Nama
:Tanty Tanjihatul K.U
Nim : 1414231118
Smt/Jurusan : 4/Perbankan Syariah (PS 3)
Mata
Kuliah : Tafsir Ayat Ekonomi
KONSUMSI
(Hewan
Ternak)
كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا
تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَن يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي
فَقَدْ هَوَىٰ
makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan
janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan
Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia. (thaha:81)
Pengertian
Konsumsi
Konsumsi adalah suatu kegiatan
manusia yang mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan, baik secara berangsur-angsur maupun sekaligus.
Konsumsi berasal dari bahasa Belanda (consuptie)
yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan
daya guna suatu benda, barang maupun jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Konsumsi memiliki urgensi yang
sangat besar dalam setiap perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia
tanpa konsumsi. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan
tuntutan konsumsi bagi manusia, sebab pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia.
Mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan
penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan. Dalam sistem perekonomian
konsumsi memainkan peranan penting, adanya konsumsi akan mendorong terjadinya
produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakan roda-roda
perekonomian. Tujuan konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong
untuk beribadah kepada Allah. Maka disini saya mencoba memaparkan konsumsi
berdasarkan Al-Quran.
Q.S.
Al-An’am ayat 142
Artinya: “Dan
diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkut dan ada yang
untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.
v Menurut
Tafsir Al-Misbah
Seperti
terbaca diatas, ayat ini berbicara tentang makanan. Sehubungan dengan ayat yang
lalu, ayat ini menyatakan dan hanya Allah yang semata-mata menciptakan dari
jenis binatang ternak, yaitu unta, sapi, domba dan kambing, yang manfaatnya
sangat banyak, antara lain; sebagai alat pengangkut barang-barang dan rambutnya
bisa digunakan sebagai alas. Makanlah
sebagian rezeky yang telah di anugerahkan Allah kepada kamu, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan, dalam segala hal termasuk menghalalkan
yang haram atau sebaliknya. Sesungguhnya
ia terbadap kamu adalah musuh yang yang nyata permusuhannya.
Kata
farsyan / alas ada juga yang
memahaminya dalam arti tunggangan. Dengan demikian, ayat diatas membagi
binatang tersebut kedalam dua bagian. Pertama,
binatang yang besar sehingga dapat dijadikan pengangkut barang-barang berat,
dan yang kedua yang hanya dapat
dijadikan tunggangan. Ada pendapat lain untuk kata ini yaitu, unta yang kecil, atau semua yang kecil dari jenis binatang
ternak. Menurut mereka ternak-ternak yang kecil itu dinamakan farsy / alas, karena hampir saja
tubuhnya menyentuh tanah yang terhampar sebagai alas dibumi. Ada juga yang
memahaminya dalam arti yang disembelih; dalam
hal ini adalah kambing, domba dan sapi. Penafsiran yang dikemukakan dalam
penjelasan diatas, sejalan kandungan maknanya dengan firman-Nya: “dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba,
bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhasan (yang kamu
pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS.An-Nahl 16:80).
Kita
dapat berkata bahwa kata farsy, dapat
menampung semua makna diatas, karena
itu tidak keliru memahaminya dengan semua makna itu, dan ini merupakan salah
satu keistimewaan redaksi al-quran yang dapat menampung banyak makna.
Firman-Nya: janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan, mengandung makna bahwa setan memiliki
langkah-langkah dan tahapan-tahapan untuk menjerumuskan manusia. Dalam buku Yang Tersembunyi dikemukakan enam tahap
menurun langkah-langkah setan, pertama
mengajak manusia mempersekutukan Allah, kedua
yaitu mengajak kepada kedurhakaan yang sifatnya bid’ah, yang pada gilirannya
dapat mengantar kekufuran. Selanjutnya keperingkat ketiga, yaitu mengajak melakukan dosa besar, seperti membunuh,
berzinah, dan durhaka kepada orang tua; kalau ini gagal maka peringkat ke empat, adalah mengajak melakukan dosa
kecil, seperti mengganggu dalam batas yang tidak terlalu merugikan; kalau
inipun tidak tercapai, maka targetnya ia turunkan ke tahap lima, yaitu mengajak manusia melakukan hal-hal yang mubah, yang
dengan melakukannya manusia tidak berdosa tetapi tidak juga memperoleh
ganjaran. Dan kalaupun ini gagal maka target yang terakhir yaitu yang ke enam
adalah menghalangi manusia menjalani aktifitas yang banyak manfaatnya dengan
mengalihkannya kepada hal-hal yang manfaatnya sedikit. Selanjutnya ayat ini
menegaskan bahwa “Sesungguhnya setan
adalah musuh yang nyata bagi kamu”. Tidak kurang dari sepuluh kali dalam
Al-quran Allah mengingatkan bahwa setan adalah musuh manusia.
Janganlah
kalian mengikuti jejak syaitan karena syaitan selalu menggoda manusia untuk
mengikuti kekejian, tercela dan meyesatkan. Syaitan itu adalah musuh kalian
yang terang-terangan, syaitan adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang
mendorong perbuatan jahat dan dosa.
Allah berfirman:
“yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis jin) sebagian mereka
membisikan kepada sebagaian yang lain perkataan-perkatan yang indah-indah untuk
menipu (manusia)”. (Al-An’am:6:112)
Secara tegas ayat tersebut melarang
kepada setiap orang mengikuti kebatilan dan kejahatan, karena perbuatan
tersebut merupakan bisikan syaitan. Jika seseorang dihadapkan kepada suatu
permasalahan yang membutuhkan santunan fakir miskin, lalu ia berkeinginan untuk
berbuat kebajikan tetapi didalam hatinya secara tiba-tiba timbul keinginan
untuk berlaku hemat dan menabung kekayaan. Dalam keadaan demikian, maka
ketahuilah bahwa keinginan seperti itu merupakan bisikan syaitan. Janganlah
terbujuk oleh rayuan seperti itu sehingga menangguhkan amal kebajikannya
hendaklah bersegeralah didalam mengeluarkan infak sesuai kebutuhan.
Q.S. Thaha ayat
81
كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا
تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَن يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي
فَقَدْ هَوَىٰ
Artinya:
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepadamu, dan
jangalah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan
barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia”.
a.
Asbabul Nuzul
Surat
At-Taha ayat 81 tidak memiliki asbabun nuzul, akan tetapi memiliki munasabah
atau hubungan dari ayat sebelumnya. Surat At-Taha termasuk golongan surat
Makkiyah.
b.
Kandungan ayat
Pada
ayat ini Allah menyuruh supaya mereka memakan diantara rezeki yang baik, yang
lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, jangan
sekali-sekali mereka menyalah gunakannya, seperti menafkahkan nya dengan boros,
tidak mensyukurinya, mendermakan kepada kemaksiatan. Karena jika demikian
berarti mereka telah mengundang kemurkaan Allah yang akan menimpakan siksanya.
Celaka dan binasalah orang-orang yang telah ditimpa kemurkaan Allah.
c.
Munasabah ayat
Pada
ayat-ayat yang lalu Allah mengisahkan pertandingan Musa dan ahli-ahli sihir
Firaun yang berkesudahan dengan kemenangan Musa, yang akhirnya ahli-ahli sihir
itu beriman kepada Musa. Sedangkan Firaun tetap saja tidak mau tunduk menerima
kebenaran. Ia dan kaumnya tetap saja keras kepala menentang yang hak,
menyimpang dari jalan yang benar. Maka pada ayat-ayat yang berikut ini Allah
menerangkan tenggelamnya Firaun dan tentaranya dilaut pada waktu mengejar Musa
ketika Musa hendak keluar meninggalkan Mesir menuju gunung Tur. Secara
etimologis (ghadabi) berarti
kemarahanku. Dalam kontek ayat diatas, kata ini menggambarkan ancaman kemurkaan
Allah yang akan ditimpakan kepada Bani Israil, jika mereka menolak memakan
rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka dan mereka melampaui batas.
Karena mereka telah diselamatkan oleh Allah dari kejaran rombongan Firaun,
sudah selayaknya mereka tidak menuntut yang lebih dan melampaui batas dari apa
yang diberikan oleh Allah.
Menurut Tafsir Ibnu Katsier
Allah SWT
berfirman memperingatkan Bani Isroil akan nikmat dan karunia yang diberikan
kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari kekejaman dan tindasan
Firaun dan kaumnya dan bahkan memberi kepuasan kepada mereka dengan melihat
bagaimana Firaun dengan bala tentaranya ditenggelamkan edalam laut tatkala
mengejar mereka.
Diriwayatkan
oleh Bukhori dari Inu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. Tatkala memasuki Kota
Madinah, beliau mendapatkan orang0orang Yahudi pada berpuasa di hari Asyura
(tanggal 10 Muharam) dan mereka ketika ditanya oleh beliau tentang puasa
mereka, maka hari itu adalah hari kemenangan manusia terhadap Firaun.
Menurut Tafsir Jalalain
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami
berikan kepada kalian” yakni nikmat yang telah
dilimpahkan kepada kalian (dan janganlah melampaui batas padanya) jika kalian
mengingkari nikmat-nikmat itu (yang menyebabkan kemurkaanku menimpa kalian) bila
dibaca Yahilla artinya wajib kemurkaanku menimpa kalian. Dan jika dibaca
Yahulla artinya pasti kemurkaanku menimpa kalian (dan barang siapa ditimpa oleh
kemurkaanku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul (maka sungguh binasalah ia)
terjerumuslah ia kedalam neraka.
Menurut Tafsir Al-Maraghi
Kami katakan
kepada kalian makanlah dari kelezatan yang kami limpahkan kepada kalian itu.
Dan janganlah
kalian melampaui batas dalam rezekiku dengan tidak mensyukurinya dan melanggar
ketentuanku didalamnya dengan bersikap berlebihan, tidak mensyukuri dan
menggunakannya untuk berbuat maksiat dan menahan hak-hak yang wajib
dikeluarkan, sehingga kalian ditimpa kemurkaanku dan menerima siksaanku.
Q.S. Al-Baqarah ayat 168
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا
مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari pada yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syiatan karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”.
a.
Asbabul Nuzul
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari
Bani Saqif, Bani Amir bin Sa’ah , khuza’ha dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan
menurut kemauan mereka sendiri, memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah
yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima jantan itu, lalu
dibelah telinganya. Dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan
dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan
kepada berhala.
Ø Menurut
Tafsir Jalalain
Pada ayat ini turun tentang
orang-orang yang mengharamkan
sebagian jenis unta/sawaib yang
dihalalkan, (hai sekalian manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang
terdapat dimuka bumi) halal menjadi ‘hal’ (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang
berarti enak dan lezat, (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau
jalan-jalan (syaitan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata
bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.
Ø Menurut
Tafsir Al-Maraghi
Makanlah
kalian sebagian apa yang ada dibumi ini yang terdiri dari berbagai makanan,
termasuk binatang ternak yang kalian haramkan, dan makanlah apa saja yang halal
dan baik.
Abdullah
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan sikap suatu kaum
yang terdiri dari Bani Saqaf, Bani Amr Ibn Sasa’ah, Huza’ah dan Bani Mudlaz.
Jenis makanan, seperti daging ternak, ikan laut, dsb.
Demi
hal ini Allah telah menjelaskan jenis-jenis makanan yang diharamkan.
Selain
yang diharamkan dalam ayat diatas hukumnya dibolehkan, tetapi dengan syarat
diperoleh dengan cara yang baik, bukan kepunyaan atau hak milik orang lain.
Allah juga menjelaskan bahwa sesuatu yang diharamkan itu terdiri dari dua
macam:
1. Haram zatnya
Makanan jenis ini hukumnya haram,
tidak bisa di tawar-tawar kecuali bagi orang yang berbeda dalam keadaan
terpaksa.
2. Haram “Arid” (haram mendatang karena
suatu sebab)
Misalnya, apa yang diambil oleh
para pemimpin dari rakyat tanpa adanya imbalan atau suatu yang diambil oleh
rakyat menjual nama pemimpin. Selain itu adalah uang hasil riba, uang suap,
harta (merampas), semua itu haram. Maksud haram disini ialah bukan zat nya,
tetapi melakukan perbuatan atau cara memperoleh sesuatu itu.
Ø Menurut
Tafsir Ibnu Katsier
Hai
sekalian manusia makanlah makanan yang halal lagi yang baik dari apa yang
terdapat dibumi ini, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena syaitan adalah musuh yang nyata bagi kalian.
Setelah Allah menjelaskan bahwa
tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa hanyalah dia yang maha menciptakan
segalanya, maka Allah swt menjelaskan bahwa dialah yang memberi rezeki semua
makhluknya. Maka dalam ayat ini Allah menyatakan pula bahwa semua makanan yang
ada dibumi halal dan baik, lezat yang tiada bahaya bagi badan atau akal fikiran
dan urat saraf, dan melarang mausia mengikuti jejak bisikan syaitan yang
sengaja akan menyesatkan manusia dari tuntunan Allah. Sehingga syaitan
mengharamkan dari apa yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang
diharamkan. Sebagaimana yang terdapat dalam dalam hukum adat yang tidak
terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah saw, Allah menyatakan bahwa
syaitan sebagian musuh yang nyata agar kita waspada. Karena itu selain ayat
Allah yang menyuruh menganggapnya sebagai musuh yang tidak dapat berdamai untuk
selamanya.
Qatadah dan Asuddi sama berpendapat
bahwa setiap perbuatan maksiat maka itu adalah dari jejak dan bisikan syaitan.
Mashruq berkata :ketika Abdullah bin Mas’ud didalam majelis ketika ada orang
yang mengantar makanan kepadanya, maka ia memakan makanannya bersama orang
hanya ada seorang yang menjauh, lalu Abdullah berkata “berikan pada kaum mu
itu”, orang itu berkata “aku tidak ingin”, ditanya lagi “apakah anda puasa?”
jawabnya, “lalu mengapakah” jawabnya “aku telah mengharamkan semua makanan
itu”, Ibnu Mas’ud berkata “ini dari jejak (bisikan) syaitan, anda harus makan
dan tebuslah sumpah it”.
Ibnu Abbas berkata “tiap sumpah atau
nazar dalam keadaan marah, maka itu termasuk bisikan syaitan dan tebusannya
sama dengan tebusan sumpah”.
Analisis Ayat
Q.S.
Al-An’am:142
وَمِنَ الأنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
وَمِنَ الأنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Pada ayat ini Allah menyuruh agar
manusia memakan dari rezeki yang telah diberikanya (Allah) kepadamu, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.
Q.S. Thaha:81
makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.
makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.
Pada ayat ini Allah mengatakan bahwa
makanlah makanan dari rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah
Allah karuniakan kepada mereka, tidak menyalah gunakannya, seperti
menafkahkannya dengan boros, tidak mensyukurinya, memanfaatkannya kepada kemaksiatan.
Jika mereka demikian maka Allah akan menimpakan siksa kepadanya.
Q.S.
Al-Baqarah:168
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا
مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Pada ayat ini Allah menyuruh manusia
agar memakan makanan yang baik yang ada diatas bumi ini, begitupun dengan
binatang ternak dan janganlah ikuti langkah syaitan yang terkutuk.
KESIMPULAN
Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi
islam didasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika ketentuan
mengelokasikan pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak
berlaku adil karena ada pos yang belum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial.
Artinya: “Dan
diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkut dan ada yang
untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.
v Menurut
Tafsir Al-Misbah
Seperti
terbaca diatas, ayat ini berbicara tentang makanan. Sehubungan dengan ayat yang
lalu, ayat ini menyatakan dan hanya Allah yang semata-mata menciptakan dari
jenis binatang ternak, yaitu unta, sapi, domba dan kambing, yang manfaatnya
sangat banyak, antara lain; sebagai alat pengangkut barang-barang dan rambutnya
bisa digunakan sebagai alas. Makanlah
sebagian rezeky yang telah di anugerahkan Allah kepada kamu, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan, dalam segala hal termasuk menghalalkan
yang haram atau sebaliknya. Sesungguhnya
ia terbadap kamu adalah musuh yang yang nyata permusuhannya.
Kata
farsyan / alas ada juga yang
memahaminya dalam arti tunggangan. Dengan demikian, ayat diatas membagi
binatang tersebut kedalam dua bagian. Pertama,
binatang yang besar sehingga dapat dijadikan pengangkut barang-barang berat,
dan yang kedua yang hanya dapat
dijadikan tunggangan. Ada pendapat lain untuk kata ini yaitu, unta yang kecil, atau semua yang kecil dari jenis binatang
ternak. Menurut mereka ternak-ternak yang kecil itu dinamakan farsy / alas, karena hampir saja
tubuhnya menyentuh tanah yang terhampar sebagai alas dibumi. Ada juga yang
memahaminya dalam arti yang disembelih; dalam
hal ini adalah kambing, domba dan sapi. Penafsiran yang dikemukakan dalam
penjelasan diatas, sejalan kandungan maknanya dengan firman-Nya: “dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba,
bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhasan (yang kamu
pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS.An-Nahl 16:80).
Kita
dapat berkata bahwa kata farsy, dapat
menampung semua makna diatas, karena
itu tidak keliru memahaminya dengan semua makna itu, dan ini merupakan salah
satu keistimewaan redaksi al-quran yang dapat menampung banyak makna.
Firman-Nya: janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan, mengandung makna bahwa setan memiliki
langkah-langkah dan tahapan-tahapan untuk menjerumuskan manusia. Dalam buku Yang Tersembunyi dikemukakan enam tahap
menurun langkah-langkah setan, pertama
mengajak manusia mempersekutukan Allah, kedua
yaitu mengajak kepada kedurhakaan yang sifatnya bid’ah, yang pada gilirannya
dapat mengantar kekufuran. Selanjutnya keperingkat ketiga, yaitu mengajak melakukan dosa besar, seperti membunuh,
berzinah, dan durhaka kepada orang tua; kalau ini gagal maka peringkat ke empat, adalah mengajak melakukan dosa
kecil, seperti mengganggu dalam batas yang tidak terlalu merugikan; kalau
inipun tidak tercapai, maka targetnya ia turunkan ke tahap lima, yaitu mengajak manusia melakukan hal-hal yang mubah, yang
dengan melakukannya manusia tidak berdosa tetapi tidak juga memperoleh
ganjaran. Dan kalaupun ini gagal maka target yang terakhir yaitu yang ke enam
adalah menghalangi manusia menjalani aktifitas yang banyak manfaatnya dengan
mengalihkannya kepada hal-hal yang manfaatnya sedikit. Selanjutnya ayat ini
menegaskan bahwa “Sesungguhnya setan
adalah musuh yang nyata bagi kamu”. Tidak kurang dari sepuluh kali dalam
Al-quran Allah mengingatkan bahwa setan adalah musuh manusia.
Janganlah
kalian mengikuti jejak syaitan karena syaitan selalu menggoda manusia untuk
mengikuti kekejian, tercela dan meyesatkan. Syaitan itu adalah musuh kalian
yang terang-terangan, syaitan adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang
mendorong perbuatan jahat dan dosa.
Allah berfirman:
“yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis jin) sebagian mereka
membisikan kepada sebagaian yang lain perkataan-perkatan yang indah-indah untuk
menipu (manusia)”. (Al-An’am:6:112)
Secara tegas ayat tersebut melarang
kepada setiap orang mengikuti kebatilan dan kejahatan, karena perbuatan
tersebut merupakan bisikan syaitan. Jika seseorang dihadapkan kepada suatu
permasalahan yang membutuhkan santunan fakir miskin, lalu ia berkeinginan untuk
berbuat kebajikan tetapi didalam hatinya secara tiba-tiba timbul keinginan
untuk berlaku hemat dan menabung kekayaan. Dalam keadaan demikian, maka ketahuilah
bahwa keinginan seperti itu merupakan bisikan syaitan. Janganlah terbujuk oleh
rayuan seperti itu sehingga menangguhkan amal kebajikannya hendaklah
bersegeralah didalam mengeluarkan infak sesuai kebutuhan.
Q.S. Thaha ayat
81
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا
مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya:
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepadamu, dan
jangalah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan
barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia”.
d.
Asbabul Nuzul
Surat
At-Taha ayat 81 tidak memiliki asbabun nuzul, akan tetapi memiliki munasabah
atau hubungan dari ayat sebelumnya. Surat At-Taha termasuk golongan surat
Makkiyah.
e.
Kandungan ayat
Pada
ayat ini Allah menyuruh supaya mereka memakan diantara rezeki yang baik, yang
lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, jangan
sekali-sekali mereka menyalah gunakannya, seperti menafkahkan nya dengan boros,
tidak mensyukurinya, mendermakan kepada kemaksiatan. Karena jika demikian
berarti mereka telah mengundang kemurkaan Allah yang akan menimpakan siksanya.
Celaka dan binasalah orang-orang yang telah ditimpa kemurkaan Allah.
f.
Munasabah ayat
Pada
ayat-ayat yang lalu Allah mengisahkan pertandingan Musa dan ahli-ahli sihir
Firaun yang berkesudahan dengan kemenangan Musa, yang akhirnya ahli-ahli sihir
itu beriman kepada Musa. Sedangkan Firaun tetap saja tidak mau tunduk menerima
kebenaran. Ia dan kaumnya tetap saja keras kepala menentang yang hak,
menyimpang dari jalan yang benar. Maka pada ayat-ayat yang berikut ini Allah
menerangkan tenggelamnya Firaun dan tentaranya dilaut pada waktu mengejar Musa
ketika Musa hendak keluar meninggalkan Mesir menuju gunung Tur. Secara
etimologis (ghadabi) berarti
kemarahanku. Dalam kontek ayat diatas, kata ini menggambarkan ancaman kemurkaan
Allah yang akan ditimpakan kepada Bani Israil, jika mereka menolak memakan
rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka dan mereka melampaui batas.
Karena mereka telah diselamatkan oleh Allah dari kejaran rombongan Firaun,
sudah selayaknya mereka tidak menuntut yang lebih dan melampaui batas dari apa
yang diberikan oleh Allah.
Menurut Tafsir Ibnu Katsier
Allah SWT
berfirman memperingatkan Bani Isroil akan nikmat dan karunia yang diberikan
kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari kekejaman dan tindasan
Firaun dan kaumnya dan bahkan memberi kepuasan kepada mereka dengan melihat
bagaimana Firaun dengan bala tentaranya ditenggelamkan edalam laut tatkala
mengejar mereka.
Diriwayatkan
oleh Bukhori dari Inu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. Tatkala memasuki Kota
Madinah, beliau mendapatkan orang0orang Yahudi pada berpuasa di hari Asyura
(tanggal 10 Muharam) dan mereka ketika ditanya oleh beliau tentang puasa
mereka, maka hari itu adalah hari kemenangan manusia terhadap Firaun.
Menurut Tafsir Jalalain
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami
berikan kepada kalian” yakni nikmat yang telah
dilimpahkan kepada kalian (dan janganlah melampaui batas padanya) jika kalian
mengingkari nikmat-nikmat itu (yang menyebabkan kemurkaanku menimpa kalian) bila
dibaca Yahilla artinya wajib kemurkaanku menimpa kalian. Dan jika dibaca
Yahulla artinya pasti kemurkaanku menimpa kalian (dan barang siapa ditimpa oleh
kemurkaanku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul (maka sungguh binasalah ia)
terjerumuslah ia kedalam neraka.
Menurut Tafsir Al-Maraghi
Kami katakan
kepada kalian makanlah dari kelezatan yang kami limpahkan kepada kalian itu.
Dan janganlah
kalian melampaui batas dalam rezekiku dengan tidak mensyukurinya dan melanggar
ketentuanku didalamnya dengan bersikap berlebihan, tidak mensyukuri dan
menggunakannya untuk berbuat maksiat dan menahan hak-hak yang wajib
dikeluarkan, sehingga kalian ditimpa kemurkaanku dan menerima siksaanku.
Barang siapa
ditimpa kemurkaanku, maka sesungguhnya dia telah sengsara dan binasa.
Q.S. Al-Baqarah ayat 168
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari pada yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syiatan karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”.
b.
Asbabul Nuzul
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari
Bani Saqif, Bani Amir bin Sa’ah , khuza’ha dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan
menurut kemauan mereka sendiri, memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah
yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima jantan itu, lalu
dibelah telinganya. Dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan
dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan
kepada berhala.
Ø Menurut
Tafsir Jalalain
Pada ayat ini turun tentang
orang-orang yang mengharamkan
sebagian jenis unta/sawaib yang
dihalalkan, (hai sekalian manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang
terdapat dimuka bumi) halal menjadi ‘hal’ (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang
berarti enak dan lezat, (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau
jalan-jalan (syaitan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata
bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.
Ø Menurut
Tafsir Al-Maraghi
Makanlah
kalian sebagian apa yang ada dibumi ini yang terdiri dari berbagai makanan,
termasuk binatang ternak yang kalian haramkan, dan makanlah apa saja yang halal
dan baik.
Abdullah
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan sikap suatu kaum
yang terdiri dari Bani Saqaf, Bani Amr Ibn Sasa’ah, Huza’ah dan Bani Mudlaz.
Jenis makanan, seperti daging ternak, ikan laut, dsb.
Demi
hal ini Allah telah menjelaskan jenis-jenis makanan yang diharamkan.
Selain
yang diharamkan dalam ayat diatas hukumnya dibolehkan, tetapi dengan syarat
diperoleh dengan cara yang baik, bukan kepunyaan atau hak milik orang lain.
Allah juga menjelaskan bahwa sesuatu yang diharamkan itu terdiri dari dua
macam:
3. Haram zatnya
Makanan jenis ini hukumnya haram,
tidak bisa di tawar-tawar kecuali bagi orang yang berbeda dalam keadaan
terpaksa.
4. Haram “Arid” (haram mendatang karena
suatu sebab)
Misalnya, apa yang diambil oleh
para pemimpin dari rakyat tanpa adanya imbalan atau suatu yang diambil oleh
rakyat menjual nama pemimpin. Selain itu adalah uang hasil riba, uang suap,
harta (merampas), semua itu haram. Maksud haram disini ialah bukan zat nya,
tetapi melakukan perbuatan atau cara memperoleh sesuatu itu.
Ø Menurut
Tafsir Ibnu Katsier
Hai
sekalian manusia makanlah makanan yang halal lagi yang baik dari apa yang
terdapat dibumi ini, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena syaitan adalah musuh yang nyata bagi kalian.
Setelah Allah menjelaskan bahwa
tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa hanyalah dia yang maha menciptakan segalanya,
maka Allah swt menjelaskan bahwa dialah yang memberi rezeki semua makhluknya.
Maka dalam ayat ini Allah menyatakan pula bahwa semua makanan yang ada dibumi
halal dan baik, lezat yang tiada bahaya bagi badan atau akal fikiran dan urat
saraf, dan melarang mausia mengikuti jejak bisikan syaitan yang sengaja akan
menyesatkan manusia dari tuntunan Allah. Sehingga syaitan mengharamkan dari apa
yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagaimana yang
terdapat dalam dalam hukum adat yang tidak terdapat dalam kitab Allah dan
Sunnah Rasulullah saw, Allah menyatakan bahwa syaitan sebagian musuh yang nyata
agar kita waspada. Karena itu selain ayat Allah yang menyuruh menganggapnya
sebagai musuh yang tidak dapat berdamai untuk selamanya.
Qatadah dan Asuddi sama berpendapat
bahwa setiap perbuatan maksiat maka itu adalah dari jejak dan bisikan syaitan.
Mashruq berkata :ketika Abdullah bin Mas’ud didalam majelis ketika ada orang
yang mengantar makanan kepadanya, maka ia memakan makanannya bersama orang
hanya ada seorang yang menjauh, lalu Abdullah berkata “berikan pada kaum mu
itu”, orang itu berkata “aku tidak ingin”, ditanya lagi “apakah anda puasa?”
jawabnya, “lalu mengapakah” jawabnya “aku telah mengharamkan semua makanan
itu”, Ibnu Mas’ud berkata “ini dari jejak (bisikan) syaitan, anda harus makan
dan tebuslah sumpah it”.
Ibnu Abbas berkata “tiap sumpah atau
nazar dalam keadaan marah, maka itu termasuk bisikan syaitan dan tebusannya
sama dengan tebusan sumpah”.
Analisis Ayat
Q.S.
Al-An’am:142
ÆÏBur ÉO»yè÷RF{$# \'s!qßJym $V©ósùur 4 (#qè=à2 $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# wur (#qãèÎ7Fs? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇÊÍËÈ
142.
dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.
Pada ayat ini Allah menyuruh agar
manusia memakan dari rezeki yang telah diberikanya (Allah) kepadamu, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.
Q.S. Thaha:81
(#qè=ä. `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB öNä3»oYø%yu wur (#öqtóôÜs? ÏmÏù ¨@Åsusù ö/ä3øn=tæ ÓÉ<Òxî ( `tBur ö@Î=øts Ïmøn=tã ÓÉ<Òxî ôs)sù 3uqyd ÇÑÊÈ
81.
makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan
janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan
Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.
Pada ayat ini Allah mengatakan bahwa
makanlah makanan dari rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah
Allah karuniakan kepada mereka, tidak menyalah gunakannya, seperti
menafkahkannya dengan boros, tidak mensyukurinya, memanfaatkannya kepada
kemaksiatan. Jika mereka demikian maka Allah akan menimpakan siksa kepadanya.
Q.S.
Al-Baqarah:168
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
168.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Pada ayat ini Allah menyuruh manusia
agar memakan makanan yang baik yang ada diatas bumi ini, begitupun dengan
binatang ternak dan janganlah ikuti langkah syaitan yang terkutuk.
KESIMPULAN
Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi
islam didasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika ketentuan mengelokasikan
pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil
karena ada pos yang belum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar