Senin, 14 Maret 2016

tafsir ayat Utang piutang dan proses pencatatan pembukuan (Akuntansi)



Novia Habibah Yuniarti
Perbankan Syariah 3/ semester 4
Tafsir ayat ekonomi
Utang piutang dan proses pencatatan pembukuan (Akuntansi)
Pembahasan:

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِن كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْلاَ يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلُُ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا اْلأُخْرَى وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَآءُ إِذَا مَادُعُوا وَلاَ تَسْئَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ اللهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ تَرْتَابُوا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلاَ يُضَآرَّ كَاتِبُُ وَلاَ شَهِيدُُ وَإِن تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقُُ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمُُ {282}* وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانُُ مَّقْبُوضَةُُ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ وَلاَ تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمُُ قَلْبُهُ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمُُ {283}
Al-Baqarah Ayat 282-283Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
283. jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
[180] Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai

1.    Asbabunnuzul
Asbaunnuzul QS Al-baqarah ayat 282 pada waktu itu Rasulallah datang ke madinah pertama kali orang-orang penduduk asli biasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun. Oleh sebab itu Rasulallah bersabda “Barang siapa menyewakan (mengutangkan) suatu hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dalam jangkawaktu yang tertentu pula” sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat 282 sebagai perintah apabila mereka utang piutang maupun bermuamalah dalam jangka waktu tertentu hnedaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Untuk menjaga terjadinya sengketa sewaktu-waktu yang akan datang (HR. Bukhori dari Sofwan Bin Umayyah dari Ibnu Abi Najjah dari Abdillah bin Katsir dari Minhal dari Ibbnu Abbas)
2.    Tafsiran Fi-zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutbh
Surah Al-abaqarah ayat 282 ketentuan hutang piutang, mengantisipasi semua kemungkinan yang adapat muncul dari kedua belah pihak yan melakukan transaksi , dari para saksi dan juru tulis.
a.    Seorang yang ditunjuk tunjuk menuliskan hutang piutang itu dianggap juru tulis. Juru tulis ini tidak boleh diambil dari kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Hikmah penunjukan pihak ketiga untuk menjadi juru tulis adalah untuk menjamin kenetralannya. Juru tulis itu diperintahkan untuk berlaku adil dan benar., tidak boleh berpihak, serta tidak boleh mengurangi atau menambah teks yang perlu dituliskan. Penugasan itu datangnya dari Allah, agar sang juru tulis tidak bermalas-malasan, enggan dan  merasa berat tugas yang diembannya. Tugas itu merupakan beban yang datangnya dari Allah, sehingga kelak juga akan diperhitungkan-Nya, diaman ia telah mengajarkan juru tulis itu bagaiman cara menulis. Kerena itu, hendaklah menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya.
b.    “Maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimalkannya/ mendiktakannya (apa yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (Keadaannya) atau ia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaknya walinya mengimlakkan denagn jujur. . . “Orang yang berhutang, artinya punya kewajiban untuk membayar, dialah yang mengimlakannya kepada juru tulis pengakuannya atas hutang tersebut, seperti besarnya hutang, persyaratan dan masa jatuh temponya. Hal ini ntuk mengantisipasi penipuan kalau yang mengimlakkan itu orang yang punya piutang. Mungkin saja dia menambah jumlah hutang, atau mempercepat  jatuh tempo tidak berani menyatakan ponalaknnya atas bebrapa tambahan itu karena tidak ingin menggangu kelancaran transaksi. Bila orang yang berhutang bodoh dan tidak mampu mengurus urusannya sendiri atau, lemah karena masih kecil, atau lemah akal, atau tidak mampu mendiktekan, baik karena bodoh atau karena cacat pada lidah, fisik mauoun mental. Disitulah dibutuh kan perjanjian yang harus disaksikan oleh dua orang yang kamu sukai dan yang adil, Baik laki-laki ataupun perempuan. Bial tidak didapatkan dua laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Mengapa demikian? Karena dikhawatirkan pengalaman perempuan dalam permasalahan perjanjian sehingga dia tidak memahamiseluruh rincian yang terdapat dalam perjanjian itu. Jadi memenuhi panggilan untuk memberikan kesaksian adalah suatu kewajiban, bukan sukarela. Hal ini merupakan sarana untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kebenaran.dalam proses persaksian harus dituliskan karena jauh lebih kuat ketimbang kesaksian lisan. Sementra itu kesaksian dua orang laki-laki dan seorang laki-laki dan dua oran perempuan jauh lebih kuat dan lebih abash.
c.    Apabila perdagangan dan jual beli yang dilaksanakan secara tunai, maka tidak perlu dituliskan cukup disaksikan beberapa orang saja. Hal ini untuk memudahkan proses transaksi perdagangan yang sering menghadapi kerumitan, berlangsung dengan cepat, dan berulang-ulang dalam waktu singkat. Juru tulis dan saksi tidak boleh ditimpa sesuatu melaksanakan tugas yang dibebankan Allah kepadanya. Bila dia ditimpakan sesuatu yang menyulitkan, maka telah terjadi peanggaran kesepakatan. Persiapan seperti ini perlu dilakukan karena si juru tulis dan saksi sering terancam oleh kemarahan dan kecaman salah satu pihak yang melakukan transaksi atau kontrak perjanjian. Adanya jaminan ketenangan untuk mereka dan dorongan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan netral. Dan apabila pihak penghutang dan pihak yang berhutang tidak menemukan juru tulis, maka untuk mempermudah transaksi dan untuk menjamin keberlangsungan dengan baik, Allah memberikan keringanan, sehingga boleh melakukan perjanjian secara lisan dengan menyerahkan agunan (jaminan) kepada pihak pemberi hutang.
3.      Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka[1]
a.    “Wahai orang-orang yang beriman! apabila kamu mengadakan suatu perikatan utang piutang buat di penuhi suatu masa yang tertentu, maka tulislah dia (Pangkal Ayat 282) tujuan ayat ini, yaitu kepada sekalian orang yang beriman kepada Allah, supaya utang piutang ditulis, itulah dia yang berbuat sesuatu pekerjaan “karena Allah”, karena perintah Allah di laksanakan. Sebeb itu tindakan layak, karena berbaik hati kedua belah pihak, lalu berkata tidak perlu dituliskan, karena kita sudah percaya dan mempercayainya. Padahal umur kedua belah pihak sama-sama di tangan Allah. Si A mati dalam berhutang, tempat berhutang menagih kepada warisnya yang tinggal, si waris bisa mengingkari hutang itu karena tidak ada surat perjanjian.
b.    “Hendaklah menulis diantar kamu seseorang penulis dengan adil” penulis yang tidak berpihak-pihak, yang mengetahui, menuliskan apa-apa yang minta dicatatkan oleh kedua belah pihak yang berjanji dengan selengkapnya. Kalau hutang uang kontan, hendaknya sebutkan jumlahnya dengan terang, apabila memakai agunan hendaknya tuliskan dengan jelas apa-apa barang-barang yang digunakan itu.
c.    “dan janganlah enggan seorang penulis menuliskan sebagai yang telah di ajarkan oleh Allah”. Kata-kata ini menunjukan pula bahwa si penulis itu jangan semata-mata pandai menulis saja, selain dari adil hendaklah ia mematuhi peraturn-peraturan Allah yang berkenan dengan urusan hutang piutang. Misalnya tidak boleh ada riba, tetapi sangat dianjurkan ada qordhon khasanah, yaitu ganti kerugian yang layak. Seumpama hidup kita di zaman seakan-akan uang kertas yang harganya tidak tetap, sehingga orang menjamin uang yang lamanya satu tahun, nyata sekali merugikan orang yang meminjamkan. Niscaya si penulis ada juga hendaknya kembali kepada hukum-hukum peraturan Allah. Sekali-kali penulis tidak boleh si penulis itu enggan menuliskannya. Meskipun pada mulanya hal yang akan dituliskan ini kelihatannya kecil saja, padahal di belakang hari bisa menjadi perkara besar. “maka hendaklah ia menuliskan” kata-kata ini sebagai ta’kid menguatkan lagi perintah yang telah di uraikan di atas.
d.   “dan hendaklah merencanakan orang yang berkewajiban atasnya” yang berkewajiban atasnya ialah terutama si berhutang dan si piutang atau seumpama si pengupah pembuat rumah kepada tukang atau pemborong membuat rumah itu.
e.    “dan hendakalah takut kepada Allah, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari padanya”. Akhirnya menjelaskan bunyi perjanjian kedua belah pihak yang akan di tulis oleh penulis hendaklah dengan hati jujur dengan ingat kepada Allah, jangan sampai ada yang di kurangi, karena misalnya salah penafsiran karena memang di sengaja hendak mencari jalan membebaskan diri dengan cara yang tidak jujur.
f.     Dari hal Wali: “maka jika orang yang berkewajiban itu seseorang yang safih yang lemah atau tidak sanggup merencanakan, maka hendaklah walinya merencanakan dengan adil, dalam kata ini terdapat tiga macam orang yang bersangkutan, tidak bisa turut menyusun surat perjanjian. Pertama orang safih, kedua dhaif, ketiga tidak sanggup. Orang safih adalah orang yang tidak pandai mengatur harta bendanya sendiri, baik kerena boros maupun bodoh. Dalam hukum islam, hakim berhak memegang harta bendanya dan memberinya belanja hidup dari harta itu. Karena kalau diserahkan kepadanya, beberapa waktu saja akan habis. Orang dha’if (lemah) ialah anak kecil yang belum mumayyiz atau oang tua yang lemah ingatannya, atau anak yatim kecil yang hidup dalam asuhan orang lain. Orang yang tidak sanggup membuat rencana ialah orang yang bisu atau gagap, atau gagu. Pada orang-orang yang seperti 3 macam itu hendaklah walinya, yaitu penguasa yang melindungi meraka tampil kemuka menyampaikan rencana-rencana yang mesti di tulis kepada penulis tersebut dan si wali wajib bertindak yang adil.
g.    Dari hal dua saksi: “dan hendaklah adakan dua saksi dari laki-laki kamu “. disini dijelaskan dua orang laki-laki, meskipun tidak disebutkan bahwa kedua saksi itu mesti adli. Dengan sendirinya tentulah dapat dipahamkan bahwa tentunya keduanya adil, kalau ada penulis dan wali sudah di syaratkan berlaku adil. Dalam kata syahid sudah terkandung makna bahwa kedua saksi itu hendaklah benar-benar menegtahui dan meyaksikan perkara yang tengah dituliskan itu, jangan hanya semata-mata hadir saja, sehingga kalau perlu diminta keterangan dari mereka belakangan hari, mereka sanggup menjelaskan sepanjang yang mereka ketahui. Ahli-ahli fiqih pun membolehkan mengambil saksi yang bukan beagama islam, asal dia adil an jujur, dan mengetahui duduk perkara yang di tuliskan menegnai perjanjian itu.
h.    “tetapi jika tidak ada dua laki-laki, maka (belohlah) seorang laki-laki dan dua perempuan, diantara saksi-saksi yang kamu sukai”. Yaitu yang disuakai atau di setujui karena di percaya kejujuran dan kelalaian mereka. Tetapi meskipun banyak lelaki, padahal mereka tidak disukai, bolehlah diminta menjadi saksi dua orang perempuan yang disukai akan ganti dari seorang saksi laki-laki, ialah: “supaya jika seseorang diantara kedua (perempuan) itu keliru, agar diperingatkan oleh seorang lagi”. Dalam hal ini, oleh golongan-golongan lain yang tidak menyukai peraturan islam di timbulkan tuduhan bahwa silam tidak memberi hak sama terhadap kaum perempuan dan kaum lelaki. Megapa dalam kesaksian ini ganti seorang laki-aki tidak seorang perempuan? Mengapa mesti berdua padahal soal ini bukanlah perkara ahak yang sama, melainkan perkara pengetahuan tentang perkara yang di hadapi ini tidaklah sama di antara laki-laki dan perempuan. Sebab urusan hutang piutang, sebagai gadai rungguhan dan aguanan kontrak sewa menyewa dan sebagainya, pada umumnya lebih jelas oleh orang laki-laki dai pada perempuan, sebab hal itu telah dihadapi tiap hari. Tetapi urusan yang halus-halus dalam urusan masakan, rumah tangga lebih teliti lebih berpengetahuan perempuan dari pada laki-laki. Oleh sebab itu mereka terpaksa diambil menjadi saksi dalam perkara ini, lebih baik berdua, supaya yang satu dapat mengatakan yang lain, dalam perkara yang dia kurang begitu jelas. Adapun dalam mempertahankan kehormatan dan kemulyaan diri, samalah hak perempuan degan laki-laki. Yaitu kalau suaminya menuduhnya berzina (qadzaf), si suaminya wajib bersumpah li’an empat kali, dan yang kelima besedia di laknat Allah kalau dia berbohong, bahwa memang istrinya berzina. Dan si perempuan bebas dari tuduhan itu jika dia bersumpah bahwa dia tidak berbuat sebagai yang di tuduhkan suaminya itu sampai emapat kali pula, dan yang kelimanya bersedia menerima murka tuhan kalau ia berbohong dan suaminya itulah yang benar. Orang yang mengorek-ngorek itu terpaksa diam menutup mulutnya kalau hal ini kita kemukakan, padahalia tidak dapat mengemukakan mana dia jaminan yang jauh lebih bagus daripada jaminan islam itu kepada kaum perempuan, di dalam agama yang mereka peluk.
i.      “dan janganlah enggan saksi-saksi apabila mereka diundang “jadi saksi”. Maka apabila sasksi diperlukan, terutama dalam perumpaan mengikat janji dan memebuat surat, janganlah hendaknya mereka enggan kalau menurut pengetahuannya ada lagi orang lain yang lebih tahu duduk soal dari pada dirinya sendiri. Adapun kalau di kemudian hari terjadi kekacauan, padahal umumnya sudah turut tertulis menjadi saksi, sedang dia tidak berhalangan buat datang, tentu salahnya dia sendiri.
j.      “dan janganlah kamu jemu menuliskannya, kecil ataupun besar, buat di penuhi masanya”. Karena sebagian kita katakan diatas tadi, kerapkali hal yang pada mulanya yang disangka kecil kemudian hari ternyata syukur dia telah tertulis, karena dia termasuk soal yang besar dalam rangkaian perjanjian itu. “yang demikian itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan lebih teguh untuk kesaksiannya., dan yang lebih dekat untuk tidak ada keragu-raguan. “dengan begini, maka keadilan disisi oleh terpelihara baik, sehingga tercapai yang benar-benar karena Allah, dan apabila belakangan hari perlu. Kecilnya perjanjian yang ada satu hal yang tidak boleh terabaikan. Yaitu dengan Tuhan, baik si penulis atau oleh saksi-aksi, oleh wali yang meawakili mereka yang tidak dapat mengemukakan rencana tadi, apabila bagi pihak yang utang piutang keduanya Insya Allah urusan ini tidak akan syukar, tidaka akan ada kesulitan di belakang hari, jika ada kesulitan tuhan akan memebri petunjuk janlan yang baik. Tetapi kalu taqwa sudah hilang dari salah satu pihak, mudah sajalah mengacaukan hutang piutang yang telah di tuliskan itu, “ dan Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah maha mengetahui” (Ujungsurah Al-baqarah ayat 282). Oleh sebab itu maka kepada Allah janganlah henaknya didasarkan segala urusan dan perjanjian, dan selamatkan masyarakat yang dasar perjanjiannya ialah ingat kepada Allah, Allah yang mengetahui akan segala gerak-gerik kita.
k.    “Dan jika kamu didalam perjanjian (Pangkal ayat 282) di dalam musyafir, “Sedang kamu tidak mendapat seorang penulis, maka hendaklah kamu pegang barang-barang agunan”. Artinya, pertama; maka ketika berada di ruamah atau diperjalanan, hendak perjanjian hutang piutang dituliskan. Tetapi kalau terpaksapenulis tidak ada atau sama-sama terburu di jalanan diantara berhutang dan yang berpiutang maka ganti menulis, peganglah oleh yang memeberi hutang itu agunan atau gadaian sebagai jaminan uang yang di pinjamkan itu. “tetapi jika percaya setengah kamu akan yang setengah, maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah”. Misalanya si fulan berhutang kepada temannya yaitu Rp. 1.000, janji hendak dibayar dalam masa tiga bulan, dan untuk penguat janji digadaikan sebetuk cincin yang biasanya harganya lebih dari jumlah hutangnya. Maka hendaklah kedua belah pihak memenuhi janji. Yang berhutang hendaklah segera sebelum samapai tiga bulan sudah membayar habis hutangnya, yang menerima gadaian hendaklah jangan sekali-kali merusak amanat, lalu menjual habis janji atau mencari dalih macam-maca. Keduanya memegang amanat dan hendaklah keduanya atau salah satunya darinya jangan dipesongkan oleh syetan kepada niat yang buruk “Dan janganlah kamu sembunyikan kesaksian”. Satu peringatan kepada orang lain yang menjadi saksi ketika menjadi perkara, baik perkara yang timbul sesudah ada surat perjaanjian perkara yang timbul dari gadai-menggadai dengan tidak memakai surat, bahwa alam saat yang demikian haramlah bagi saksi itu menyembunyikan kesaksian, hendaklah dia turut menyatakan hal yang sebenarnya yang diketahuinya dengan adil. “maka barang siapa yang menyumbinyikan kesaksian itu, maka sesungguhnya telah berdosalah hatinya”. Artinya telah bersembunyi dalam jiwanya suatu yang tidak jujur yang kelak akan mendapat tuntutan di hadapan Allah”. Dan Allah maha mengethui apa yang kamu kerjakan” (ujung ayat 283).

A. Tafsir ayat hukum
Kedua ayat tersebut (QS.2: 282-283) mengandung tuntunan dan bimbingan
1.      Ayat ini di tunjukan kepada kaum yang beriman kepada Allah dan Rasulnya-Nya yang yang mengadakan hubungan baik dengan Allah.
2.      Sekiranya menjadi transaksi jual beli atau pinjaman, hendaknya dikemukakan syarat-syarat pembayarannya, termasuk waktu pembayarannya.
3.      Dalam mengadakan transaski ini hendaknya dilaksanakan secara tertulis, dan diperkuat oleh dua orang saksi. Hal seperti itu untuk menjamin jangan sampai terjadi kekeliruan dan lupa, baik menegnai besar kecilnya hutang ataupun waktu menunaikan hutang. Dengan demikian terpenuhilah syarat-syarat yang dibolehkan oleh syara’ (hukum islam)
4.      Penulis dan saksi diangkat dalam urusan utang piutang ini hendaknya
a.       Bersifat adil dan dapat dipercaya, sehingga tidak terjadi penambahan atau pengurangan syarat-syarat yang telah di tetapkan oleh kedua belh pihak dengan maksud-maksud tertentu.
b.      Dapat berbicara lancar, cerdas memahami hukum-hukum fiqh serta dapat menulis dengan mudah difahami.
c.       Hasil tulisanya dapat disetujui oleh kedua belah pihak sehingga apabila diajukan ke pengadilan manapun tidak mungkin dibatalkan hasil perjanjian itu.
d.      Tidak boleh mengabaikan salah satu syarat yng telah ditetapkan oleh kedua belah pihak sehingga menimbulkan kerugian yang bersangkutan
e.       Yakin akan kesaksiaanya serta tidak bermaksud mencari keuntungan pribadi dari kesaksian itu yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.
f.       Tidak bleh meyebabkan penulis dan saksi itu memperoleh kemudhorotan karena kesaksiannya
g.      Tidak dalam keadaan bersengketa atau bermusuhan dengan yang bersangkutan
h.      Tidak ada ikatan kasih sayang yang menyebelah, kekeluargaan ataupun persahabatan
5.      Orang yang minta jadi menulis telah memenuhi syarat-syarat penulis. tidak dibenarkan menolak diangkat menjadi penulis, dalam usaha membantu sesama muslim dan sebagai pernyataan syukur kepada Allah yang telah memberikan ilmu tulis-menulis kepadanya.
6.      Dan yang mengadakan transaksi dan berhak mengadakan peranjian, hendaknya mendiktekan syarat-syarat transaksi itu untuk ditulis oleh penulis yang diminta sehingga melukiskan kehendak kedua belah pihak.
7.      Dalam membuat perjanjian, kedua belah pihak hendaknya bertaqwa kepada Allah dengan melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Serta tidak menyeleweng dari ketetapan hukum itu. Dalam perjanjian itu hendaknya jelas dituliskan pengakuan utang piutang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
8.      Kedua belah pihak tidak dibenarkan merugikan yang lain dan menyimpang syarat-syarat yang telah disepakati bersama.
9.      Bagi mereka yang kurang mampu berfikir atau lemah karena terlalu tua, sakit, belum baligh, atau tidak mampu mendiktekan keinginannya yang harus dipenuhi kedua belah pihak, hendaknya mengangkat wali yang dapat mewakilinya.
10.  Adapun wali yang diangkat itu hendaknya bersifat adil dan bertanggung jwab sehingga tidak merugikan yang diwakilinya.
11.  Allah menetapakan Allah menetapkan perlunya saksi dalam transaksi utang piutang itu untuk menjaga jangan sampai terjadi perselesihan dikemudian hari. Tanpa saksi yang satu mungkin akan mengingkari perjanjian telah disepakati bersama.
12.  Saksi yang diminta hendaknya terdiri atas 2 orang laki-laki yang sudah baligh, muslim, dan bukan orang belian, setidaknya tidak didapatkan 2 orang saksi pria yang memenuhi syarat, hendaknya mengangkat seorang pria baligh, muslim dan bukan orang belian, dan 2 orang saksi wanita baligh, muslimah, dan bukan orang belian yang dapat saling mengingatkan diantara keduanya sehingga tidak terjadi kelelapan. Dengan demikian saksi tersebut terdiri dari 3 orang yang diridhoi oleh Allah
13.  Saksi yang penulis diamana tidak dibenarkan merubah kesaksian ataupun menuliskan semua syarat-syarat yang diminta oleh kedua belah piahk baik piutang yang kecil atau yang besar.
14.  Apabila terjadi transaski kontan, tidaklah diperlukan catatan ataupun tulisan sehingga tidak menjadi beban bagi kedua belah pihak. Dalam transaksi kontan, jarang sekali kericuhan yang menyebabkan timbulnya pertengakaran antara berbagai pihak akibat ketidaksepaktian
15.  Allah SWT mengetahuai atas segala perilaku hambanya, baik yang dzahir ataupun yang batin dan Allah selalu memeberikan tuntunan kepada hamba-hambanya bagi kemaslahatan hidup dan akhirat
16.  Sekiranya terjadi transaksi dalam perjalanan dan tidak menemukan penulis atau alat tulis, hendaknya disiapkan barang bukti jaminan, sebagai saksi dan tulisan
17.  Bagi mereka yang telah dapat dipercaya dana saling mempercayai sesamanya, dapat diadakan transaski tanpa barang jaminan. Akan tetapi orang yang dimintai itu (kedua belah pihak) hendaknya benar-benar menunaikan amanatnya berdasarkan sikap taqwa kepada Allah, sehingga tidak tertulis dalam batinya untuk mengingkari dan menghianati janjinya.
18.  Allah SWT memperkeras larangannya berkenan dengan penggelapan kesaksian. Penggelapan kesaksian ini dapat menyebabkan hilangya harta benda bahkan dapat menyebabkan hilangnya harta benda bahkan menimbulkan kehilangan nyawa.
19.  Mereka yang mencoba-coba menggelapakan kesaksian, akan tersiksa batinya dan akan terganggu keharmonisan dirinya.

B.  Penjelasan mengenai utang piutang dari sudut padang Fiqh
Utang piutang adalah suatu bentuk pinjaman antara dua pihak. Pihak pertama meminjamkan sejumlah harta kepada pihak kedua yang membutuhkan harta dengan perjanjian akan di kembaliakan dengan harta yang sama ketika waktu meminjam.
Qardh secara bahasa berasal dari kata qarada yang sinonimnya: Qatha’a artinya memotong. Dikatakan demikian karena orang yang memberikan hutang memotong sebagian hartanya untu diberikan kepada oarang yang menerima hutangnya (Muqhtaridh).
Secara etimologis Qardh merupakan bentuk mashdar dari Qaradha asy-syai’-yaqridhuhu yang berarti ia memutuskannya. Dikatakan Qaradha asy-syai’bil-miqradh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.
Sedangkan menurut istilah, terdapat beberapa pendapat dari para tokoh, diantaranya adalah:
a.    Menurut hanafiah, qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkupan lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk meyerahkan harta (mal mitsli) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimnya
b.    Menurut Sayyid Sabiq, Qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (Muqridh) kepada penerima hutang (muqtharid) untuk kemudian dikembaliakn kepadanya (Muqridh) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.
c.    Menurut Syafi’iyyah Qardh adalah istilah syara diartikan dengan sesuatu yang diberikan keada orang lain (pada suatu saat akan dikembalikan kepada orang lain)[2]
d.   Menurut hanabillah, qardh adalah memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikannya penggantinya
Sedangkan menurut ii ensiklopedi fiqh muamalah dalam pandangan empat maddzhab, qardh adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfatkan dan mengembalikn gantinya di kemudian hari.
Menurut Antonio Syafi’i dalam bukunya disebut bahwa qardh adalah pemeberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau dimanta kembali atau dengan kata lain meminjamankan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling membantu dan ukan transaksi komersial[3].
1)      Rukun piutang
a.       Lafadz ijab qabul
b.      Adanya pihak yang memberi utang dan pihak yang menerima hutang
c.       Adanya harta yang dihutangkan
2)      Syarat-syarat
a.       Harta itu adalah milik sendiri yang memberi hutang
b.      Ada guna atau manfaat, bukan harta yang diharamkan dan bukan dalam persengketaan atau bukan harta rampok dan lain-lain.
c.       Harta itu harus kembali dengan harta yang dipinjamkan baik dalam jumlah takaran dan lainnya
3)      Kewajiban hutang piutang
a.       Keduanya tidak boleh mensyaratkan riba (keuntngan lebih)
b.      Keduanya menuliskan dalam bentuk catatan utang atau disaksikan oleh dua orang saksi
c.       Hendaknya peneriama uang cepat-cepat mengembalikan utangnya yang sesuai dengan perajanjian
d.      Pihak pemberi hutang menagih hutangnya kepada peneriama hutang pada waktu yang telah disepakati atau dijanjiakan
e.       Pihak pemberi hutang boleh memilih memberi batas waktu kembali atau meminta jaminan, atau menyedekahkan. Apabila penerima hutang tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah disepakati
f.       Boleh menerima tambahan dari pihak penerima hutang dengan pengambilan yang lebih bagus mutunya atau lebih jumlah uangnya, sebagai ungkapan terimakasih kepada pemberi hutang.
C. Analisis Tafsir
Dari kedua tafsir dan dai berbagai literasi dapat saya pahami dan yang di kemukakan oleh para tokoh dapat saya analisis Qardh adalah menyerahkan atau membantu (Harta uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan dia kan mengembaliaknnya (pada suatu saat) sesuai pada dananya.
Hukum hutang piutang pada dasarnya diperboehkan dalam syariat islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau memberikan pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal ynag disukai dan dianjurkan, karena didalamnya
 terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukan disyaratkannya utang piutang.
Islam menyuruh umatnya agar menghindari utang semaksiamal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang menurut Rasullah SAW, merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinan di siang hari. Utang juga dapat membahayakan akhlak, sebagaimana sabda Rasulallah SAW “sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka ia sering berkata lantas dusta, dan berjanji lantas memungkiri (HR. Bukhari)
Syarat piutang menjadi amal sholeh, harta yang diutangkan adalah harta yang jelas dan murni kehalallanya, pemberi piutang tidak mengungkit-ungkit atau menyakiti penerima pinjaman, pemberi piutang/ pinjaman berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, pinjaman tersebut tidak mendatangkan tambahan manfaat ataupun keuntungan sedikitpun bagi pemberi pinjaman, yang mana ada tata cara/ adab utang piutang :
a.       Utang piutang harus dituliskan dan dipersaksikan
b.      Pemberi utang pinjamn tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang berhutang
c.       Melunasi hutang dengan cara yang baik
d.      Berhutang dengan niat baik dan akan melunasinasnya
e.       Berupaya untuk berhutang dari orang sholih yang memiliki profesi dan penghasilan halal
f.       Tidak berhutang kecuali dalam keadaan darurat
g.      Tidak boleh melakukan jual beli yang disertai utang atau pinjaman
h.      Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memebritahukan kepada oranga yang memberikan pinjaman
i.        Menggunakan unag pinjaman dengan sebaik mungkin
j.        Diperbolehkan bagi yang berhutang untuk mengajuakan pemulihan atas utangnya atau pengagguran, dan juga mencari perantara (syafa’at) untuk memohonya
k.      Bersegera melunasi hutang dan memberikan penaggulangan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo.

















Daftar Pustaka
Surin, Bactiar. Az-zikra Fiqh. Bandung: Angkasa Group
Imam Al-mahalli Jalaluddin Imam Assyuyuti Jalaluddin. 1996. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Prof. Dr. Hamka. Tafsir Al-Azhar. 1983. Jakarta: Pustaka Panjimas


[1] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Bpanjimas. Hal 81.86
[2] Muladi Ahmad, Fiqh. Bandung: Titin ilmu, Hal 29-31
[3] Abdul Aziz, dkk. Fiqh muamalah (dari teori ke praktik). Cirebon: Nurjati Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar