Selasa, 15 Maret 2016

TAFSIR AYAT RIBA (ALBAQARAH: 278)



Nama : Sri Hartanti
Nim   : 1414231113
Tema : Riba
Tugas mandiri Ayat Tafsir Ekonomi
Perbankan Syariah 3/4                    
                                   KONSUMSI                                       
v  Menurut Tafsir Al-Azhar
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(Q.S Al-Baqarah(2):278)
Orang yang beriman adalah orang yang diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama manusia. Yang kaya kalau hendak memberi piutang,tidaklah bermaksud hendak memeras keringat dan tenaga sesama manusia. Yang miskin mengelak jauh-jauh daripada memberi kesempatan orang kaya memeras dirinya. Dan didalam ayat ini diperingatkan Tuhan orada orang-orang yang beriman setelah masyarakat muslim berbentuk di madinah,kalau masih ada sisa-sisa hidup dengan riba itu,mulai sekarang hendaklah hentikan.
Menurut riwayat yang dirawihkan oleh ibnu jarir dan ibnu mundzir dan ibnu abi hatim daripada as-Suddi,,ayat ini diturunkan adalah berkenaan dengan diri paman Nabi s.a.w sendiri adalah Abbas biin Abdul Muthalib. Beiau d zaman jahiliyah mendirikan satu perkongsian dengan seorang dari Bani al-Mughirah,yang mata usaha mereka adalah menternakkan uangn (makan riba). Mereka pernah meminjamkan uang kepada seorang dari Bani Tsaqif di Thaif. Kemudian Abbas masuk islam. (Beliau hijrah ke Madiah,dan di tengah jalan berselobok dengan tentara Rasulullah SAW yang akan menaklukkan Makkah di bawah pimpinan Rasulullah sendiri,di waktu itulah beliau dengan resmi menyatakan diri telah Islam-penulis Tafsir). Setelah datang zaman islam,datanglah peraturan ini. Yaitu bahwa sisa-sisa riba jahiliyah itu ditinggalkan sama sekali. Artinya orang yang berhutang di Thaif itu tidak perlu lagi memberikan bunga riba itu,cukup di berikan seberapa banyak yang dihutangnya dahulu tu saja. Kalau kamu telah mengaku termasuk oragng beriman,tinggalkan pekerjaan itu sama sekali. Itulah tanda beriman,sebab cinta kepada harta telah kamu ganti dengan cinta kepada Allah.
v  Menurut Tafsir Al-Mishbah
            Jika demikian menonjol perbedaan antara yang melakukan praktek riba,dengan yang beriman dan beramal sholeh,melaksanakan sholat dan menunaikan zakat,maka sungguh tepat bila ayat ini mengandung orang-orang beriman yang selama ini masih memiliki keterkaitan dengan praktek riba, agar segera meninggalkannya,sambil mengancam mereka yang enggan.
            Bertakwalah kepada Allah,yakni hindarilah siksa Allah,atau hindari jatuhnya sanksi dri Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha berat siksa-Nya. Menghindari hal itu,antara lain dengan menghindari hal itu,antara lain dengan menghindari praktek riba,bahkan meninggalkan sisa-sisanya.
Tinggalkan sisa riba,yakni yang belum dipungut.Al-Abbas,paman Nabi Muhammad saw,bersama seorang keluarga Bani al-Mughirah bekerja sama mengutangi orang-orng dari kabilah Tsaqif secara riba.setelah turunnya larangan riba,mereka masih memiliki sisa harta yang belum mereka tarik,maka ayat ini melarang mereka mengambil sisa riba yang belum mereka pungut dan membolehkan mereka mengambil modal mereka.ini jika kamu beriman. Penutup ayat ini mengisyaratkan bahwa riba tidak menyatu dengan iman dalam diri seseorang. Jika seseorang melakukan praktek riba,maka itu bermakna ia tidak percaya kepada Allah dan janji-janji-Nya. Dan bila demikian,perang tidak dapat dielakkan. Karena itu ayat berikut mengumumkan perang itu.
v  Menurut Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat yang sekarang dibahas,berkisar pada masalah riba,karena orang yang berbuat riba itu mengambil harta tanpa adanya imbalan yang memadai. Riba itu terbagi menjadi dua bagian: Riba Fadhal dan Riba Nasi’ah. Sebelum dikemukakan penafsiran ayat diatas,terlebih dahulu dijelaskan pengertian riba dalam peristilahan Islam. Dijelaskan pula riba yang dikenal pada waktu Al-Qur’an diturunkan,dan bagaimana pula bentuknya. Sehingga duduk permasalahannya dapat kita pahami. Setelah itu,akan dikemukakan rahasia diharamkannya riba dalam pandangan Islam..
1.      Riba Nasi’ah
Yakni memberikan sejumlah utang yang akan dibayar dalam jangka waktu tertentu,misalnya sebulan,setahun, tetapi disyaratkan membayar tambahan (Bunga) sebagai ganti waktu dari pemakaian uang itu (dalam istilah perbankan disebut kredit). System inilah yang dipakai oleh bank-bank,dan jenis inilah menurut nash diharamkan oleh Al-Qur’an. Cara-cara sperti ini juga sudah dikenal pada masa hjahiliyah ketika Al-Qur’an diturunkan. Ibnu jarir mengatakan,” Di masa jahiliyah,seseorang memeberikan utang kepada orang lain,yang sah pembayarannya sudah tiba, dan pihak mempunyai uang menagih, tetapi orang yang berutang mengatakan “Tangguhkanlah pembayaran utangku, dan aku akan menambahkan (menambah bunga)uangmu,lalu keduanya setuju. Demikianlah yang disebut sebagai riba nasi’ah(adh’afan mudha’afah). Kemudian, Allah melarangperbuatan seperti itu lagi,ketikaia sudah memasuki Islam. Melakukan muamalah seperti ini, berarti melakukan perbuatan dosa besar, bahkan didalam hadits Nabidinytkn “Semoga Allah melaknat pemakan riba,wakilnya,penulisnya dan saksinya.
2.      Riba Fadhal
Jenis ini berlaku dalam hal jual beli sesuatu dengan sesuatu yang sejenis, disertai tambahan dari satu pihak kepadapiha lainnya. Misalnya seseorang memiliki sepuluh kati gandum india,kemudian dtukar dengan tiga belas kati gandum Mesir. Atau satu kintal arang inggris ditukar dengan setengah kintal  itallia. Atau ,satu kati anggur mesir ditukar dengan satu seperempat kati anggur ari Azmir (Turki). Demikianlah seterusnya dalam hal-hal yang bisa ditimbang. Melakukan riba jenis ini, hukumnya juga haram,hanya tingkat dosanya lebih ringan dibandingkan riba jenis pertama.

Ø  Rahasia diharamkannya Riba
            Banyak umat islam belajar dinegara-negara Barat yang memliki peradaban dan kemajuan. Disana, mereka belajar berbagai ilmu pengetahuan. Lalu mereka ini berkesimulan bahwa keharaman riba dalam islam merupakan satu-satunya penghalang yang menghambat bersaingnya umat islam untuk bia  duduk sejajar dengan negara-negara barat, dalam hal banaknya harta,yang hal ini merupakan penyebab dan sumber kekuatan serta kejayaan di abad modern ini. Mereka mengemukakan alasan, bahwa penyebab kefakiran umat islam dan hilangnya harta mereka ke tangan orang-orang asing, adalah karena diharamkannya riba. Lantaran terdesak, mereka berupaya meminjam uang dari orang-orang asing dengan bunga yng tinggi,sedang kaum Muslimin yang kaya, tidak mau memasang bunga jika meminjamkan ung kepada orang lain. Sebagai akibatnya, harta siikaya  tidak pernah  bertambah,sedang harta si miskin semakin habis.
            Mereka ini,secara tidak langsung telah menyimpulkan bahwa agama merupakan penghalang dan penghambat kelancaran sesuatu yang aling penting dalam pembangunan social. Namun argumentasi mereka sangat lemah,bahkn lebih lemah dibandingkan serat laba-laba. Apa yang mereka alamatkan hanyalah ilusi yang datang dari setan, tidak mereka saring lebih dahulu,tetapi langsung mereka arahkan. Memang keaadaan kaum muslimin dimasa sekarang ini,sudah tidak menjadikan agama sebagai hakim dalam cara kerja dan berusaha. Sebab,andaikata mereka berpegang teguh pada agamanya,sudah tentu mereka tidak akn menjalankan riba. Juga tidak akan membiarkan harta mereka menjadi gharimah bagi orang-orang asing. Yang menjadi pertanyaan, apabila mereka telah meninggalkan riba demi agama, maka apakah mereka juga mninggalkan industry dan perdagangan demi agama pula. Padahal, umat lainnya telah jauh meninggalkan kita.mereka jauh lebih ahli dalam hal-hal tersebut. Lalu kenapa kaum muslimin tidak mu menekuni semua bidang usaha agar kita bisa menyusul ketinggaalan selama ini karena adanya usaha yang diharamkan itu,bukankah agama kita memerintah dan menganjurkan agar berada digaris terdepan  dalam semua bidang keahlian?
            Pada hakikatnya,umat islam sekarang telah bersikap menjauhi agama dan mengenyahkannya. Yang ada pada mereka saat ini adalah sikap taklid terhadap kebiasaan yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Padahal agama bukan merupakan penghalang bagi kemajuan mereka. Bahkan islam merupakan agama yang paling sempurna dalam menganjurkan para penganutnya untuk berbuat dan berusaha, sebagaimana diisyaratkan di dalam firman Allah berikut ini:
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9sŒ (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ    
Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.(Al-Mulk,67:15)
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ  
Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.(Al-Jumu’ah,62:10).
            Umat islam takkan bisa terangkat kecuali dengan agama. Dan kejatuhan umat islam,setelah sebelumnya merka angkat adalah mereka meninggalkan agama yang dibarengi dengan ketololan mereka sendiri dalam mencari sebab yang mengakibatkan mereka mundur.bahkan lebih konyol lagi,mereka beranggapan bahwa kemajuan itu berarti kemunduran dalam agama. Seadainya pemerintahan kita dan individu-individunya mau menuruti ajaran agama dan tidak lagi menjalankan riba beserta orang-orang asing,maka harta kita tidak akan habis dan milik kita akan utuh,dan kita jadikan agama sebagai pelindung.
            Riba adalah masalah social yang paling besar, agama-agama samai yang tiga : yahudi,nasrani dan islam, telah sepakat bahwa hal itu merupakan masalah social yang sangat besar. Namun, orang-orang selain islam berbeda pendirian dalam hal ini kaum yahudi menjalankan riba dengan kaum selain mereka dan antar mereka sendiri.
Dalam hal ini umat islam berhasil menahan diri dari perbuatan riba ini. Namun, pada akhirnya mereka mengikuti juga jejak orang-orang dari agama lain. Bahkan,di abad modern ini riba telah tersiar diseluruh wilayah islam. Yang menjdi sebab mereka meniru cara-cara ini,adalah karena penguasa mereka. Bahkan sering terjadi, pemerintah mewajibkan kepada masyarakat untuk melakukan kontak dengan urusan riba,karena dengan cara itu pemerintah bisa memungut pajak ke kas negara. Agama dianggap tidak mampu lagi membendung kehendak para pemeluknya agar tidak melakukan riba. Seakan, riba merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh mereka.
Mungkin,kita bisa meringkas sebab-sebab diharamkannya riba oleh agama dalam beberapa butir sebagai berikut :
1.      Riba bisa menghambat seseorang dalam mengambil profesi  yang sebenarnya,seperti berbagai jenis keahlian dan perindustrian, maksudnya, orang yang mempunyai uang dan bisa mengembangkan kekayaannya dengan jalan riba,maka orang tersebut akan meremehkan kerja. Sebab, alur rezeki dapat merekka tempuh melalui riba itu. Lalu, ia terbiasa dengan kemalasan,dan membenci pekerjaan. Yang menjadi tujuan adalah mengeruk harta kekayaan orang lain dengan cara batil dan tidak dbenarkan agama. Kian hari,ambisinya ini semakin menjadi. Apa saja yang bisa mereka ambil, dilahapnya dngn rakus.dalam hatinya,sama sekali tidak ada perasaan belas kasihan terhadap kaum fakir miskin atau kaum yang membutuhkan.menurut kebiasaan, orang yang menjalankan riba ini akan semakin tamak dalam melahap harta yang tidak halal. Hal itu terus dilakukan,meski ketika musim peceklik tiba,atau sedang berkecamuk peperangan,yang kebutuhan pangan sangat dibutuhkan. Sehingga dengan terpaksa si fakir miskin berhutang kepada mereka yang pada hakikatnya suka menghisap darah dan melayap sisa-sisa harta mereka yang tertinggal.
2.      Riba bisa melahirkan permusuhan, saling membenci,bertengkar dan saling baku hantam. Sebab, riba itu mencabut perasaan balas kasihan dari hati, dan mencemarkan harga diri,lantaran riba, perasaan saling tolong menolong akhirnya menjadi lenyap sbagai gantinya adaah rasa kejam dan sadis yang tak ber perikemanusiaan. Sehingga,apabila terdapat seorang miskin yang kelaparan,tidak ada seorang pun yang mau menolongnya untuk memberikan makanan guna menutupi kelaparannya itu, karena riba juga,negara-negara maju,banyak dilanda musibah social. Sering kali kaum pekerja mngadakan demonstrasi terhadap para pemilik modal, dan melakukan mogok kerja.
Sejak berkembangnya perbuatan riba di Mesir,rasa saling menolong masyaraktnya sudah mulai melemah,termasuk perasaan belas kasihan mereka. Sampai-sampai.,seorang tidak bisa dipercaya kepada teman yang paling dekat sekalipun. Juga tidak mau memberikan utang tanpa adanya saksi-saksi dan adanya jaminan surat berharga. Disamping itu orang yang berutang menegskan kepada pihak yang memberi utang agar jangan membicarakan ihwalnya kepada orang lain meski orang yang diutangi itu adalah orang asing yang tidak dikenalnya. Ia juga meminta padanya agar jangan melaporkan kepada pihak kehakiman dalam memperoleh haknya kembali nanti.
3.      Allah swt. Menggariskan cara mu’amalah antar sesama orang dalam hal bisnis. Mereka,antara satu pihak dengan pihak lain,dibolehkan mengambil keuntungan,sebagai ganti rugi barang jualannya. Tetapi di dalam riba,uang diambil tanpa adanya pengganti, dan ini merupakan salah satu perbuatan zhalim, sebab, seseorang mempunyai hak dan larangan. Karenanya, tidak dibolehkan mengambil dan menguasainya selain pemiliknya, baik dengan cara paksa atau dengan cara yang tidak diperkenankan oleh syari’at agama. Rasulullah bersabda, “ Haramnya harta seseorang (kepada orang lain) sama dengan keharaman darahnya”. Disamping itu, tidak dibolehkan mengambil kelebihan harta yang diupayakan dengan cara riba sebagai pengganti diamnya harta (uang) di tangan orang yang berutang. Dengan alasan, jika uang itu masih berada di tangan orang yang memberi utang,maka uang tersebut bisa dijadikan sebagai modal berdagang atau bertani,dan lain sebagainya. Sebab tidak diperkenankan,karena mungkin hal itu tidak terjadi dan apabila ia lakukan benar-benar, untuk tujuan pengembangan, maka belum tentu hasilnya menguntungkan. Sedangkan riba hasil meminjamkan uang, adalah sesuatu yang sudah bisa dipastikan keuntungannya. Karenanya,tidak dibolehkan membandingkan antara sesuatu yang sudah pasti dengan sesuatu yang belum pasti.
Ø  Demikianlah nash-nash di sekitar riba,diurutkan berdasarkan urutan sejarah.
Kini,pembaca tentu bisa melihat adanya kelompok orang yang menduga bahwa islam membedakan antara riba fahisyah (dengan laba berlipat dibanding modalnya), dan jenis riba lainnya.(yang berpendapat seperti ini adalah kelompok terpelajar yang tidak mendalami Al-Qur’an). Secara langsung,pendirian seperti ini tidak saja bertentangan dengan ijma’ kaum muslimin,bahkan sikap mereka ini merupakan sikap tidak sehat, karena mereka telah membalikkan syari’at islam yang sempurna dan tatanan akhlak yang mulia menjadi jelek. Bahkan, mereka telah membalikkan sejarah jika mengharap nash ketiga ini merupakan putaran terakhir pengharaman riba. Padahal,hakikat nash ketiga ini hanya merupakan langkah peralihan syari’at yang masih berkelanjutan,yang dalam hal ini tidak ada seorang ahli hadits, fiqh atau tafsir pun yang berbeda pendapat.
Katakana saja misalnya,bahwa nash putaran ketiga ini sebagai ketetapan terakhir masalah riba. Lalu, bukankah kita masih menjumpai laba juga,dalam permasalahan mereka yang membedakan antara riba fahisyah dengan lainnya sekalipun lebih kurang dengan modal,terlebih lagi jika leih besar dari modal ?
Pokok masalahnya, sebenarnya,tidak ada dalil dalam ayat ini yang meujukkan bahwa syari’at utama mengenai riba yang diharamkan adalah yang berlipat-lipat labanya. Jadi,tidak seperti pemahaman orang yang mengatakan adh’afan adalah sifat modalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar