohani, lalu jasmani tempat berdiamnya rohani itu
menjadi lemah. Maka di dalam peraturan yang dituntunkan kepada orang yang
beriman ini disuruh memakan makanan yang baik-baik, yang sesuai untuk
menyihatkan jiwa dan badan. Dengan makanan yang teratur dan tidak banyak
pantang dan larangan itu dapatlah lebih bersyukur menyembah kepada Tuhan.
Sehingga Nabi s.a.w mengjarkan memulai makan dengan membaca Bismillah dan
sehabis makan mensyukurinya dengan ucapan :
“Segala pujian untuk
Allah yang telah memberikan makan dan minum dan menjadikan daku salah seorang
yang berserah diri kepadaNya.”
Tentu ada juga yang
dilarang, yaitu makanan yang tidak termasuk baik. Sebab makanan yang baik akan
merusakkah kesehatan dan merusakkan juga bagi budi. Orang yang beriman tentu
makanannya teratur. Sebab itu pula ayat selanjutnya diterangkanlah makanan yang
tidak baik itu.
Menurut penafsiran
daripada Said bin Jubair, yang dimaksud dengan sabda, tuhan “Makanlah yang
baik-baik apa yang Kami rezekikan kepada kamu.”ialah dari yang halal. Menurut
riwayat Ibnu Jarir dari ad-Dhahhak, ialah rezeki yang halal. Menurut penafsiran
dari Umar bin Abdul Aziz, yang dimaksud dengan ayat ini ialah segala macam
usaha yang halal, bukan semata-mata makanan saja.
Sebab segala usaha pada
hakikatnya ialah mencari makan.
Tersebut dalam sebuah
Hadits yang diriwayatkan olehg Imam Ahmad dan Muslim, Termidzi, Ibnul Mundzir
dan Ibnu Abi Hatim :
“Dari Abu Hurairah,
berkata dia, berkata Rasulullah s.a.w: Sesungguhnya Tuhan Allah itu adalah
baik, dan Diapun tidak mau menerima kecuali yang baik pula. Dan sesungguhnya
Tuhan Allah memerintahkan kaum mu’minin sebagaimana Dia memerintah kepada
Rasu-rasul jua. Maka bersabdalah Tuhan : Wahai sekalian Rasul, makanlah dari
yang baik-baik dan amalkanlah yang shahih, sesungguhnya Aku atas yang kamu
amalkan adalah mengetahui.” (al-Mu’min: 51). Dan sabda Tuhan pula: Wahai
orang-orang yang beriman makanlah olehmu daripada yang baik-baik apa yang telah
Kami rezekikan kepada kamu.” Kemudian itu Rasulullah mengingatkan dari hal
seorang laki-laki yang telah musafir berlarat-larat, kusut-masai badannya,
selalu menadahkan tangannya ke langit (menyeru): Ya Tuhan, ya Tuhanku! padahal
yang dimakannya makanan yang haram, yang minumnya minuman haram, pakaiannya
pakaian haram, dan disuburkan badannya dengan yang haram. Maka bagaimana akan
dapat diperkenankan apa yang dimohonkannya itu.”
Hadis ini memperkuat
beberapa keterangan yang telah kita berikan diatas tadi. Sampai Rasululah
berpesan kepada Sa’ad bin Abu Waqas, kalau dia igin doanya makbul di sisi
Tuhan, hendaklah dia menjaga makanannya, jangan sampai termakan yang haram.
Bahkan beberapa orang ulama ahli kerohanian mengatakan, berkat pengalaman
mereka, bahwasanya makanan itupun berpengaruh kepada mimpi. Untuk menghindarkan
mimpi-mimpi yang buruk, dan supaya beroleh mimpi yang benar (Ru’yatun
Shadiqatun), hendaklah jaga makanan. Perut yang penuh dengan makanan haram,
akan mempengaruhi jiwa dan menyebabkan selalu berjumpa mimpi yang buruk. Dan
hadis inipun member petunjuk kepada kita untuk menyelidiki sendiri kalau doa
kita tidak mustajab di sisi Tuhan. Periksalah dimana salah kita, akan pekerjaan
kita, adakah kita berusaha di dalam hidup ini hanya sekedar perut akan berisi.
Bagaimana orang yang kotor batinnya akan bersih doanya?
Perhatikanlah hal ini.
Mula-mula pada ayat yang diatas tadi, kita bertemu seruan Tuhan kepada seluruh
manusia, baik yang memeluk Islam atau bukan, supaya memakan rezeki yang halal
dan yang baik. Karena kelancangan berbuat dusta dan kecurangan., lain tidak
adalah karena perintah perut! Setelah itu mereka terpelihara. Kemudian bukan
saja kepada orang yang beriman, bahkan kepada Rasul-rasul utusan Tuhan,
diserukan pula mereka supaya makan dari yang halal. Karena dengan makan dari
yang halal itu, akan sucilah hati dan dapatlah mengamalkan amal yang saleh.
Reflektif
SEJAK dahulukala umat
manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan minuman mereka, ada yang
boleh dan ada juga yang tidak boleh. Lebih-lebih dalam masalah makanan yang
berupa binatang. Adapun masalah makanan dan minuman yang berupa
tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan. Dan
Islam sendiri tidak mengharamkan hal tersebut, kecuali
setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma, gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut
sudah mencapai kadar memabukkan.
Begitu juga
Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan
melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh, sebagaimana akan kami sebutkan
di bawah.
Adapun soal makanan berupa binatang inilah yang terus
diperselisihkan dengan hebat oleh agama-agama dan golongan.
Islam datang, sedang manusia masih dalam keadaan
demikian dalam memandang masalah makanan berupa binatang. Islam berada di
antara suatu faham kebebasan soal makanan dan extrimis dalam soal larangan.
Oleh karena itu Islam kemudian mengumandangkan kepada segenap umat manusia
dengan mengatakan:
"Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di
bumi ini yang halal dan baik, dan jangan kamu mengikuti jejak syaitan karena
sesungguhnya syaitan itu musuh yang terang-terangan bagi
kamu." (al-Baqarah: 168)
Di sini Islam memanggil manusia supaya suka makan
hidangan besar yang baik, yang telah disediakan oleh Allah kepada mereka, yaitu
bumi lengkap dengan isinya, dan kiranya manusia tidak mengikuti kerajaan dan
jejak syaitan yang selalu menggoda manusia supaya mau mengharamkan sesuatu yang
telah dihalalkan Allah, dan mengharamkan kebaikan-kebaikan yang
dihalalkan Allah; dan syaitan juga menghendaki manusia
supaya terjerumus dalam lembah kesesatan.
Selanjutnya
mengumandangkan seruannya kepada orang-orang mu'min secara khusus.
Firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang
baik-baik dari apa-apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta bersyukurlah
kepada Allah kalau betul-betul kamu berbakti kepadaNya. Allah hanya
mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih
bukan karena Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak
sengaja dan tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena
sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah:
172-173)
Dalam
seruannya secara khusus kepada orang-orang mu'min ini, Allah s.w.t.
memerintahkan mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka
menunaikan hak nikmat itu, yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi
nikmat. Selanjutnya Allah menjelaskan pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas
mereka kecuali empat macam seperti tersebut di atas. Dan yang seperti ini
disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi dalam membatas
yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan Allah:
"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah
diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan
bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia
itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka
barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih."
(al-An'am: 145)
Dan dalam
surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang yang diharamkan
itu dengan terperinci dan lebih banyak. Firman Allah:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging
babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik,
yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati)
karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang
dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)
Antara ayat
ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat sebelumnya yang
menetapkan 4 macam itu, samasekali tidak bertentangan. Ayat yang baru saja kita
baca ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu.
Binatang
yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatang
buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua itu sekedar
perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih untuk berhala,
adalah semakna dengan yang disembelih bukan karena Allah. Jadi kedua-duanya
mempunyai pengertian yang sama. Ringkasnya: Secara global (ijmal) binatang yang
diharamkan itu ada empat macam, dan kalau diperinci menjadi sepuluh.
Pertama
kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat al-Quran ialah bangkai, yaitu
binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang
sengaja disembelih atau dengan berburu. Hati orang-orang sekarang ini
kadang-kadang bertanya-tanya tentang hikmah diharamkannya bangkai itu kepada
manusia, dan dibuang begitu saja tidak boleh dimakan. Untuk persoalan ini kami
menjawab, bahwa diharamkannya bangkai itu mengandung hikmah yang sangat besar
sekali:
1.
Naluri manusia yang sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia
pun akan menganggapnya kotor. Para cerdik pandai di kalangan mereka pasti akan
beranggapan, bahwa makan bangkai itu adalah suatu perbuatan yang rendah yang
dapat menurunkan harga diri manusia. Oleh karena itu seluruh agama Samawi
memandangnya bangkai itu suatu makanan yang haram. Mereka tidak boleh makan
kecuali yang disembelih, sekalipun berbeda cara menyembelihnya.
2.
Supaya setiap muslim suka membiasakan bertujuan dan berkehendak
dalam seluruh hal, sehingga tidak ada seorang muslim pun yang memperoleh
sesuatu atau memetik buah melainkan setelah dia mengkonkritkan niat, tujuan dan
usaha untuk mencapai apa yang dimaksud. Begitulah, maka arti menyembelih --yang
dapat mengeluarkan binatang dari kedudukannya sebagai bangkai-- tidak lain
adalah bertujuan untuk merenggut jiwa binatang karena hendak memakannya. Jadi
seolah-olah Allah tidak rela kepada seseorang untuk makan sesuatu yang dicapai
tanpa tujuan dan berfikir sebelumnya, sebagaimana halnya makan bangkai ini.
Berbeda dengan binatang yang disembelih dan yang diburu, bahwa keduanya itu
tidak akan dapat dicapai melainkan dengan tujuan, usaha dan perbuatan.
3.
Binatang yang mati dengan sendirinya, pada umumnya mati karena
sesuatu sebab; mungkin karena penyakit yang mengancam, atau karena sesuatu
sebab mendatang, atau karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan sebagainya.
Kesemuanya ini tidak dapat dijamin untuk tidak membahayakan, Contohnya seperti
binatang yang mati karena sangat lemah dan kerena keadaannya yang tidak normal.
4.
Allah mengharamkan bangkai kepada kita umat manusia, berarti
dengan begitu Ia telah memberi kesempatan kepada hewan atau burung untuk
memakannya sebagai tanda kasih-sayang Allah kepada binatang atau burungburung
tersebut. Karena binatang-binatang itu adalah makhluk seperti kita juga, sebagaimana
ditegaskan oleh al-Quran.
5.
Supaya manusia selalu memperhatikan binatang-binatang yang
dimilikinya, tidak membiarkan begitu saja binatangnya itu diserang oleh sakit
dan kelemahan sehingga mati dan hancur. Tetapi dia harus segera memberikan
pengobatan atau mengistirahatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar