Selasa, 15 Maret 2016

AYAT EKONOMI DISTRIBUSI DAN KONSUMSI (AL-ISRA: 27)

Nama: Panji Rolisa
Prodi/Jurusan: perbankan syariah 3
Tugas : Tafsir Ayat ekonomi
Tema:Distribusi dan konsumsi
Surah Al-isra ayat 26-27
   

Artinya:
(Dan berikanlah) kasihkanlah (kepada keluarga-keluarga yang dekat) famili-famili terdekat (akan haknya) yaitu memuliakan mereka dan menghubungkan silaturahmi kepada mereka (kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros) yaitu menginfakkannya bukan pada jalan ketaatan kepada Allah. (QS. Al-isra ayat 26)
Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkat kepada tuhannya. (Q.S Al-isra Ayat 27)

mufradat
  berarti berikanlah.
  orang yang memiliki hubungan kekeluargaan, baik dari jalur ayah atau ibu.
  orang yang kekekurangan atau pasa-pasan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
  orang dalam perjalanan atau mussafir.
  adalah hak.
  adalah menginfakkan harta tidak pada tempatnnya atau sesuatu yang menyalahi syara’ dan tidak bijaksana.
 adalah sesungguhnya orang-orang yang menginfakkan harta tidak pada tempat yang benar
  adalah saudara atau sahabat syetan, mengikuti jalan syetan yang kufur atas nikamat yang dianugerahkan kepadanya. Begitupula dengan orang yang tabzir(sikap boros, melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat atau menjadikan barang tidak bermanfaat.
  adalah dan syaitan.
 adalah kufur atau ingkar terhadap tuhannya.

A.    Tafsir al-Azhar
Dalam tafsir ini membahasa beberapa pokok isi yang ada di dalam surah Al-Isra ayat 26 dan 27 sebagai berikut:
1.    hal pertama yang dijelaskan dalam QS. Al-isra ayat 26 adalah mengenai memberikan keluarga yang karib haknya disamping berbakti, menanamkan rasa cinta dan kasih sayang kepada kedua orang tua. Dalam Tafsir al-Azhar berpendapat jika kaum kerabat atau keluarga yang dekat dengan kita adalah orang yang mempunyai ikatan darah dengan kita seperti ayah dan ibu, saudara satu ayah dan ibu, saudara satu ayah saja, saudara satu ibu saja, ibu dan ayah dari ibu, ibu dan ayah dari ayah, kakak-adik ibu, kakak-adik ayah, anak dari kakak atau adik kita.
Kenapa kita harus berbuat baik pada keluarga karib? Dalam Tafsir al-Azhar mengatakan jika kaum kerabat berhak untuk ditolong atau dibantu, karena disamping mereka punya ikatan darah dengan kita, kadang-kadang pintu rezeki setiap anggota berbeda, ada yang berlebihan, ada yang cukup bahkan adapula yang kekurangan. Hendaknya kita yang lebih memberi bantuan kepada mereka agar pertalian darah itu semakin kuat, erat dan kental.
2.    Point kedua adalah berbuat baik pada orang-orang miskin dan ibnu as-sabil, ibn katsir berpendapat jika ibnu sabil adalah orang yang berjalan meninggalkan kampung halaman dengan maksud yang baik, seperti menuntut ilmu atau mencari keluarganya yang hilang. Ibnu sabil pun bisa di artikan sebagai orang fakir(orang yang sangat miskin) yang hidupnya tertahan, tidak ada rumah atau pun harta, tidur di sudut jalan, yang membanjiri kota-kota besar. Jika dilihat dari pengertian kedua para gelandanganpun bisa diartikan sebagai ibnu sabil, namun kepastian ibnu sabil itu sendiri “Wallahu a’lam!”
Kita sebagai orang yang cukup bahkan lebih tentulah harus membantu orang miskin dan para ibnu sabil agar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin pun bisa ditenggelamkan.
3.    Point ketiga ini adalah hal yang paling penting yang dikatakan Dalam Tafsir Al-azhar sebagai “kunci”. Kalimah yang ada di ujung ayat ini berbunyi  yang artinya: “Dan janganlah kamu boros terlalu boros”.
a.    Imam syafi’i mendefinisikan Mubazzir ialah membelanjakan harta tidak pada tempatnya.
b.    Imam malik berkata, Mubazzir ialah mengambil harta dari jalan yang pantas, tetapi mengeluarkan dengan jalan yang tidak pantas.
c.    Mubajid berpendapat tidak berbuat Mubazzir orang yang menghabiskan seluruh hartanya untuk jalan yang benar, tetapi walaupun hanya sebatang padi yang dikeluarkannya tidak pada jalannya, itu sudah dikatakan Mubazzir
d.    Qatadah berkata jika tadzir ialah menafkahkan harta pada jalan maksiat kepada Allah, pada jalan yang tidak benar dan merusak.
Dalam Tafsir Al-azhar mencerikan sebuah cerita tentang seseorang yang belum saya ketahui.suatu ketika seorang ayah memberi ingat dirumah supaya menanak nasi secukupnya untuk orang yang makan. Jangan sampai berlebihan yang menyebabkan basi dan terbuang. Ketika nasi yang ditanak berlebihan dan seisi rumah sudah kenyang hendaknya sisa nasi yang belum basi itu diberikan pada orang miskin atau ibnu sabil. Namun, saat nasi yang lebih itu sudah basi maka hendaklah terpaksa dibuang. Saat ada nasi yang basi karna terlalu banyak ditanak maka ayah akan menegur, sebab Mubazzir. Saat beranjak dewasa beliaupun mengerti tentang teguran sang ayah.
Dalam Q.S Al-Isra ayat 27 berbunyi  yang artinya “sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah kawan-kawan dari syaitan”.
Ibn katsir menjelaskan jika kawan atau sahabat adalah salah satu yang besar pengaruhnya terhadap yang ditemaninya, jika sudah berteman dengan syaitan maka hilanglah pedoman dan tujuan hidup sebab syaitan merupakan musuh paling nyata. Di ujung ayat 27 surah Al-Isra berbunyi   yang artinya “dan syaitan itu adalah yang tidak mengenal terimah kasih terhadap tuhannya. Bukankah dalam ujung ayat 27 ini telah jelas di terangkan kejahatan syaitan yang ingkar dan kufur pada tuhannya, tentu saja yang jadi kawannya akan ikut sesat sehingga meninggalkan ketaatan kepada Allah dan menggantinya dengan maksiat.
Teori ekonomi yang diajarkan dalam penafsiran Tafsir al-Azhar ini adalah orang yang membuang-buang harta kepada yang tidak benar, sudah menampakkan pengaruh syaitan yang merasuk dalam dirinya. Karena sifat syaitan yang tidak tahu terimah kasih, maka dalam diri sahabatnya pun pasti terdapat pengaruh besar bahkan memiliki sifat yang mirip dengannya. Begitu banyak rezeki yang dianugerahkan Allah kepada dirinya, namun dengan mudah dibuang-buang dengan semena-mena. Bukankah itu merupakan sifat yang tidak mengenal terimah kasih terhadap Tuhannya?
Dalam Tafsir al-Azhar mengajarkan untuk hendaknya harta itu keluar dari dalam simpanannya dengan faedah yang benar, yang tidak menyalahi syara’ dan aturan agama. Jika harta itu tidak keluar dari simpanan, itu sama saja dengan menyimpan batu yang tak berharga.
Beliau berkata seseorang miskin datang untuk meminta bantuan, namun kita enggan memberikannya. Setelah itu si miskin pergi dengan tangan kosong. Maka datanglah syaitan sebagai “kawan karib”, lalu diajaknya kita mengeluarkan harta yang sedianya diberikan pada si miskin tadi, untuk berfoya-foya. Lalu kita turuti ajakan “sahaban” itu. Maka dosalah yang kita dapat, padahal tadinya hampir pahala menghampiri kita. itu pun disebut Mubazzir.

B.    Tafsir maraghi
Pembahasan awal yang dipaparkan dalam tafsir ini adalah kalimah  , dimana diartikan sebagai larangan dalam menghambur-hamburkan harta yang telah diberikan oleh Allah kepadanya untuk bermaksiat secara boros dengan diberikan kepada orang yang tidak patut menerimanya.
Ayat lain yang memiliki makna sekaligus sebagai penguat ayat di atas adalah surah al-Furqan ayat 67

Artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan(harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Q.S al-Furqan ayat 67)

Beberapa riwayat yang menjelaskan tentang larangan berlebihan.
1.    Dari Utsman bin al-Aswad mengatakan beliau perna berkeliling ke masjid di sekitar kaa’ba bersama Mujahid, lalu beliau mengangkat kepalanya melihat ke atas Kubais (sebuah gunung di Makkah), lalu berkata “Andaikan ada seorang lelaki yang menafkahkan harta sebesar gunung ini dalam ketaatan kepada Allah, tidaklah ia tergolong pemboros. Jika dia menafkahkan satu dirham hartanya dalam bermaksiat kepada Allah, maka dia memang tergolong pemboros”. Dari cerita itu kita ketahui jika harta yang di nafkahkan di jalan Allah, sebesar apapun itu bukan lah masuk golong pemboros, namun saat harta dinafkahkan untuk maksian atau jalan yang salah walaupun cuma sedikit tetaplah tergolong orang yang boros.
2.    Ada pula sebuah riwayat dari Abdu ‘I-Lah bin Umar. Ia berkata, perna Rasullah saw lewat dihadapan Sa’ad yang sedang berwudhu, lalu beliau berkata “Untuk apa berlebih-lebihan walai Sa’ad?”, dan Sa’ad pun menjawab, “apakah dalam berwudhu ada yang berlebih-lebihan?,”, “Ya, sekalipun kamu berada di sungai yang mengalir.” jawab Rasullah.
3.    Diriwayatkan oleh Ahmad dari Anas bin Malik, ia berkata, ada seorang laki-laki dari tamim datang kepada Rasullah saw dan bertanya, “Ya, Rasullah. Sesungguhnya aku ini orang yang mempunyai banyak harta, keluarga, anak, dan Hadhirah. Maka, beritahu aku bagaimana cara membelanjakan dan apa yang harus saya perbuat.?” maka Rasullah saw berkata,” kamu keluarkan zakat dari hartamu kalau memang ada. Maka sesungguhnya zakat itu kesucian yang akan mensucikan kamu, sambunglah silaturahim dengan kerabat-kerabatmu dan ketahuilah hak orang yang minta, tetangga, dan orang miskin. Lalu orang itu berkata, “Ya, Rasullah. Persedikitlah untukku”, maka Rasullah berkata,”Berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros”, berkatalah orang itu, “Cukuplah untukku, Wahai Rasullah, apabila saya telah menunaikan zakat kepada delegasimu, maka sesungguhnya saya pun telah bebas dari zakat itu kepada Allah dan Rasul-Nya”, Rasullah berkata” Ya, apabila telah menunaikannya kepada delegasiku, maka kamu benar-benar telah bebas dari zakat itu, dan kamu akan memperoleh pahalanya, sedang dosanya adalah atas orang yang menghambur-hamburkan hartanya.:
4.    Diriwayatkan dari Ali, ia berkata, apa-apa yang dibelanjakan atas diri dan warga rumah tanpa berlebih-lebihan dan boros, dengan apa saja yang disedekahkan. Maka akan mendapat pahal, sedangkan apa yang kamu belanjakan agar dilihat orang, maka itu menjadi bagian syaitan.

C.    Tafsir Al Misbah
dalam Tafsir al-Misbah karya Quraish shihab menjelaskan setelah memberi tuntunan menyangkut ibu bapak, surah al-Isra ayat 26 melanjutkan dengan tuntunan kepada kerabat dan selain mereka. Isi surah al-Isra ayat 26 menurut tafsir ini adalah sebagai berikut:
1.     ,”berikanlah kepada keluarga yang dekat”, baik dari pihak ibu maupun bapak walau keluarga jauh.
2.     ,”akan haknya”, berupa bantuan, kebajikan, dan silaturrahimm.
3.     ,”Dan kepada orang miskin”, walau bukan kerabat.
4.     ,” dan orang yang dalam perjalanan”, baik dalam bentuk zakat maupun sedekah atau bantuan yang mereka butuhkan.
5.     ,” Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, yakni pada hal-hal yang bukan pada tempatnya dan tidak mendatangkan kemaslahatan.

Menanaman dalam rasa antipati dalam sikap pemboros adalah firman Allah Swt surah al-Isra ayat 27
1.     ,” Sesungguhnya para pemboros”, yakni yang menghamburkan harta bukan pada tempatnya,
2.      “adalah saudara-saudara syaitan”, yakni sifat-sifatnya sama dengan sifat-sifat syaitan.
3.     ,” dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”

Kata   bermakna pemberian sempurna. Pemberian yang dimaksud bukan hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat materi tetapi juga immateri. Kata tabdzir dipahami oleh ulama dalam arti pengeluaran yang bukan hak. Karena itu, jika seseorang menafkahkan/membelajakan semua hartanya dalam kebaikan atau hak, dia bukanlah seorang pemboros. Abu Bakar menyerahkan semua hartanya kepada Nabi dalam rangka berjihad di jalan Allah. Usman memmbelanjakan separuh hartanya. Infak mereka diterima oleh Rasulullah dan beliau tidak menilai mereka sebagai pemboros. Sebaliknya membasuh wajah lebih dari tiga kali dalam berwudhu’ dinilai sebagai pemborosan walau ketika itu yang bersangkutan berwudhu’ dari sungai. Jika demikian, pemborosan lebih banyak berkaitan dengan tempat bukan dengan kuantitas.

D.    Tafsir ibnu katsir
Ibnu Katsir menjelaskan mengenai QS al-Isra ayat 26-27 dimana beliau menyebutkan tentang berbakti kepada kedua orang tua itu diiringi dengan berbuat baik kepada kaum kerabat dan bersilaturahmi.
Dalam surah al-isra ayat 26 setelah perintah memberi nafkah, Allah melarang atas sikap berlebih-lebihan dalam memberi nafkah(membelanjakan harta), tetapi dianjurkan ialah pertengahan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak pula (kikir).... (QS. Al-Furqan aya 67)

Kemudian Allah Swt. Berfirman dalam menanamkan rasa antipati terhadap sikap pemborosan dan berlebih-lebihan.

Artinya:
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara--saudara setan. (QS. Al-Isra Ayat 27)


Yang dimaksud dengan saudara setan disini yaitu tindakan dan sikap mereka serupa dengan sepak terjang syaitan. Ibnu Mas’ud mengatakaan bahwa istilah Tabzir berarti membelanjakan harta bukan pada jalan yang benar. Hal yang sama dikatakan oleh ibn Abbas.

E.    Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan dari berbagai macam tafsir di atas dapat ditari kesimpulan jika surah al-Isra ayat 26-27 menerangkan tentang perintah berbagi dengan yang terdekat dan larangan dalam pemborosan harta. Dimana dengan memberikan hak kaum kerabat, orang miskin, ibnu sabil, dll. Termasuk dalam pendistribusian harta sehingga memupukan jarak antara si kaya dan si miskin, dikarnakan memang rezeki setiap orang itu berbeda-beda. Dan sebelum menafkahi yang jauh nafkahi dulu yang dekat yang tentu saja kita juga sering repotkan dan minta bantuan kepadanya.
Surah al-israh juga menjelaskan dengan jelas larang dalam berbuat borong, dimana dalam ayat 27 dijelaskan derajat orang boros yang dikategorikan sahabat syaitan. Beberapa tafsir memang berbeda dalam mengartikan kata  ada yang mengartikannya dengan saudara, sahabat, teman karib. Dari berbagai perbedaan itu tetap dapat dilihat isi yang terkandung adalah hubungan yang erat antara pemboros dengan syaitan. Itu menunjukkan betapa rendahnya derajat seorang pemboros sampai-sampai dikatakan sebagai teman syaitan yang karib, yang jelas keingkarannya terhadap tuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar