Nama
: Sri Hartanti
Nim : 1414231113
Tema
: Riba
Tugas
mandiri Ayat Tafsir Ekonomi
Perbankan
Syariah 3/4
KONSUMSI
v Menurut Tafsir
Al-Azhar
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(Q.S
Al-Baqarah(2):278)
Orang
yang beriman adalah orang yang diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama
manusia. Yang kaya kalau hendak memberi piutang,tidaklah bermaksud hendak
memeras keringat dan tenaga sesama manusia. Yang miskin mengelak jauh-jauh
daripada memberi kesempatan orang kaya memeras dirinya. Dan didalam ayat ini
diperingatkan Tuhan orada orang-orang yang beriman setelah masyarakat muslim
berbentuk di madinah,kalau masih ada sisa-sisa hidup dengan riba itu,mulai
sekarang hendaklah hentikan.
Menurut
riwayat yang dirawihkan oleh ibnu jarir dan ibnu mundzir dan ibnu abi hatim
daripada as-Suddi,,ayat ini diturunkan adalah berkenaan dengan diri paman Nabi
s.a.w sendiri adalah Abbas biin Abdul Muthalib. Beiau d zaman jahiliyah
mendirikan satu perkongsian dengan seorang dari Bani al-Mughirah,yang mata
usaha mereka adalah menternakkan uangn (makan riba). Mereka pernah meminjamkan
uang kepada seorang dari Bani Tsaqif di Thaif. Kemudian Abbas masuk islam.
(Beliau hijrah ke Madiah,dan di tengah jalan berselobok dengan tentara
Rasulullah SAW yang akan menaklukkan Makkah di bawah pimpinan Rasulullah
sendiri,di waktu itulah beliau dengan resmi menyatakan diri telah Islam-penulis
Tafsir). Setelah datang zaman islam,datanglah peraturan ini. Yaitu bahwa
sisa-sisa riba jahiliyah itu ditinggalkan sama sekali. Artinya orang yang
berhutang di Thaif itu tidak perlu lagi memberikan bunga riba itu,cukup di
berikan seberapa banyak yang dihutangnya dahulu tu saja. Kalau kamu telah
mengaku termasuk oragng beriman,tinggalkan pekerjaan itu sama sekali. Itulah
tanda beriman,sebab cinta kepada harta telah kamu ganti dengan cinta kepada
Allah.
v Menurut Tafsir
Al-Mishbah
Jika demikian menonjol perbedaan
antara yang melakukan praktek riba,dengan yang beriman dan beramal
sholeh,melaksanakan sholat dan menunaikan zakat,maka sungguh tepat bila ayat
ini mengandung orang-orang beriman yang selama ini masih memiliki keterkaitan
dengan praktek riba, agar segera meninggalkannya,sambil mengancam mereka yang
enggan.
Bertakwalah kepada Allah,yakni
hindarilah siksa Allah,atau hindari jatuhnya sanksi dri Allah, Tuhan Yang Maha
Perkasa lagi Maha berat siksa-Nya. Menghindari hal itu,antara lain dengan
menghindari hal itu,antara lain dengan menghindari praktek riba,bahkan
meninggalkan sisa-sisanya.
Tinggalkan
sisa riba,yakni yang belum dipungut.Al-Abbas,paman Nabi Muhammad saw,bersama
seorang keluarga Bani al-Mughirah bekerja sama mengutangi orang-orng dari
kabilah Tsaqif secara riba.setelah turunnya larangan riba,mereka masih memiliki
sisa harta yang belum mereka tarik,maka ayat ini melarang mereka mengambil sisa
riba yang belum mereka pungut dan membolehkan mereka mengambil modal mereka.ini
jika kamu beriman. Penutup ayat ini mengisyaratkan bahwa riba tidak menyatu
dengan iman dalam diri seseorang. Jika seseorang melakukan praktek riba,maka
itu bermakna ia tidak percaya kepada Allah dan janji-janji-Nya. Dan bila
demikian,perang tidak dapat dielakkan. Karena itu ayat berikut mengumumkan
perang itu.
v Menurut Tafsir
Al-Maraghi
Dalam
ayat yang sekarang dibahas,berkisar pada masalah riba,karena orang yang berbuat
riba itu mengambil harta tanpa adanya imbalan yang memadai. Riba itu terbagi
menjadi dua bagian: Riba Fadhal dan Riba Nasi’ah. Sebelum dikemukakan
penafsiran ayat diatas,terlebih dahulu dijelaskan pengertian riba dalam
peristilahan Islam. Dijelaskan pula riba yang dikenal pada waktu Al-Qur’an
diturunkan,dan bagaimana pula bentuknya. Sehingga duduk permasalahannya dapat
kita pahami. Setelah itu,akan dikemukakan rahasia diharamkannya riba dalam
pandangan Islam..
1.
Riba
Nasi’ah
Yakni
memberikan sejumlah utang yang akan dibayar dalam jangka waktu
tertentu,misalnya sebulan,setahun, tetapi disyaratkan membayar tambahan (Bunga)
sebagai ganti waktu dari pemakaian uang itu (dalam istilah perbankan disebut
kredit). System inilah yang dipakai oleh bank-bank,dan jenis inilah menurut
nash diharamkan oleh Al-Qur’an. Cara-cara sperti ini juga sudah dikenal pada
masa hjahiliyah ketika Al-Qur’an diturunkan. Ibnu jarir mengatakan,” Di masa
jahiliyah,seseorang memeberikan utang kepada orang lain,yang sah pembayarannya
sudah tiba, dan pihak mempunyai uang menagih, tetapi orang yang berutang
mengatakan “Tangguhkanlah pembayaran utangku, dan aku akan menambahkan
(menambah bunga)uangmu,lalu keduanya setuju. Demikianlah yang disebut sebagai
riba nasi’ah(adh’afan mudha’afah). Kemudian, Allah melarangperbuatan seperti
itu lagi,ketikaia sudah memasuki Islam. Melakukan muamalah seperti ini, berarti
melakukan perbuatan dosa besar, bahkan didalam hadits Nabidinytkn “Semoga Allah
melaknat pemakan riba,wakilnya,penulisnya dan saksinya.
2.
Riba
Fadhal
Jenis
ini berlaku dalam hal jual beli sesuatu dengan sesuatu yang sejenis, disertai
tambahan dari satu pihak kepadapiha lainnya. Misalnya seseorang memiliki
sepuluh kati gandum india,kemudian dtukar dengan tiga belas kati gandum Mesir.
Atau satu kintal arang inggris ditukar dengan setengah kintal itallia. Atau ,satu kati anggur mesir ditukar
dengan satu seperempat kati anggur ari Azmir (Turki). Demikianlah seterusnya
dalam hal-hal yang bisa ditimbang. Melakukan riba jenis ini, hukumnya juga
haram,hanya tingkat dosanya lebih ringan dibandingkan riba jenis pertama.
Ø Rahasia
diharamkannya Riba
Banyak umat islam belajar
dinegara-negara Barat yang memliki peradaban dan kemajuan. Disana, mereka
belajar berbagai ilmu pengetahuan. Lalu mereka ini berkesimulan bahwa keharaman
riba dalam islam merupakan satu-satunya penghalang yang menghambat bersaingnya
umat islam untuk bia duduk sejajar
dengan negara-negara barat, dalam hal banaknya harta,yang hal ini merupakan
penyebab dan sumber kekuatan serta kejayaan di abad modern ini. Mereka
mengemukakan alasan, bahwa penyebab kefakiran umat islam dan hilangnya harta
mereka ke tangan orang-orang asing, adalah karena diharamkannya riba. Lantaran
terdesak, mereka berupaya meminjam uang dari orang-orang asing dengan bunga yng
tinggi,sedang kaum Muslimin yang kaya, tidak mau memasang bunga jika
meminjamkan ung kepada orang lain. Sebagai akibatnya, harta siikaya tidak pernah
bertambah,sedang harta si miskin semakin habis.
Mereka ini,secara tidak langsung
telah menyimpulkan bahwa agama merupakan penghalang dan penghambat kelancaran
sesuatu yang aling penting dalam pembangunan social. Namun argumentasi mereka
sangat lemah,bahkn lebih lemah dibandingkan serat laba-laba. Apa yang mereka
alamatkan hanyalah ilusi yang datang dari setan, tidak mereka saring lebih
dahulu,tetapi langsung mereka arahkan. Memang keaadaan kaum muslimin dimasa sekarang
ini,sudah tidak menjadikan agama sebagai hakim dalam cara kerja dan berusaha.
Sebab,andaikata mereka berpegang teguh pada agamanya,sudah tentu mereka tidak
akn menjalankan riba. Juga tidak akan membiarkan harta mereka menjadi gharimah
bagi orang-orang asing. Yang menjadi pertanyaan, apabila mereka telah
meninggalkan riba demi agama, maka apakah mereka juga mninggalkan industry dan
perdagangan demi agama pula. Padahal, umat lainnya telah jauh meninggalkan
kita.mereka jauh lebih ahli dalam hal-hal tersebut. Lalu kenapa kaum muslimin
tidak mu menekuni semua bidang usaha agar kita bisa menyusul ketinggaalan
selama ini karena adanya usaha yang diharamkan itu,bukankah agama kita
memerintah dan menganjurkan agar berada digaris terdepan dalam semua bidang keahlian?
Pada hakikatnya,umat islam sekarang
telah bersikap menjauhi agama dan mengenyahkannya. Yang ada pada mereka saat
ini adalah sikap taklid terhadap kebiasaan yang mereka warisi dari nenek moyang
mereka. Padahal agama bukan merupakan penghalang bagi kemajuan mereka. Bahkan
islam merupakan agama yang paling sempurna dalam menganjurkan para penganutnya
untuk berbuat dan berusaha, sebagaimana diisyaratkan di dalam firman Allah
berikut ini:
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ
Artinya
: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.(Al-Mulk,67:15)
#sÎ*sù
ÏMuÅÒè%
äo4qn=¢Á9$#
(#rãϱtFR$$sù
Îû
ÇÚöF{$#
(#qäótGö/$#ur
`ÏB
È@ôÒsù
«!$#
(#rãä.ø$#ur
©!$#
#ZÏWx.
ö/ä3¯=yè©9
tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya
: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.(Al-Jumu’ah,62:10).
Umat islam takkan bisa terangkat
kecuali dengan agama. Dan kejatuhan umat islam,setelah sebelumnya merka angkat
adalah mereka meninggalkan agama yang dibarengi dengan ketololan mereka sendiri
dalam mencari sebab yang mengakibatkan mereka mundur.bahkan lebih konyol
lagi,mereka beranggapan bahwa kemajuan itu berarti kemunduran dalam agama.
Seadainya pemerintahan kita dan individu-individunya mau menuruti ajaran agama
dan tidak lagi menjalankan riba beserta orang-orang asing,maka harta kita tidak
akan habis dan milik kita akan utuh,dan kita jadikan agama sebagai pelindung.
Riba adalah masalah social yang
paling besar, agama-agama samai yang tiga : yahudi,nasrani dan islam, telah
sepakat bahwa hal itu merupakan masalah social yang sangat besar. Namun,
orang-orang selain islam berbeda pendirian dalam hal ini kaum yahudi
menjalankan riba dengan kaum selain mereka dan antar mereka sendiri.
Dalam
hal ini umat islam berhasil menahan diri dari perbuatan riba ini. Namun, pada
akhirnya mereka mengikuti juga jejak orang-orang dari agama lain. Bahkan,di
abad modern ini riba telah tersiar diseluruh wilayah islam. Yang menjdi sebab
mereka meniru cara-cara ini,adalah karena penguasa mereka. Bahkan sering
terjadi, pemerintah mewajibkan kepada masyarakat untuk melakukan kontak dengan
urusan riba,karena dengan cara itu pemerintah bisa memungut pajak ke kas negara.
Agama dianggap tidak mampu lagi membendung kehendak para pemeluknya agar tidak
melakukan riba. Seakan, riba merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
mereka.
Mungkin,kita
bisa meringkas sebab-sebab diharamkannya riba oleh agama dalam beberapa butir
sebagai berikut :
1. Riba
bisa menghambat seseorang dalam mengambil profesi yang sebenarnya,seperti berbagai jenis
keahlian dan perindustrian, maksudnya, orang yang mempunyai uang dan bisa
mengembangkan kekayaannya dengan jalan riba,maka orang tersebut akan meremehkan
kerja. Sebab, alur rezeki dapat merekka tempuh melalui riba itu. Lalu, ia
terbiasa dengan kemalasan,dan membenci pekerjaan. Yang menjadi tujuan adalah
mengeruk harta kekayaan orang lain dengan cara batil dan tidak dbenarkan agama.
Kian hari,ambisinya ini semakin menjadi. Apa saja yang bisa mereka ambil,
dilahapnya dngn rakus.dalam hatinya,sama sekali tidak ada perasaan belas
kasihan terhadap kaum fakir miskin atau kaum yang membutuhkan.menurut
kebiasaan, orang yang menjalankan riba ini akan semakin tamak dalam melahap
harta yang tidak halal. Hal itu terus dilakukan,meski ketika musim peceklik
tiba,atau sedang berkecamuk peperangan,yang kebutuhan pangan sangat dibutuhkan.
Sehingga dengan terpaksa si fakir miskin berhutang kepada mereka yang pada
hakikatnya suka menghisap darah dan melayap sisa-sisa harta mereka yang
tertinggal.
2. Riba
bisa melahirkan permusuhan, saling membenci,bertengkar dan saling baku hantam.
Sebab, riba itu mencabut perasaan balas kasihan dari hati, dan mencemarkan
harga diri,lantaran riba, perasaan saling tolong menolong akhirnya menjadi
lenyap sbagai gantinya adaah rasa kejam dan sadis yang tak ber perikemanusiaan.
Sehingga,apabila terdapat seorang miskin yang kelaparan,tidak ada seorang pun
yang mau menolongnya untuk memberikan makanan guna menutupi kelaparannya itu,
karena riba juga,negara-negara maju,banyak dilanda musibah social. Sering kali
kaum pekerja mngadakan demonstrasi terhadap para pemilik modal, dan melakukan
mogok kerja.
Sejak
berkembangnya perbuatan riba di Mesir,rasa saling menolong masyaraktnya sudah
mulai melemah,termasuk perasaan belas kasihan mereka. Sampai-sampai.,seorang
tidak bisa dipercaya kepada teman yang paling dekat sekalipun. Juga tidak mau
memberikan utang tanpa adanya saksi-saksi dan adanya jaminan surat berharga.
Disamping itu orang yang berutang menegskan kepada pihak yang memberi utang
agar jangan membicarakan ihwalnya kepada orang lain meski orang yang diutangi
itu adalah orang asing yang tidak dikenalnya. Ia juga meminta padanya agar
jangan melaporkan kepada pihak kehakiman dalam memperoleh haknya kembali nanti.
3. Allah
swt. Menggariskan cara mu’amalah antar sesama orang dalam hal bisnis.
Mereka,antara satu pihak dengan pihak lain,dibolehkan mengambil keuntungan,sebagai
ganti rugi barang jualannya. Tetapi di dalam riba,uang diambil tanpa adanya
pengganti, dan ini merupakan salah satu perbuatan zhalim, sebab, seseorang
mempunyai hak dan larangan. Karenanya, tidak dibolehkan mengambil dan
menguasainya selain pemiliknya, baik dengan cara paksa atau dengan cara yang
tidak diperkenankan oleh syari’at agama. Rasulullah bersabda, “ Haramnya harta
seseorang (kepada orang lain) sama dengan keharaman darahnya”. Disamping itu,
tidak dibolehkan mengambil kelebihan harta yang diupayakan dengan cara riba
sebagai pengganti diamnya harta (uang) di tangan orang yang berutang. Dengan
alasan, jika uang itu masih berada di tangan orang yang memberi utang,maka uang
tersebut bisa dijadikan sebagai modal berdagang atau bertani,dan lain
sebagainya. Sebab tidak diperkenankan,karena mungkin hal itu tidak terjadi dan
apabila ia lakukan benar-benar, untuk tujuan pengembangan, maka belum tentu
hasilnya menguntungkan. Sedangkan riba hasil meminjamkan uang, adalah sesuatu
yang sudah bisa dipastikan keuntungannya. Karenanya,tidak dibolehkan
membandingkan antara sesuatu yang sudah pasti dengan sesuatu yang belum pasti.
Ø Demikianlah
nash-nash di sekitar riba,diurutkan berdasarkan urutan sejarah.
Kini,pembaca tentu bisa melihat adanya kelompok
orang yang menduga bahwa islam membedakan antara riba fahisyah (dengan laba
berlipat dibanding modalnya), dan jenis riba lainnya.(yang berpendapat seperti
ini adalah kelompok terpelajar yang tidak mendalami Al-Qur’an). Secara
langsung,pendirian seperti ini tidak saja bertentangan dengan ijma’ kaum
muslimin,bahkan sikap mereka ini merupakan sikap tidak sehat, karena mereka
telah membalikkan syari’at islam yang sempurna dan tatanan akhlak yang mulia
menjadi jelek. Bahkan, mereka telah membalikkan sejarah jika mengharap nash
ketiga ini merupakan putaran terakhir pengharaman riba. Padahal,hakikat nash
ketiga ini hanya merupakan langkah peralihan syari’at yang masih
berkelanjutan,yang dalam hal ini tidak ada seorang ahli hadits, fiqh atau
tafsir pun yang berbeda pendapat.
Katakana saja misalnya,bahwa nash putaran ketiga ini
sebagai ketetapan terakhir masalah riba. Lalu, bukankah kita masih menjumpai
laba juga,dalam permasalahan mereka yang membedakan antara riba fahisyah dengan
lainnya sekalipun lebih kurang dengan modal,terlebih lagi jika leih besar dari
modal ?
Pokok masalahnya, sebenarnya,tidak ada dalil dalam
ayat ini yang meujukkan bahwa syari’at utama mengenai riba yang diharamkan
adalah yang berlipat-lipat labanya. Jadi,tidak seperti pemahaman orang yang
mengatakan adh’afan adalah sifat modalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar