Senin, 14 Maret 2016

TAFSIR AYAT EKONOMI KONSUMSI (THAHA AYAT 81)



Nama              :Tanty Tanjihatul K.U
Nim                 : 1414231118
Smt/Jurusan  : 4/Perbankan Syariah (PS 3)
Mata Kuliah  : Tafsir Ayat Ekonomi


KONSUMSI
(Hewan Ternak)



كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَن يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَىٰ
 
 makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia. (thaha:81)
Pengertian Konsumsi
            Konsumsi adalah suatu kegiatan manusia yang mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan, baik secara berangsur-angsur maupun sekaligus. Konsumsi berasal dari bahasa Belanda (consuptie) yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, barang maupun jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan.
            Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia, sebab pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan. Dalam sistem perekonomian konsumsi memainkan peranan penting, adanya konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakan roda-roda perekonomian. Tujuan konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Maka disini saya mencoba memaparkan konsumsi berdasarkan Al-Quran.
Q.S. Al-An’am ayat 142
Artinya: “Dan diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkut dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
v  Menurut Tafsir Al-Misbah
Seperti terbaca diatas, ayat ini berbicara tentang makanan. Sehubungan dengan ayat yang lalu, ayat ini menyatakan dan hanya Allah yang semata-mata menciptakan dari jenis binatang ternak, yaitu unta, sapi, domba dan kambing, yang manfaatnya sangat banyak, antara lain; sebagai alat pengangkut barang-barang dan rambutnya bisa digunakan sebagai alas. Makanlah sebagian rezeky yang telah di anugerahkan Allah kepada kamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, dalam segala hal termasuk menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Sesungguhnya ia terbadap kamu adalah musuh yang yang nyata permusuhannya.
Kata farsyan / alas ada juga yang memahaminya dalam arti tunggangan. Dengan demikian, ayat diatas membagi binatang tersebut kedalam dua bagian. Pertama, binatang yang besar sehingga dapat dijadikan pengangkut barang-barang berat, dan yang kedua yang hanya dapat dijadikan tunggangan. Ada pendapat lain untuk kata ini yaitu, unta yang kecil,  atau semua yang kecil dari jenis binatang ternak. Menurut mereka ternak-ternak yang kecil itu dinamakan farsy / alas, karena hampir saja tubuhnya menyentuh tanah yang terhampar sebagai alas dibumi. Ada juga yang memahaminya dalam arti yang disembelih; dalam hal ini adalah kambing, domba dan sapi. Penafsiran yang dikemukakan dalam penjelasan diatas, sejalan kandungan maknanya dengan firman-Nya: “dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS.An-Nahl 16:80).
Kita dapat berkata bahwa kata farsy, dapat menampung semua makna diatas, karena itu tidak keliru memahaminya dengan semua makna itu, dan ini merupakan salah satu keistimewaan redaksi al-quran yang dapat menampung banyak makna. Firman-Nya: janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, mengandung makna bahwa setan memiliki langkah-langkah dan tahapan-tahapan untuk menjerumuskan manusia. Dalam buku Yang Tersembunyi dikemukakan enam tahap menurun langkah-langkah setan, pertama mengajak manusia mempersekutukan Allah, kedua yaitu mengajak kepada kedurhakaan yang sifatnya bid’ah, yang pada gilirannya dapat mengantar kekufuran. Selanjutnya keperingkat ketiga, yaitu mengajak melakukan dosa besar, seperti membunuh, berzinah, dan durhaka kepada orang tua; kalau ini gagal maka peringkat ke empat, adalah mengajak melakukan dosa kecil, seperti mengganggu dalam batas yang tidak terlalu merugikan; kalau inipun tidak tercapai, maka targetnya ia turunkan ke tahap lima, yaitu mengajak manusia melakukan hal-hal yang mubah, yang dengan melakukannya manusia tidak berdosa tetapi tidak juga memperoleh ganjaran. Dan kalaupun ini gagal maka target yang terakhir yaitu yang ke enam adalah menghalangi manusia menjalani aktifitas yang banyak manfaatnya dengan mengalihkannya kepada hal-hal yang manfaatnya sedikit. Selanjutnya ayat ini menegaskan bahwa “Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu”. Tidak kurang dari sepuluh kali dalam Al-quran Allah mengingatkan bahwa setan adalah musuh manusia.
Janganlah kalian mengikuti jejak syaitan karena syaitan selalu menggoda manusia untuk mengikuti kekejian, tercela dan meyesatkan. Syaitan itu adalah musuh kalian yang terang-terangan, syaitan adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang mendorong perbuatan jahat dan dosa.
Allah berfirman:

“yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis jin) sebagian mereka membisikan kepada sebagaian yang lain perkataan-perkatan yang indah-indah untuk menipu (manusia)”. (Al-An’am:6:112)
            Secara tegas ayat tersebut melarang kepada setiap orang mengikuti kebatilan dan kejahatan, karena perbuatan tersebut merupakan bisikan syaitan. Jika seseorang dihadapkan kepada suatu permasalahan yang membutuhkan santunan fakir miskin, lalu ia berkeinginan untuk berbuat kebajikan tetapi didalam hatinya secara tiba-tiba timbul keinginan untuk berlaku hemat dan menabung kekayaan. Dalam keadaan demikian, maka ketahuilah bahwa keinginan seperti itu merupakan bisikan syaitan. Janganlah terbujuk oleh rayuan seperti itu sehingga menangguhkan amal kebajikannya hendaklah bersegeralah didalam mengeluarkan infak sesuai kebutuhan.
Q.S. Thaha ayat 81


كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَن يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَىٰ
 
 
Artinya: “Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepadamu, dan jangalah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia”.
a.      Asbabul Nuzul
Surat At-Taha ayat 81 tidak memiliki asbabun nuzul, akan tetapi memiliki munasabah atau hubungan dari ayat sebelumnya. Surat At-Taha termasuk golongan surat Makkiyah.

b.      Kandungan ayat
Pada ayat ini Allah menyuruh supaya mereka memakan diantara rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, jangan sekali-sekali mereka menyalah gunakannya, seperti menafkahkan nya dengan boros, tidak mensyukurinya, mendermakan kepada kemaksiatan. Karena jika demikian berarti mereka telah mengundang kemurkaan Allah yang akan menimpakan siksanya. Celaka dan binasalah orang-orang yang telah ditimpa kemurkaan Allah.

c.       Munasabah ayat
Pada ayat-ayat yang lalu Allah mengisahkan pertandingan Musa dan ahli-ahli sihir Firaun yang berkesudahan dengan kemenangan Musa, yang akhirnya ahli-ahli sihir itu beriman kepada Musa. Sedangkan Firaun tetap saja tidak mau tunduk menerima kebenaran. Ia dan kaumnya tetap saja keras kepala menentang yang hak, menyimpang dari jalan yang benar. Maka pada ayat-ayat yang berikut ini Allah menerangkan tenggelamnya Firaun dan tentaranya dilaut pada waktu mengejar Musa ketika Musa hendak keluar meninggalkan Mesir menuju gunung Tur. Secara etimologis (ghadabi) berarti kemarahanku. Dalam kontek ayat diatas, kata ini menggambarkan ancaman kemurkaan Allah yang akan ditimpakan kepada Bani Israil, jika mereka menolak memakan rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka dan mereka melampaui batas. Karena mereka telah diselamatkan oleh Allah dari kejaran rombongan Firaun, sudah selayaknya mereka tidak menuntut yang lebih dan melampaui batas dari apa yang diberikan oleh Allah.

*      Menurut Tafsir Ibnu Katsier
Allah SWT berfirman memperingatkan Bani Isroil akan nikmat dan karunia yang diberikan kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari kekejaman dan tindasan Firaun dan kaumnya dan bahkan memberi kepuasan kepada mereka dengan melihat bagaimana Firaun dengan bala tentaranya ditenggelamkan edalam laut tatkala mengejar mereka.
Diriwayatkan oleh Bukhori dari Inu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. Tatkala memasuki Kota Madinah, beliau mendapatkan orang0orang Yahudi pada berpuasa di hari Asyura (tanggal 10 Muharam) dan mereka ketika ditanya oleh beliau tentang puasa mereka, maka hari itu adalah hari kemenangan manusia terhadap Firaun.

*      Menurut Tafsir Jalalain
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepada kalian” yakni nikmat yang telah dilimpahkan kepada kalian (dan janganlah melampaui batas padanya) jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu (yang menyebabkan kemurkaanku menimpa kalian) bila dibaca Yahilla artinya wajib kemurkaanku menimpa kalian. Dan jika dibaca Yahulla artinya pasti kemurkaanku menimpa kalian (dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaanku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul (maka sungguh binasalah ia) terjerumuslah ia kedalam neraka.

*      Menurut Tafsir Al-Maraghi
Kami katakan kepada kalian makanlah dari kelezatan yang kami limpahkan kepada kalian itu.
Dan janganlah kalian melampaui batas dalam rezekiku dengan tidak mensyukurinya dan melanggar ketentuanku didalamnya dengan bersikap berlebihan, tidak mensyukuri dan menggunakannya untuk berbuat maksiat dan menahan hak-hak yang wajib dikeluarkan, sehingga kalian ditimpa kemurkaanku dan menerima siksaanku.
Barang siapa ditimpa kemurkaanku, maka sesungguhnya dia telah sengsara dan binasa.

Q.S. Al-Baqarah ayat 168


يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari pada yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syiatan karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

a.      Asbabul Nuzul
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa’ah , khuza’ha dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri, memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima jantan itu, lalu dibelah telinganya. Dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala.

Ø  Menurut Tafsir Jalalain
Pada ayat ini turun tentang orang-orang yang mengharamkan
sebagian jenis unta/sawaib yang dihalalkan, (hai sekalian manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang terdapat dimuka bumi) halal menjadi ‘hal’ (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang berarti enak dan lezat, (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan (syaitan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.

Ø  Menurut Tafsir Al-Maraghi

Makanlah kalian sebagian apa yang ada dibumi ini yang terdiri dari berbagai makanan, termasuk binatang ternak yang kalian haramkan, dan makanlah apa saja yang halal dan baik.
Abdullah Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan sikap suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqaf, Bani Amr Ibn Sasa’ah, Huza’ah dan Bani Mudlaz. Jenis makanan, seperti daging ternak, ikan laut, dsb.
Demi hal ini Allah telah menjelaskan jenis-jenis makanan yang diharamkan.
Selain yang diharamkan dalam ayat diatas hukumnya dibolehkan, tetapi dengan syarat diperoleh dengan cara yang baik, bukan kepunyaan atau hak milik orang lain. Allah juga menjelaskan bahwa sesuatu yang diharamkan itu terdiri dari dua macam:
1.      Haram zatnya
Makanan jenis ini hukumnya haram, tidak bisa di tawar-tawar kecuali bagi orang yang berbeda dalam keadaan terpaksa.
2.      Haram “Arid” (haram mendatang karena suatu sebab)
Misalnya, apa yang diambil oleh para pemimpin dari rakyat tanpa adanya imbalan atau suatu yang diambil oleh rakyat menjual nama pemimpin. Selain itu adalah uang hasil riba, uang suap, harta (merampas), semua itu haram. Maksud haram disini ialah bukan zat nya, tetapi melakukan perbuatan atau cara memperoleh sesuatu itu.

Ø  Menurut Tafsir Ibnu Katsier
Hai sekalian manusia makanlah makanan yang halal lagi yang baik dari apa yang terdapat dibumi ini, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; karena syaitan adalah musuh yang nyata bagi kalian.
            Setelah Allah menjelaskan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa hanyalah dia yang maha menciptakan segalanya, maka Allah swt menjelaskan bahwa dialah yang memberi rezeki semua makhluknya. Maka dalam ayat ini Allah menyatakan pula bahwa semua makanan yang ada dibumi halal dan baik, lezat yang tiada bahaya bagi badan atau akal fikiran dan urat saraf, dan melarang mausia mengikuti jejak bisikan syaitan yang sengaja akan menyesatkan manusia dari tuntunan Allah. Sehingga syaitan mengharamkan dari apa yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagaimana yang terdapat dalam dalam hukum adat yang tidak terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah saw, Allah menyatakan bahwa syaitan sebagian musuh yang nyata agar kita waspada. Karena itu selain ayat Allah yang menyuruh menganggapnya sebagai musuh yang tidak dapat berdamai untuk selamanya.
            Qatadah dan Asuddi sama berpendapat bahwa setiap perbuatan maksiat maka itu adalah dari jejak dan bisikan syaitan. Mashruq berkata :ketika Abdullah bin Mas’ud didalam majelis ketika ada orang yang mengantar makanan kepadanya, maka ia memakan makanannya bersama orang hanya ada seorang yang menjauh, lalu Abdullah berkata “berikan pada kaum mu itu”, orang itu berkata “aku tidak ingin”, ditanya lagi “apakah anda puasa?” jawabnya, “lalu mengapakah” jawabnya “aku telah mengharamkan semua makanan itu”, Ibnu Mas’ud berkata “ini dari jejak (bisikan) syaitan, anda harus makan dan tebuslah sumpah it”.
            Ibnu Abbas berkata “tiap sumpah atau nazar dalam keadaan marah, maka itu termasuk bisikan syaitan dan tebusannya sama dengan tebusan sumpah”.
Analisis Ayat
Q.S. Al-An’am:142
وَمِنَ الأنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 
dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

            Pada ayat ini Allah menyuruh agar manusia memakan dari rezeki yang telah diberikanya (Allah) kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Q.S. Thaha:81
makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.
            Pada ayat ini Allah mengatakan bahwa makanlah makanan dari rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, tidak menyalah gunakannya, seperti menafkahkannya dengan boros, tidak mensyukurinya, memanfaatkannya kepada kemaksiatan. Jika mereka demikian maka Allah akan menimpakan siksa kepadanya.
Q.S. Al-Baqarah:168


يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
            Pada ayat ini Allah menyuruh manusia agar memakan makanan yang baik yang ada diatas bumi ini, begitupun dengan binatang ternak dan janganlah ikuti langkah syaitan yang terkutuk.
KESIMPULAN
            Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi islam didasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika ketentuan mengelokasikan pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang belum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial.

Artinya: “Dan diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkut dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
v  Menurut Tafsir Al-Misbah
Seperti terbaca diatas, ayat ini berbicara tentang makanan. Sehubungan dengan ayat yang lalu, ayat ini menyatakan dan hanya Allah yang semata-mata menciptakan dari jenis binatang ternak, yaitu unta, sapi, domba dan kambing, yang manfaatnya sangat banyak, antara lain; sebagai alat pengangkut barang-barang dan rambutnya bisa digunakan sebagai alas. Makanlah sebagian rezeky yang telah di anugerahkan Allah kepada kamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, dalam segala hal termasuk menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Sesungguhnya ia terbadap kamu adalah musuh yang yang nyata permusuhannya.
Kata farsyan / alas ada juga yang memahaminya dalam arti tunggangan. Dengan demikian, ayat diatas membagi binatang tersebut kedalam dua bagian. Pertama, binatang yang besar sehingga dapat dijadikan pengangkut barang-barang berat, dan yang kedua yang hanya dapat dijadikan tunggangan. Ada pendapat lain untuk kata ini yaitu, unta yang kecil,  atau semua yang kecil dari jenis binatang ternak. Menurut mereka ternak-ternak yang kecil itu dinamakan farsy / alas, karena hampir saja tubuhnya menyentuh tanah yang terhampar sebagai alas dibumi. Ada juga yang memahaminya dalam arti yang disembelih; dalam hal ini adalah kambing, domba dan sapi. Penafsiran yang dikemukakan dalam penjelasan diatas, sejalan kandungan maknanya dengan firman-Nya: “dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS.An-Nahl 16:80).
Kita dapat berkata bahwa kata farsy, dapat menampung semua makna diatas, karena itu tidak keliru memahaminya dengan semua makna itu, dan ini merupakan salah satu keistimewaan redaksi al-quran yang dapat menampung banyak makna. Firman-Nya: janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, mengandung makna bahwa setan memiliki langkah-langkah dan tahapan-tahapan untuk menjerumuskan manusia. Dalam buku Yang Tersembunyi dikemukakan enam tahap menurun langkah-langkah setan, pertama mengajak manusia mempersekutukan Allah, kedua yaitu mengajak kepada kedurhakaan yang sifatnya bid’ah, yang pada gilirannya dapat mengantar kekufuran. Selanjutnya keperingkat ketiga, yaitu mengajak melakukan dosa besar, seperti membunuh, berzinah, dan durhaka kepada orang tua; kalau ini gagal maka peringkat ke empat, adalah mengajak melakukan dosa kecil, seperti mengganggu dalam batas yang tidak terlalu merugikan; kalau inipun tidak tercapai, maka targetnya ia turunkan ke tahap lima, yaitu mengajak manusia melakukan hal-hal yang mubah, yang dengan melakukannya manusia tidak berdosa tetapi tidak juga memperoleh ganjaran. Dan kalaupun ini gagal maka target yang terakhir yaitu yang ke enam adalah menghalangi manusia menjalani aktifitas yang banyak manfaatnya dengan mengalihkannya kepada hal-hal yang manfaatnya sedikit. Selanjutnya ayat ini menegaskan bahwa “Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu”. Tidak kurang dari sepuluh kali dalam Al-quran Allah mengingatkan bahwa setan adalah musuh manusia.
Janganlah kalian mengikuti jejak syaitan karena syaitan selalu menggoda manusia untuk mengikuti kekejian, tercela dan meyesatkan. Syaitan itu adalah musuh kalian yang terang-terangan, syaitan adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang mendorong perbuatan jahat dan dosa.
Allah berfirman:

“yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis jin) sebagian mereka membisikan kepada sebagaian yang lain perkataan-perkatan yang indah-indah untuk menipu (manusia)”. (Al-An’am:6:112)
            Secara tegas ayat tersebut melarang kepada setiap orang mengikuti kebatilan dan kejahatan, karena perbuatan tersebut merupakan bisikan syaitan. Jika seseorang dihadapkan kepada suatu permasalahan yang membutuhkan santunan fakir miskin, lalu ia berkeinginan untuk berbuat kebajikan tetapi didalam hatinya secara tiba-tiba timbul keinginan untuk berlaku hemat dan menabung kekayaan. Dalam keadaan demikian, maka ketahuilah bahwa keinginan seperti itu merupakan bisikan syaitan. Janganlah terbujuk oleh rayuan seperti itu sehingga menangguhkan amal kebajikannya hendaklah bersegeralah didalam mengeluarkan infak sesuai kebutuhan.
Q.S. Thaha ayat 81

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepadamu, dan jangalah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia”.
d.      Asbabul Nuzul
Surat At-Taha ayat 81 tidak memiliki asbabun nuzul, akan tetapi memiliki munasabah atau hubungan dari ayat sebelumnya. Surat At-Taha termasuk golongan surat Makkiyah.

e.       Kandungan ayat
Pada ayat ini Allah menyuruh supaya mereka memakan diantara rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, jangan sekali-sekali mereka menyalah gunakannya, seperti menafkahkan nya dengan boros, tidak mensyukurinya, mendermakan kepada kemaksiatan. Karena jika demikian berarti mereka telah mengundang kemurkaan Allah yang akan menimpakan siksanya. Celaka dan binasalah orang-orang yang telah ditimpa kemurkaan Allah.

f.       Munasabah ayat
Pada ayat-ayat yang lalu Allah mengisahkan pertandingan Musa dan ahli-ahli sihir Firaun yang berkesudahan dengan kemenangan Musa, yang akhirnya ahli-ahli sihir itu beriman kepada Musa. Sedangkan Firaun tetap saja tidak mau tunduk menerima kebenaran. Ia dan kaumnya tetap saja keras kepala menentang yang hak, menyimpang dari jalan yang benar. Maka pada ayat-ayat yang berikut ini Allah menerangkan tenggelamnya Firaun dan tentaranya dilaut pada waktu mengejar Musa ketika Musa hendak keluar meninggalkan Mesir menuju gunung Tur. Secara etimologis (ghadabi) berarti kemarahanku. Dalam kontek ayat diatas, kata ini menggambarkan ancaman kemurkaan Allah yang akan ditimpakan kepada Bani Israil, jika mereka menolak memakan rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka dan mereka melampaui batas. Karena mereka telah diselamatkan oleh Allah dari kejaran rombongan Firaun, sudah selayaknya mereka tidak menuntut yang lebih dan melampaui batas dari apa yang diberikan oleh Allah.

*      Menurut Tafsir Ibnu Katsier
Allah SWT berfirman memperingatkan Bani Isroil akan nikmat dan karunia yang diberikan kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari kekejaman dan tindasan Firaun dan kaumnya dan bahkan memberi kepuasan kepada mereka dengan melihat bagaimana Firaun dengan bala tentaranya ditenggelamkan edalam laut tatkala mengejar mereka.
Diriwayatkan oleh Bukhori dari Inu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. Tatkala memasuki Kota Madinah, beliau mendapatkan orang0orang Yahudi pada berpuasa di hari Asyura (tanggal 10 Muharam) dan mereka ketika ditanya oleh beliau tentang puasa mereka, maka hari itu adalah hari kemenangan manusia terhadap Firaun.

*      Menurut Tafsir Jalalain
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepada kalian” yakni nikmat yang telah dilimpahkan kepada kalian (dan janganlah melampaui batas padanya) jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu (yang menyebabkan kemurkaanku menimpa kalian) bila dibaca Yahilla artinya wajib kemurkaanku menimpa kalian. Dan jika dibaca Yahulla artinya pasti kemurkaanku menimpa kalian (dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaanku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul (maka sungguh binasalah ia) terjerumuslah ia kedalam neraka.

*      Menurut Tafsir Al-Maraghi
Kami katakan kepada kalian makanlah dari kelezatan yang kami limpahkan kepada kalian itu.
Dan janganlah kalian melampaui batas dalam rezekiku dengan tidak mensyukurinya dan melanggar ketentuanku didalamnya dengan bersikap berlebihan, tidak mensyukuri dan menggunakannya untuk berbuat maksiat dan menahan hak-hak yang wajib dikeluarkan, sehingga kalian ditimpa kemurkaanku dan menerima siksaanku.
Barang siapa ditimpa kemurkaanku, maka sesungguhnya dia telah sengsara dan binasa.

Q.S. Al-Baqarah ayat 168
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari pada yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syiatan karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

b.      Asbabul Nuzul
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa’ah , khuza’ha dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri, memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima jantan itu, lalu dibelah telinganya. Dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala.

Ø  Menurut Tafsir Jalalain
Pada ayat ini turun tentang orang-orang yang mengharamkan
sebagian jenis unta/sawaib yang dihalalkan, (hai sekalian manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang terdapat dimuka bumi) halal menjadi ‘hal’ (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang berarti enak dan lezat, (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan (syaitan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.

Ø  Menurut Tafsir Al-Maraghi

Makanlah kalian sebagian apa yang ada dibumi ini yang terdiri dari berbagai makanan, termasuk binatang ternak yang kalian haramkan, dan makanlah apa saja yang halal dan baik.
Abdullah Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan sikap suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqaf, Bani Amr Ibn Sasa’ah, Huza’ah dan Bani Mudlaz. Jenis makanan, seperti daging ternak, ikan laut, dsb.
Demi hal ini Allah telah menjelaskan jenis-jenis makanan yang diharamkan.
Selain yang diharamkan dalam ayat diatas hukumnya dibolehkan, tetapi dengan syarat diperoleh dengan cara yang baik, bukan kepunyaan atau hak milik orang lain. Allah juga menjelaskan bahwa sesuatu yang diharamkan itu terdiri dari dua macam:
3.      Haram zatnya
Makanan jenis ini hukumnya haram, tidak bisa di tawar-tawar kecuali bagi orang yang berbeda dalam keadaan terpaksa.
4.      Haram “Arid” (haram mendatang karena suatu sebab)
Misalnya, apa yang diambil oleh para pemimpin dari rakyat tanpa adanya imbalan atau suatu yang diambil oleh rakyat menjual nama pemimpin. Selain itu adalah uang hasil riba, uang suap, harta (merampas), semua itu haram. Maksud haram disini ialah bukan zat nya, tetapi melakukan perbuatan atau cara memperoleh sesuatu itu.

Ø  Menurut Tafsir Ibnu Katsier
Hai sekalian manusia makanlah makanan yang halal lagi yang baik dari apa yang terdapat dibumi ini, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; karena syaitan adalah musuh yang nyata bagi kalian.
            Setelah Allah menjelaskan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa hanyalah dia yang maha menciptakan segalanya, maka Allah swt menjelaskan bahwa dialah yang memberi rezeki semua makhluknya. Maka dalam ayat ini Allah menyatakan pula bahwa semua makanan yang ada dibumi halal dan baik, lezat yang tiada bahaya bagi badan atau akal fikiran dan urat saraf, dan melarang mausia mengikuti jejak bisikan syaitan yang sengaja akan menyesatkan manusia dari tuntunan Allah. Sehingga syaitan mengharamkan dari apa yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagaimana yang terdapat dalam dalam hukum adat yang tidak terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah saw, Allah menyatakan bahwa syaitan sebagian musuh yang nyata agar kita waspada. Karena itu selain ayat Allah yang menyuruh menganggapnya sebagai musuh yang tidak dapat berdamai untuk selamanya.
            Qatadah dan Asuddi sama berpendapat bahwa setiap perbuatan maksiat maka itu adalah dari jejak dan bisikan syaitan. Mashruq berkata :ketika Abdullah bin Mas’ud didalam majelis ketika ada orang yang mengantar makanan kepadanya, maka ia memakan makanannya bersama orang hanya ada seorang yang menjauh, lalu Abdullah berkata “berikan pada kaum mu itu”, orang itu berkata “aku tidak ingin”, ditanya lagi “apakah anda puasa?” jawabnya, “lalu mengapakah” jawabnya “aku telah mengharamkan semua makanan itu”, Ibnu Mas’ud berkata “ini dari jejak (bisikan) syaitan, anda harus makan dan tebuslah sumpah it”.
            Ibnu Abbas berkata “tiap sumpah atau nazar dalam keadaan marah, maka itu termasuk bisikan syaitan dan tebusannya sama dengan tebusan sumpah”.
Analisis Ayat
Q.S. Al-An’am:142
šÆÏBur ÉO»yè÷RF{$# \'s!qßJym $V©ósùur 4 (#qè=à2 $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Ÿwur (#qãèÎ7­Fs? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇÊÍËÈ  
142. dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

            Pada ayat ini Allah menyuruh agar manusia memakan dari rezeki yang telah diberikanya (Allah) kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Q.S. Thaha:81
(#qè=ä. `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB öNä3»oYø%yu Ÿwur (#öqtóôÜs? ÏmŠÏù ¨@Åsusù ö/ä3øn=tæ ÓÉ<ŸÒxî ( `tBur ö@Î=øts Ïmøn=tã ÓÉ<ŸÒxî ôs)sù 3uqyd ÇÑÊÈ  
81. makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.
            Pada ayat ini Allah mengatakan bahwa makanlah makanan dari rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, tidak menyalah gunakannya, seperti menafkahkannya dengan boros, tidak mensyukurinya, memanfaatkannya kepada kemaksiatan. Jika mereka demikian maka Allah akan menimpakan siksa kepadanya.
Q.S. Al-Baqarah:168
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
            Pada ayat ini Allah menyuruh manusia agar memakan makanan yang baik yang ada diatas bumi ini, begitupun dengan binatang ternak dan janganlah ikuti langkah syaitan yang terkutuk.
KESIMPULAN
            Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi islam didasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika ketentuan mengelokasikan pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang belum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar