NAMA : SITI
AROH M (1414231106)
JURUSAN :
PERBANKAN SYARIAH 3/ IV
TUGAS :
TAFSIR AYAT EKONOMI
Surah Al-Muthaffifin :
“ orang-orang yang curang “ diambil dari ayat pertama.
Referensi : Tafsir Ayat Al-Mishbah
‘Juz Amma’
Penjelasan Surah Al-muthaffifin
Ulama
berbeda pendapat mengenai masa turun kumpulan ayat-ayat surah ini. Ada yang
menyatakan turun sebelum Nabi saw berhijrah yakni makkiyah ,ada juga yang
menyatakan madaniyyah yakni turun setelah beliau berhijrah. Kelompok ketiga
berpendapat bahwa sebagian ayat-ayat makiyyah dan sebagian lainnya madaniyyah.
Yang makiyyah mereka nilai ada delapan ayat dimulai dari ayat 29 sampai dengan
ayat 36. Ssedemikian beragam pendapata ulama sampai-sampai ada yang menyatakan
bahwa dalam surah ini ada ayat yang merupakan ayat terakhir turun di mekah dan
ada pula yang pertama turun di madinah. Agaknya pendapat yang menyatakan
sebagian ayatnya turun di mekah dan sebagian di madinah adalah pendapat yang
lebih tepat.
Namanya
dalam sekian kitab-kitab hadist adalah surah wail li al-muthaffifin sebagaimana bunyi ayatnya yang pertama dan
ada juga yang mempersingkatnya menjadi surah al-muthaffifin. Tidak ada nama lain baginya kecuali yang di sebut
di atas.
Tujuan
surah ini menurut al-Biqa’I adalah penjelasan dari akhir surah al-infithar yang
menegaskan tentang adanya balasan terhadap semua hamba Allah di akhirat nanti,
yaitu dengan menempatkan yang taat dan bagahia di surge dan yang durhaka di
lubang neraka jahanam. Ini di buktikan antara lain oleh penegasan bahwa Tuhan
adalah pemelihara dan pelimpah nikmat. Tidak mungkin tegambar dalam benak, ada
yang member aneka anugrah kepada sesorang, lalu orang itu tidak di mintai pertanggungjawaban
menyangkut apa yang ditugaskan kepadanya. Nama surah ini al-muthaffifin yang
berarti orang-orang curang dalam menakar dan menimbang.
Surah
ini menggambarkan keadaan masyarakat mekkah dan madinah sebelum dan saat-saat
awal kehadiran islam. Di samping itu surah ini juga membuktikan bahwa ajaran
islam bukan sekedar aqidh yang tertancap di dalam hati, tetapi ia juga harus
membuahkan amal dalam dunia nyata. Ajaran ini tidak hanya mengawang-awang di
udara dan berkaitan hal-hal yang bersifat metafisik tetapi juga harus membumi
sehingga keadilan yang dianjurkannya terasa dalama kehidupan keseharian
masyarakat. Itu sebabnya secara gamblang surah ini menjanjikan ancaman
kecelakaan dan kebinasaan bagi mereka yang curang dalam takaran dan timbangan.
Surah
ini dinilai oleh sementara ulama sebagai surah yang ke-68 dari segi perurutan
turunnya. Ia turun sesudah surah al-Ankabut dan sebelum surah al-Baqarah.
Jumlah ayat-ayatnya sebanyak 36 ayat.
Penafsiran
Ayat al-Muthaffifin oleh M.Quraish Shihab
ن للمطففي ويل
ن يستوفوالناس على اكتالوا اذا الذين
نيخسرو وزنوهم او كالوهم واذا
“
Kecelakaan bagi orang-orang yang curang , (yaitu) mereka yang apabila menerima
takaran atas orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain mereka mengurangi “.
Setelah
surah yang lalu ditutup dengan uraian tentang putusnya segala sebab pada hari
kemudian, sambil menegaskan ancaman yang menanti ketika itu dan bahwa segala
sesuatu dalam genggaman tangan Allah dan bahwa yang berbakti akan masuk ke
surga sedang yang durhaka tempatnya adalah neraka, pada awal surah ini
disebutkan salah satu hal yang paling banyak terjadi dalam hubungan antar
manusia yakni menyangkut ukuran. Salah satu dosa yang terbesar adalah
berkhianat menyangkut ukuran dan timbangan. Dalam surah ini disebutkan apa yang
di siapkan untuk mereka itu dan orang-orang yang menyandang sifat seperti sifat
mereka.
Allah
berfirman : kecelakaan dan kerugian
besar di dunia dan di akhirat bagi
orang-orang yang curang , yaitu
mereka yang apabila menerima takaran dan timbangan atas yakni dari orang lain, mereka minta yakni
menuntut secara sungguh-sungguh agar dipenuhi
atau bahkan cenderung minta dilebihkan, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka berbuat
curang dengan mengurangi timbangan
dan takaran dari apa yang semestinya mereka berikan.
Kata
ويل (wail)
pada
mulanya digunakan oleh pemakai bahasa arab sebagai doa jatuhnya siksa. Tetapi Al-Quran menggunakannya dalam arti ancaman jatuhnya siksa, atau dalam arti satu lembah yang sangat curam di neraka.
Kata
نللمطففي
(al-muthaffifin)
terambil dari kata thaffal/ meloncati
seperti meloncati pagar atau mendekati atau hamper seperti gelas yang tidak
penuh tetapi mendekati dan hamper penuh. Seseorang yang meloncati pagar
misalnya, adalah orang yang tidak melakukan cara yang wajar. Demikian juga yang
tidak memenuhkan gelas yang mestinya penuh. Bisa juga kata tersebut terambil
dari kata ath-thafaf yakni bertengkar
dalam penakaran dan penimbangan
akibat adanya kecurangan atau dari kata thafif
yaitu sesuatu yang remeh, guna mengisyaratkan bahwa apa yang diambilnya
secara tidak hak itu adalah sesuatu yang kadarnya sedikit jika dilihat dari
kuantitasnya dalam kehidupan dunia ini. Demikian antara lain makna-makna
kebahasaannya.
Apapun
makna kebahasaan itu, yang jelas ayat diatas menerangkan apa yang dimaksud
dengan kata tersebut.
Kecelakaan,
kebinasaan dan kerugian akan dialami oleh orang yang melakukan kecurangan dalam
interaksi ini. Itu dapat dirasakan oleh pelaku perdaganggan. Siapa yang dikenal
curang dalam penimbangan, maka paada akhirnya yang bersedia berinteraksi
dengannya hanyalah orang-orang yang melanjutkan hubungan dengannya, dan ini
adalah pangkal kecelakaan dan kerugian duniawi. Berinteraksi dengan pihak lain,
baru dapat langgeng jika dijalin oleh sopan santun serta kepercayaan dan amanat
antar kedua pihak. Dalam berinteraksi kedua sifat tersebut melebihi jalinanan
persamaan agama, suku bangsa bahkan keluarga, karena itu bisa saja Anda
menemukan seorang muslim lebih suka berinteraksi dagang dengan non muslim yang
terpercaya dan sopan dari pada berinteraksi dengan sesamanya yang muslim atau
suku bangsa dan keluarga yang tidak memilki sifat amanat dan sopan santun.
Adapun
kecelakaan di akhirat, maka ini sangat jelas, apalagi dosa tersebut berkaitan
dengan hak manusia yang bisa saja di hari kemudian nanti, menuntut agar pahala
amal-amal kebajikan yang boleh jadi pernah dilakukan oleh yang mencuranginya
itu, diberikan kepadanya sebagai ganti dari kecurangannya itu.
Ayat
ke-2 di atas menggunakan kata ala/atas pada kalimat ‘ala an-nas/ atas orang
lain bukan min/dari untuk mengisyaratkan betapa mereka mengatasi bahkan
cenderung memaksakan keinginannya, ini lebih-lenih lagi jika mitranya adalah
lemah.
Ayat
2 diatas hanya menyebut menerima takaran sedang ayat 3(tiga) menyebut mengukur
dan menimbang. Ini boleh jadi karena dalam penimbangan, upaya untuk menuntut
kelebihan tidak sebesar dalam pengukuran, sedang dalam pengurangan kedua hal
itu (penimbangan dan pengukuran ) dengan mudah dapat terjadi, lenih-lebih jika
penimbangan dan pengukuran itu tidak dihadiri oleh mitra dagangnya. Boleh jadi
juga karena para pedagang ketika itu lebih banyak menggunakan takaran dari pada
timbangan.
Ayat
diatas merupakan ancaman kepada semua pihak agar tidak melakukan kecurangan
dalam penimbangan dan pengukuran, termasuk melakukan standar ganda. Pelakuan semacam
ini, bukan saja kecurangan, tetapi juga pencurian dan bukti kebejatan hati
pelakuanya. Disisi lain kecurangan ini menunjukan pula keangkuhan dan
pelecehan, karena biasanya pelakunya menganggap remeh mitranya sehingga berani
melakukan hal tersebut.
Tafsir
Penguat ,untuk ayat surah al-muthaffifin oleh Buya Hamka dalam tafsir al-azhar
ن للمطففي ويل
ن يستوفوالناس على اكتالوا اذا الذين
نيخسرو وزنوهم او كالوهم واذا
“
Kecelakaan bagi orang-orang yang curang , (yaitu) mereka yang apabila menerima
takaran atas orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain mereka mengurangi “.
Asal
mendapat keuntungan agak banyak orang tidak segan berlaku curang. Baik dalam
menyukai dan menggantang ataupun di dalam menimbang sesuatu barang yang tengah
diperniagakan. Mereka mempunyai dua macam sukat dan gantang ataupun anak
timbangan; sukat dan timbangan pembeli lain dengan timbangan penjual. Itulah
orang-orang yang celaka: “Celakalah atas orang-orang yang curang itu.” (ayat
1).
Ayat selanjutnya
berturut menjelaskan kecurangan itu: “Yang apabila menerima sukatan dari orang
lain, mereka minta dipenuhi.” (ayat 2).
Sebab mereka
tidak mau dirugikan! Maka awaslah dia, hati-hati melihat bagaimana orang itu
menyukat atau menggantang. “Tetapi apabila menyukat atau menimbang untuk orang
lain, mereka merugikan.” (ayat 3).
Dibuatnyalah
sukatan atau timbangan yang curang; kelihatan dari luar bagus padahal di
dalamnya ada alas sukatan, sehingga kalau digunakan, isinya jadi kurang dari
yang semestinya. Atau anak timbangan dikurangkan beratnya dari yang mesti, atau
timbangan itu sendiri dirusakkan dengan tidak kentara.
Pada ayat yang
pertama dikatakanlah wailun bagi mereka; artinya celakalah atas
mereka! Merekalah pangkal bala merusak pasaran dan merusak amanah. Dalam ilmu
ekonomi sendiri dikatakan bahwa keuntungan yang didapat dengan cara demikian
tidaklah keuntungan yang terpuji, karena dia merugikan orang lain, dan merusak
pasaran dan membawa nama tidak baik bagi golongan saudagar yang berniaga di
tempat itu, sehingga seekor kerbau yang berkubang, semua kena luluknya.
Wailun!
Celakalah dia itu! Sebab kecurangan yang demikian akan membawa budipekertinya
sendiri menjadi kasar. Tidak merasa tergetar hatinya memberikan keuntungan yang
didapatnya dengan curang itu akan belanja anak dan isterinya, akan mereka makan
dan minum. Itulah suatu kecelakaan; suatu wailun.
Kerapkali juga
wailun itu diartikan neraka! Memang, orang-orang yang berlaku curang
itu membuat neraka dalam dunia ini, karena merusak pasaran. Kecurangan niaga
seperti ini adalah termasuk korupsi besar juga.
Maka datanglah teguran Allah
berupa pertanyaan:
“Apakah tidak
menyangka orang-orang itu, bahwa mereka akan dibangkitkan?” (ayat 4). Apakah
tidak terkenang dalam hati mereka bahwa kenyataan yang didapat dengan jalan
curang dan merugikan orang lain itu tidaklah akan kekal? Bahwa dia akan tertumpuk
menjadi “uang panas” yang membawa bencana? Dan kalau dia mati, sedikitpun harta
itu tidak akan dapat menolong dia? Dan pada harta yang demikian tidak ada
keberkatan sedikit juga? Malahan mereka akan dibangkitkan sesudah mati, untuk
mempertanggungjawabkan segala kecurangan itu: “Buat Hari Yang Besar?” (ayat 5).
Hari kiamat, hari perhitungan, hari penyisihan di antara yang hak dengan yang
batil; “Hari yang akan bangkit manusia.” (pangkal ayat 6). Bangkit dari alam
kuburnya, dari dalam tidurnya, karena panggilan sudah datang: “(Untuk
menghadap) Tuhan Sarwa sekalian alam.” (ujung ayat 6).
Alangkah
kecilnya kamu pada hari itu, padahal semasa di dunia engkau membangga dengan
kekayaan yang engkau dapat dengan jalan kecurangan itu. Di hari kiamat itu
terbukalah rahasia, bahwasanya kedudukan engkau di hadapan Mahkamah Ilahi,
tidaklah lebih dan tidaklah kurang daripada kedudukan pencuri atau pemaling,
yang semasa hidupmu di dunia dapat engkau selubungi dengan berbagai dalih.
Tersebut dalam
sebuah Hadis yang dirawikan oleh Al-Imam Ahmad dengan sanadnya, beliau terima
dari sahabat Rasulullah SAW Abu Amamah, bahwa kehebatan di hari kiamat itu
amatlah ngerinya, sehingga Nabi SAW berkata bahwa matahari menjadi lebih dekat
sehingga hanya jarak satu mil saja dari kepala, sehingga menggelegak rasanya
otak benak saking teriknya cahaya matahari. Manusia terbenam dalam peluh dan
keringatnya, ada yang dalam ampu kaki, ada yang sampai ke lutut, ada yang
sampai ke dada, ada yang sampai ke leher, masing-masing menurut sedikit atau
banyak dosa yang diperbuatnya.
Kesimpulan
penafsiran surah al-muthaffifin berdasarkan berbagai referensi
Arti
dari kata takaran dalam kamus bahasa Indonesia adalah alat untuk menakar;
sukatan ,ukuran. Dan arti dari kata timbangan adalah alat untuk menimbang (spt
neraca, kati): ~ lima kilogram, alat untuk menimbang maksimum lima kilogram;
(n). Dan arti dari kata curang adalah tidak jujur; tidak lurus hati; tidak adil
(adjektiva). Dan arti dari kata celaka adalah (selalu) mendapat kesulitan,
kemalangan, kesusahan, dsb; malang; sial.
Dalam
surah al-muthaffifin yang artinya orang-orang
yang curang, yang terdiri dari 36 ayat ini menjelaskan bahwa bahaya dari
melakukan kecurangan terutama dalam hal ukuran atau penimbangan. Sungguh sangat
meruginya orang-orang yang melakukan kecurangan tersebut, karena sudah sangat
jelas-jelas di katakan dalam al-Quran surah al-muthaffifin bahwa orang yang
melakukan kecurangan dalam penimbangan ini kelak di akhirat akan masuk neraka
jahanam.
Bahkan
kerugian bagi orang-orang yang melakukan kecurangan dalam penimbangan itu bukan
hanya di akhirat saja melainkan di dunia juga seperti yang di katakana oleh M.Quraish
Shihab dalam bukunya tafsir al-misbah bahwa orang yang curang dalam penimbangan
itu adalah orang yang tidak amanah atau tidak
jujur, sehingga dengan ketidak jujurannya itu maka pelanggan atau
pembeli atau orang yang ia curangi tidak akan merasakan kepuasan dan pada ujungnya
tidak akan lagi melakukan transaksi atau hubungan dagang dengannya, karena
dengan sikap amanah akan memunculkan ikatan atau hubungan yang melebihi saudara
atau keluarga bahkan agama dan suku bangsa. Seperti halnya saja ketika orang
non-muslim lebih amanah ketimbang yang orang muslim, maka sudah pasti kita kan
lebih memilih berhubungan dagang dengan orang yang lebih amanah meski sekalipun
ia adalah non-muslim.
Orang
yang melakukan kecurangan dalam timbangan dalam perdagangan sama halnya dengan
melakukan pencurian dan pelecehan, karena pada dasarnya mereka yang curang
telah mencuri hak orang lain (timbangan), mereka menikmati timbangan yang
mereka curangi dari orang lain untuk kebutuhan hidupnya, dan mereka yang curang
juga telah melecehakan orang yang mereka curangi, mereka meremehkannya sehingga
melakukan hal yang seenaknya dengan mengurangi timbangan tersebut.
Dan
dengan melakukan kecurangan penimbangan dalam berdagang itu dapat menumbuhkan
sikap yang kasar bagi kita. Sehingga sangat perlunya bagi kita untuk
menghindari perbuatan tersebut, karena sangat tentu akan merugikan kita,
merugikan orang yang di curangi, bahkan merugikan keluarga kita juga, karena
memakan makanan hasil dari uang yang tidak halal atau hasil curang.
CELAKANYA BERDAGANG CURANG
Surah Al-Muthaffifin :
“ orang-orang yang curang “ diambil dari ayat pertama.
Referensi : Tafsir Ayat Al-Mishbah
‘Juz Amma’
Penjelasan Surah Al-muthaffifin
Ulama
berbeda pendapat mengenai masa turun kumpulan ayat-ayat surah ini. Ada yang
menyatakan turun sebelum Nabi saw berhijrah yakni makkiyah ,ada juga yang
menyatakan madaniyyah yakni turun setelah beliau berhijrah. Kelompok ketiga
berpendapat bahwa sebagian ayat-ayat makiyyah dan sebagian lainnya madaniyyah.
Yang makiyyah mereka nilai ada delapan ayat dimulai dari ayat 29 sampai dengan
ayat 36. Ssedemikian beragam pendapata ulama sampai-sampai ada yang menyatakan
bahwa dalam surah ini ada ayat yang merupakan ayat terakhir turun di mekah dan
ada pula yang pertama turun di madinah. Agaknya pendapat yang menyatakan
sebagian ayatnya turun di mekah dan sebagian di madinah adalah pendapat yang
lebih tepat.
Namanya
dalam sekian kitab-kitab hadist adalah surah wail li al-muthaffifin sebagaimana bunyi ayatnya yang pertama dan
ada juga yang mempersingkatnya menjadi surah al-muthaffifin. Tidak ada nama lain baginya kecuali yang di sebut
di atas.
Tujuan
surah ini menurut al-Biqa’I adalah penjelasan dari akhir surah al-infithar yang
menegaskan tentang adanya balasan terhadap semua hamba Allah di akhirat nanti,
yaitu dengan menempatkan yang taat dan bagahia di surge dan yang durhaka di
lubang neraka jahanam. Ini di buktikan antara lain oleh penegasan bahwa Tuhan
adalah pemelihara dan pelimpah nikmat. Tidak mungkin tegambar dalam benak, ada
yang member aneka anugrah kepada sesorang, lalu orang itu tidak di mintai pertanggungjawaban
menyangkut apa yang ditugaskan kepadanya. Nama surah ini al-muthaffifin yang
berarti orang-orang curang dalam menakar dan menimbang.
Surah
ini menggambarkan keadaan masyarakat mekkah dan madinah sebelum dan saat-saat
awal kehadiran islam. Di samping itu surah ini juga membuktikan bahwa ajaran
islam bukan sekedar aqidh yang tertancap di dalam hati, tetapi ia juga harus
membuahkan amal dalam dunia nyata. Ajaran ini tidak hanya mengawang-awang di
udara dan berkaitan hal-hal yang bersifat metafisik tetapi juga harus membumi
sehingga keadilan yang dianjurkannya terasa dalama kehidupan keseharian
masyarakat. Itu sebabnya secara gamblang surah ini menjanjikan ancaman
kecelakaan dan kebinasaan bagi mereka yang curang dalam takaran dan timbangan.
Surah
ini dinilai oleh sementara ulama sebagai surah yang ke-68 dari segi perurutan
turunnya. Ia turun sesudah surah al-Ankabut dan sebelum surah al-Baqarah.
Jumlah ayat-ayatnya sebanyak 36 ayat.
Penafsiran
Ayat al-Muthaffifin oleh M.Quraish Shihab
ن للمطففي ويل
ن يستوفوالناس على اكتالوا اذا الذين
نيخسرو وزنوهم او كالوهم واذا
“
Kecelakaan bagi orang-orang yang curang , (yaitu) mereka yang apabila menerima
takaran atas orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain mereka mengurangi “.
Setelah
surah yang lalu ditutup dengan uraian tentang putusnya segala sebab pada hari
kemudian, sambil menegaskan ancaman yang menanti ketika itu dan bahwa segala
sesuatu dalam genggaman tangan Allah dan bahwa yang berbakti akan masuk ke
surga sedang yang durhaka tempatnya adalah neraka, pada awal surah ini
disebutkan salah satu hal yang paling banyak terjadi dalam hubungan antar
manusia yakni menyangkut ukuran. Salah satu dosa yang terbesar adalah
berkhianat menyangkut ukuran dan timbangan. Dalam surah ini disebutkan apa yang
di siapkan untuk mereka itu dan orang-orang yang menyandang sifat seperti sifat
mereka.
Allah
berfirman : kecelakaan dan kerugian
besar di dunia dan di akhirat bagi
orang-orang yang curang , yaitu
mereka yang apabila menerima takaran dan timbangan atas yakni dari orang lain, mereka minta yakni
menuntut secara sungguh-sungguh agar dipenuhi
atau bahkan cenderung minta dilebihkan, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka berbuat
curang dengan mengurangi timbangan
dan takaran dari apa yang semestinya mereka berikan.
Kata
ويل (wail)
pada
mulanya digunakan oleh pemakai bahasa arab sebagai doa jatuhnya siksa. Tetapi Al-Quran menggunakannya dalam arti ancaman jatuhnya siksa, atau dalam arti satu lembah yang sangat curam di neraka.
Kata
نللمطففي
(al-muthaffifin)
terambil dari kata thaffal/ meloncati
seperti meloncati pagar atau mendekati atau hamper seperti gelas yang tidak
penuh tetapi mendekati dan hamper penuh. Seseorang yang meloncati pagar
misalnya, adalah orang yang tidak melakukan cara yang wajar. Demikian juga yang
tidak memenuhkan gelas yang mestinya penuh. Bisa juga kata tersebut terambil
dari kata ath-thafaf yakni bertengkar
dalam penakaran dan penimbangan
akibat adanya kecurangan atau dari kata thafif
yaitu sesuatu yang remeh, guna mengisyaratkan bahwa apa yang diambilnya
secara tidak hak itu adalah sesuatu yang kadarnya sedikit jika dilihat dari
kuantitasnya dalam kehidupan dunia ini. Demikian antara lain makna-makna
kebahasaannya.
Apapun
makna kebahasaan itu, yang jelas ayat diatas menerangkan apa yang dimaksud
dengan kata tersebut.
Kecelakaan,
kebinasaan dan kerugian akan dialami oleh orang yang melakukan kecurangan dalam
interaksi ini. Itu dapat dirasakan oleh pelaku perdaganggan. Siapa yang dikenal
curang dalam penimbangan, maka paada akhirnya yang bersedia berinteraksi
dengannya hanyalah orang-orang yang melanjutkan hubungan dengannya, dan ini
adalah pangkal kecelakaan dan kerugian duniawi. Berinteraksi dengan pihak lain,
baru dapat langgeng jika dijalin oleh sopan santun serta kepercayaan dan amanat
antar kedua pihak. Dalam berinteraksi kedua sifat tersebut melebihi jalinanan
persamaan agama, suku bangsa bahkan keluarga, karena itu bisa saja Anda
menemukan seorang muslim lebih suka berinteraksi dagang dengan non muslim yang
terpercaya dan sopan dari pada berinteraksi dengan sesamanya yang muslim atau
suku bangsa dan keluarga yang tidak memilki sifat amanat dan sopan santun.
Adapun
kecelakaan di akhirat, maka ini sangat jelas, apalagi dosa tersebut berkaitan
dengan hak manusia yang bisa saja di hari kemudian nanti, menuntut agar pahala
amal-amal kebajikan yang boleh jadi pernah dilakukan oleh yang mencuranginya
itu, diberikan kepadanya sebagai ganti dari kecurangannya itu.
Ayat
ke-2 di atas menggunakan kata ala/atas pada kalimat ‘ala an-nas/ atas orang
lain bukan min/dari untuk mengisyaratkan betapa mereka mengatasi bahkan
cenderung memaksakan keinginannya, ini lebih-lenih lagi jika mitranya adalah
lemah.
Ayat
2 diatas hanya menyebut menerima takaran sedang ayat 3(tiga) menyebut mengukur
dan menimbang. Ini boleh jadi karena dalam penimbangan, upaya untuk menuntut
kelebihan tidak sebesar dalam pengukuran, sedang dalam pengurangan kedua hal
itu (penimbangan dan pengukuran ) dengan mudah dapat terjadi, lenih-lebih jika
penimbangan dan pengukuran itu tidak dihadiri oleh mitra dagangnya. Boleh jadi
juga karena para pedagang ketika itu lebih banyak menggunakan takaran dari pada
timbangan.
Ayat
diatas merupakan ancaman kepada semua pihak agar tidak melakukan kecurangan
dalam penimbangan dan pengukuran, termasuk melakukan standar ganda. Pelakuan semacam
ini, bukan saja kecurangan, tetapi juga pencurian dan bukti kebejatan hati
pelakuanya. Disisi lain kecurangan ini menunjukan pula keangkuhan dan
pelecehan, karena biasanya pelakunya menganggap remeh mitranya sehingga berani
melakukan hal tersebut.
Tafsir
Penguat ,untuk ayat surah al-muthaffifin oleh Buya Hamka dalam tafsir al-azhar
ن للمطففي ويل
ن يستوفوالناس على اكتالوا اذا الذين
نيخسرو وزنوهم او كالوهم واذا
“
Kecelakaan bagi orang-orang yang curang , (yaitu) mereka yang apabila menerima
takaran atas orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain mereka mengurangi “.
Asal
mendapat keuntungan agak banyak orang tidak segan berlaku curang. Baik dalam
menyukai dan menggantang ataupun di dalam menimbang sesuatu barang yang tengah
diperniagakan. Mereka mempunyai dua macam sukat dan gantang ataupun anak
timbangan; sukat dan timbangan pembeli lain dengan timbangan penjual. Itulah
orang-orang yang celaka: “Celakalah atas orang-orang yang curang itu.” (ayat
1).
Ayat selanjutnya
berturut menjelaskan kecurangan itu: “Yang apabila menerima sukatan dari orang
lain, mereka minta dipenuhi.” (ayat 2).
Sebab mereka
tidak mau dirugikan! Maka awaslah dia, hati-hati melihat bagaimana orang itu
menyukat atau menggantang. “Tetapi apabila menyukat atau menimbang untuk orang
lain, mereka merugikan.” (ayat 3).
Dibuatnyalah
sukatan atau timbangan yang curang; kelihatan dari luar bagus padahal di
dalamnya ada alas sukatan, sehingga kalau digunakan, isinya jadi kurang dari
yang semestinya. Atau anak timbangan dikurangkan beratnya dari yang mesti, atau
timbangan itu sendiri dirusakkan dengan tidak kentara.
Pada ayat yang
pertama dikatakanlah wailun bagi mereka; artinya celakalah atas
mereka! Merekalah pangkal bala merusak pasaran dan merusak amanah. Dalam ilmu
ekonomi sendiri dikatakan bahwa keuntungan yang didapat dengan cara demikian
tidaklah keuntungan yang terpuji, karena dia merugikan orang lain, dan merusak
pasaran dan membawa nama tidak baik bagi golongan saudagar yang berniaga di
tempat itu, sehingga seekor kerbau yang berkubang, semua kena luluknya.
Wailun!
Celakalah dia itu! Sebab kecurangan yang demikian akan membawa budipekertinya
sendiri menjadi kasar. Tidak merasa tergetar hatinya memberikan keuntungan yang
didapatnya dengan curang itu akan belanja anak dan isterinya, akan mereka makan
dan minum. Itulah suatu kecelakaan; suatu wailun.
Kerapkali juga
wailun itu diartikan neraka! Memang, orang-orang yang berlaku curang
itu membuat neraka dalam dunia ini, karena merusak pasaran. Kecurangan niaga
seperti ini adalah termasuk korupsi besar juga.
Maka datanglah teguran Allah
berupa pertanyaan:
“Apakah tidak
menyangka orang-orang itu, bahwa mereka akan dibangkitkan?” (ayat 4). Apakah
tidak terkenang dalam hati mereka bahwa kenyataan yang didapat dengan jalan
curang dan merugikan orang lain itu tidaklah akan kekal? Bahwa dia akan tertumpuk
menjadi “uang panas” yang membawa bencana? Dan kalau dia mati, sedikitpun harta
itu tidak akan dapat menolong dia? Dan pada harta yang demikian tidak ada
keberkatan sedikit juga? Malahan mereka akan dibangkitkan sesudah mati, untuk
mempertanggungjawabkan segala kecurangan itu: “Buat Hari Yang Besar?” (ayat 5).
Hari kiamat, hari perhitungan, hari penyisihan di antara yang hak dengan yang
batil; “Hari yang akan bangkit manusia.” (pangkal ayat 6). Bangkit dari alam
kuburnya, dari dalam tidurnya, karena panggilan sudah datang: “(Untuk
menghadap) Tuhan Sarwa sekalian alam.” (ujung ayat 6).
Alangkah
kecilnya kamu pada hari itu, padahal semasa di dunia engkau membangga dengan
kekayaan yang engkau dapat dengan jalan kecurangan itu. Di hari kiamat itu
terbukalah rahasia, bahwasanya kedudukan engkau di hadapan Mahkamah Ilahi,
tidaklah lebih dan tidaklah kurang daripada kedudukan pencuri atau pemaling,
yang semasa hidupmu di dunia dapat engkau selubungi dengan berbagai dalih.
Tersebut dalam
sebuah Hadis yang dirawikan oleh Al-Imam Ahmad dengan sanadnya, beliau terima
dari sahabat Rasulullah SAW Abu Amamah, bahwa kehebatan di hari kiamat itu
amatlah ngerinya, sehingga Nabi SAW berkata bahwa matahari menjadi lebih dekat
sehingga hanya jarak satu mil saja dari kepala, sehingga menggelegak rasanya
otak benak saking teriknya cahaya matahari. Manusia terbenam dalam peluh dan
keringatnya, ada yang dalam ampu kaki, ada yang sampai ke lutut, ada yang
sampai ke dada, ada yang sampai ke leher, masing-masing menurut sedikit atau
banyak dosa yang diperbuatnya.
Kesimpulan
penafsiran surah al-muthaffifin berdasarkan berbagai referensi
Arti
dari kata takaran dalam kamus bahasa Indonesia adalah alat untuk menakar;
sukatan ,ukuran. Dan arti dari kata timbangan adalah alat untuk menimbang (spt
neraca, kati): ~ lima kilogram, alat untuk menimbang maksimum lima kilogram;
(n). Dan arti dari kata curang adalah tidak jujur; tidak lurus hati; tidak adil
(adjektiva). Dan arti dari kata celaka adalah (selalu) mendapat kesulitan,
kemalangan, kesusahan, dsb; malang; sial.
Dalam
surah al-muthaffifin yang artinya orang-orang
yang curang, yang terdiri dari 36 ayat ini menjelaskan bahwa bahaya dari
melakukan kecurangan terutama dalam hal ukuran atau penimbangan. Sungguh sangat
meruginya orang-orang yang melakukan kecurangan tersebut, karena sudah sangat
jelas-jelas di katakan dalam al-Quran surah al-muthaffifin bahwa orang yang
melakukan kecurangan dalam penimbangan ini kelak di akhirat akan masuk neraka
jahanam.
Bahkan
kerugian bagi orang-orang yang melakukan kecurangan dalam penimbangan itu bukan
hanya di akhirat saja melainkan di dunia juga seperti yang di katakana oleh M.Quraish
Shihab dalam bukunya tafsir al-misbah bahwa orang yang curang dalam penimbangan
itu adalah orang yang tidak amanah atau tidak
jujur, sehingga dengan ketidak jujurannya itu maka pelanggan atau
pembeli atau orang yang ia curangi tidak akan merasakan kepuasan dan pada ujungnya
tidak akan lagi melakukan transaksi atau hubungan dagang dengannya, karena
dengan sikap amanah akan memunculkan ikatan atau hubungan yang melebihi saudara
atau keluarga bahkan agama dan suku bangsa. Seperti halnya saja ketika orang
non-muslim lebih amanah ketimbang yang orang muslim, maka sudah pasti kita kan
lebih memilih berhubungan dagang dengan orang yang lebih amanah meski sekalipun
ia adalah non-muslim.
Orang
yang melakukan kecurangan dalam timbangan dalam perdagangan sama halnya dengan
melakukan pencurian dan pelecehan, karena pada dasarnya mereka yang curang
telah mencuri hak orang lain (timbangan), mereka menikmati timbangan yang
mereka curangi dari orang lain untuk kebutuhan hidupnya, dan mereka yang curang
juga telah melecehakan orang yang mereka curangi, mereka meremehkannya sehingga
melakukan hal yang seenaknya dengan mengurangi timbangan tersebut.
Dan
dengan melakukan kecurangan penimbangan dalam berdagang itu dapat menumbuhkan
sikap yang kasar bagi kita. Sehingga sangat perlunya bagi kita untuk
menghindari perbuatan tersebut, karena sangat tentu akan merugikan kita,
merugikan orang yang di curangi, bahkan merugikan keluarga kita juga, karena
memakan makanan hasil dari uang yang tidak halal atau hasil curang.
Maksih banyak ya Jasa Pembuatan Website Toko Online serta Cara Promosi Online Shop dan Cara Promosi di Instagram dan Cara Promosi Produk juga Cara Berjualan Online dan Cara Berdagang Online serta
BalasHapusGrosir Jilbab Murah serta Jilbab Instan Terbaru dan Jilbab Segi Empat Terbaru
Jasa Pembuatan Web Murah Berkualitas