NAMA : Resytatul Hikmah
NIM : 1414231099
SMT/JURUSAN : 4/Perbankan Syarah 3
TAFSIR AYAT EKONOMI
Ayat tentang produksi
RIZKI
1.
Surat al-Hadid ayat 25
a. Teks Ayat
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ
الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ وَأَنْزَلْنَا
الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ
يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ(25)
Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat berlaku adil. dan kami ciptakan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,
(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS.Al Hadid :23).
Mufrodat :
Arab
|
Indnesaia
|
بِالْبَيِّنَاتِ
|
Dengan membawa bukti yang nyanta
|
َأَنْزَلْنَا مَعَهُم
|
Telah kami turunkan kepada mereka
|
وَالْمِيزَانَ
|
Neraca (keadilan)
|
بِالْقِسْطِ
|
Dapat berlaku adil
|
وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ
|
Dan kami telah ciptakan besi
|
فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ
|
Terdapat kekuatan yang hebat
|
وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
|
Dan manfaat bagi mansia
|
b.
Penafsiran
Dalam
tafsir al-Mishbah ia menafsirkan surat al-hadid ayat 25 ini ialah tentang
tujuan Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab suci dan neraca adalah
agar manusia hidup dalam satu masyarakat adil. Allah juga menciptakan besi
antara lain untuk dijadikan alat penegakan keadilan, berdampingan dengan infak
dalam melaksanakan jihad di jalan Allah swt. Ayat di atas juga dapat dipahami
sebagai nasehat kepada mereka yang selama ini bersungguh-sungguh menggunakan
anugerah Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya. Allah membari mereka
kemampuan untuk berinfak, maka seharusnya mereka berinfak. Allah mengutus
Nabi-nabi untuk ditaati , maka sepatutnya mereka menyambut baik tuntunannya dan
Allah menciptakan besi agar digunakan untuk menghadapi para pembangkang. Maka
Allah menciptakan besi agar dibuat menjadi pedang, tombak, baju-baju perang,
kapal-kapal dan lain sebagainnya. Yang semua iu membuat kekuatan yang dapat
menundukan orang yang menganiaya dan mengayomi orang yang teraniaya. Dan besi
itu membuat manfaat-manfaat lain bagi manusia untuk keperluan-keperluan hidup
mereka, seperti alat-alat industry, keperluan rumah tangga, kereta api dan lain
sebagainya.
2.
Surat al-Anbiya’ ayat 80
a.
Teks Ayat
وَعَلَّمْنَاهُ
صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ
شَاكِرُونَ (80)
Artinya:
“Dan Telah kami
ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu;
Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”.(QS.al_Anbiya’).
Mufrdat
:
Arab
|
Indonesia
|
لَبُوسٍ لَكُمْ
|
Membuat baju besi untuk kamu
|
مِنْ بَأْسِكُمْ
|
Dalam peperanganmu
|
شَاكِرُونَ
|
Bersyukur
|
b.
Penafsiran
Dalam
tafsir al-Misbah berkata bahwa Allah telah menganugerhkan kepada daud as. Yaitu
“wahai gunung-gunung, ulang-ulangi bersama dia tasbihnya dan juga (engkau
wahai) burung-burung lakukan hal yang serupa bersamannya), dan kamipun telah
melakukan untuknya besi.” Maka kita harus menjadi orang yang bersyukur secara
mantap dan bersinambung kepada Allah Swt. Atas anugerah yang demikian besar
itu. Dan ingat serta ingatkan juga tentang kisah Daud, Nabi dan Taja Bani
Isra’il serta Puteranya Sulaiman yaitu sewaktu keduanya menetapkan keputusan mengenai
tanaman. Dan dari kisah tersebut dapat kita ambil hikmahnya bagi seorang hakim,
sekedar keinginan berlaku adil dan pengetahuan hukum saja belum cukup, tetapi
semua itu harus disertai pula dengan apa yang diistiahkan oleh al-qur’an dengan
hikmah yaitu kemampuan penerapan sehingga kemaslahatan dapat diraih dan atau
kemudharatan dapat di tampik.
c.
Penafsiran
Dalam
al-Qur’an dan tafsirannya menjelaskan diantara karunia Allah yang dianugerahkan
kepada Daud ialah suaranya yang sangat merdu. Dan nikmat yang lain yang
dikaruniakan Allah kepada Daud ialah dia dapat menjadikan besi yang keras
menjadi lunak seperti lilin sehingga dibentuk menjadi alat-alat, terutama
alat-alat peperangan. Dengan mukzizat yang dikaruniakan Allah, Daud melakukan
tanpa dengan dipanaskan dengan api sebagaiman yang biasa dilakukann orang.
Lalu
Allah memerintahkan kepada Nabi Daud supaya membuat baju besi istimewa dari
bahan besi yang lunak bukan seperti baju yang dikenal pada masa itu. Biasanya
baju besi pada masa itu dibuat dari kepingan-kepingan besi dan disusun
menyerupai baja, tetapi baju besi itu sangat menggangu pemaikanya selain
menimbulkan panas dan membatasi gerak.
Kemudian
untuk mensyukuri karunia yang telah diberikan-Nya, Allah memerintahkan pula
supaya Daud dan kaumnya selalu mengerjakan amal saleh dan mempergunakan segala
nikmat yang dikaruniakan Allah itu untuk mencapai keridhahannya. Dia selalu
melihat dan mengetahui apa yang dikerjakan oleh hamba-Nya.
Dalam
tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa Hasan al-Bashri dan Qataadah dan al-A’masi
dan beberapa ahli yang menjelaskan bahwa bagi nabi daud melunakan besi itu
tidak usah memakai hapar, tidak perlu memukul palu godam, cukup
dipicik-piciknya saja dengan tangannya. Hal seperti ini adalah suatu
kemungkinan bagi Nabi. Kalau pada orang-orang biasa yang telah putus
ma’rifatnya dapat kejadian demikian mengapa tidak akan mungkin seorang Nabi,
maka baju-baju itu telah beliau buat dengan tangan beliau sendiri.
Ø Yang saya simpulkan dari ayat dan tafsir tentang
produksi ini yang sudah tertera atau yang sudah jelaskan bahwa kita sebagai
manusia (pelaku ekonomi) harus bisa mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada
di sekitar kita, seperti dalam surat al-hadid yang menerangkan bahwa besi itu
bisa dijadikan sebagai senjata, alat perkebunan, dan sebagainya tergantung
sebagaimana manusia itu memproduksinya, binatang ternak seperti sapi yang biasa
diambil susunya, ayam yang biasa diambil telurnya, pegunungan, perkebunan,
lautan dan lain sebagainya dalam melakukan kegiatan produksi harus secara berkesinambungan
tenpa melakukan kerusakan.
Begitu pula dalam memproduksi rizki
yang diberikan Allah kepada kita, kita dilarang berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak suka terhadap orang yang berlebih-lebihan dalam hal apapun.
Tafsir Al-Misbah
Mengenai Ayat-Ayat Sikap Dan Perilaku Konsumen
1. Al-Baqarah : 168
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ
حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya : “Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Mufrodat :
Arab
|
Indonesia
|
كُلُوا مِمَّا فِي
الْأَرْضِ
|
Makanlah apa yang terdapat di bumi
|
حَلَالًا طَيِّبًا
|
Halal bagi baik
|
َلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ
|
Janganlah mengkuti langkah-langkah
syaitan
|
عَدُوٌّ مُبِينٌ
|
Musuh yang nyata (bagimu)
|
Tidak semua yang ada
didunia ini otomatis halal untuk dimakan atau digunakan. Allah menciptakan ular
berbisa bukan untuk dimakan, tetapi antara lain untuk digunakan biasanya
sebagai obat, ada burung burung yang diciptakan Nya untuk memakan serangga yang
merusak tanaman ,dengan demikian tidak semua yang diciptakannya untuk dimakan
manusia, walau semua yg diciptakannya untuk kepentingan mausia, karena itu
allah memerintahkan untuk memakan yang halal saja.
Makanan halal adalah
makanan yang tidak haram, pada ayat ini menjelaskan bahwa perintah kepada
seluruh manusia untuk tidak memakan makanan yang haram. Namun demikian tidak
semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamakan halal ada 4 macam
wajib, sunah, mubah, dan makruh.
Ada halal yang baik
menurut yang sesuai dengan kondisi tertentunya. Ada yang kurang baik untuknya
dan baik buat orang lain,. Ada makanan yang halal tetapi tidak bergizi. Yang
diperintahkan adalah yang halal lagi baik.
2.
Al-Maidah 87
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا
طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Mufrodat :
Arab
|
Indonesia
|
لَا تُحَرِّمُوا
|
Janganlah kamu haramkan
|
طَيِّبَاتِ
|
Yang baik (yang telah Allah halalkan)
|
وَلَا تَعْتَدُوا
|
Dan anganlah kamu melampaui batas
|
إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
|
Sesungguhnya Allah tdak menyukai orang-orang yang
melampaui batas
|
Ulama tidak melihat
adanya hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Tetapi al-Biqa’I yang menekuni
bahasan hubungan antar ayat menulis bahwa setelah dalam ayat yang lalu Allah
memuji rahbah atau rasa takut kepada Allah yang mendorong upaya
menjauhkan diri dari gemerlapan duniawi, karena memang hal ini baik, tetapi
lanjut Al-Biqa’I dalam prakteknya sering kali pelakunya terlalu ketat
sampai-sampai meninggalkan yang mubah (dibolehkan) padahal manusia adalah
makhluk lemah, sehingga sering kali kelemahan menghadapi keketatan itu
mengantar kepada kegagalan bersama. Itu sebabnya Islam datang , melarang
pengetatan beragama seperti itu, dengan menganjurkan moderasi – tidak
melebihkan tidak juga mengurangi. Dalam konteks itulah setelah menyinggung para
ruhban yang meninggalkan gemerlapan duniawi, bahkan mengharamkan atas
diri meraka sekian banyak hal yang mubah atau halal, ayat ini datang berpesan
kepada orang-orang beriman : hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
haramkan, menghalangi diri kamu dengan jalan bernadzar, atau sumpah, atau
apa saja untuk melakukan apa-apa yang baik, indah, lezat, atau nyaman yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu memaksakan diri melampaui
batas kewajaran, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni
tidak melimpahkan rahmat dan ganjaran-Nya kepada orang-orang yang melampaui
batas, walaupun pelampauan batas itu berkaitan dengan upaya mendekatkan
diri kepada-Nya, sebagaimana halnya orang-orang Nasrani yang melakukan rahbaniyah
dengan mengharamkan apa yang halal.
Ath-Thabari dan
al-Wahidi meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kedatangan
seseorang kepada Nabi SAW. Sambil berkata : “kalau saya makan daging, lalu saya
terus akan ‘mendatangi’ wanita-wanita, maka saya mengharamkan atas diri saya
daging”. Ayat ini turun meluruskan pandangannya itu. Riwayat ini ditemukan juga
dalam sunan at-Tirmidzi. Riwayat lain yang sejalan dengan makna riwayat diatas
menyatakan bahwa sejumlah sahabat Nabi SAW berkumpul untuk membandingkan
amal-amal mereka dengan amal-amal Nabi SAW., dan akhirnya mereka berkesimpulan
untuk melakukan amalan-amalan yang berat. Ada yang ingin shalat semalam suntuk,
ada yang tidak akan menggauli wanita, dan ada juga yang akan berpuasa terus
menerus. Mendengar rencana itu Nabi SAW menegur mereka sambil bersabda : “sesungguhnya
aku adalah yang paling bertakwa diantara kalian, tapi aku shalat malam dan juga
tidur, aku berpuasa tetapi juga berbuka, dan aku kawin. Barang siapa yang
enggan mengikuti sunnahku (cara hidupku), maka bukanlah ia dari kelompok
(umat)ku” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Anas Ibn Malik).
Firman-Nya la
ta’tadu / jangan melampaui batas dengan bentuk kata yang
menggunakan huruf ta’ bermakna keterpaksaan, yakni diluar batas
yang lumrah. Ini menunjukkan bahwa fitrah manusia mengarah kepada moderasi
dalam arti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang wajar tidak berlebih
dan tidak juga berkurang. Setiap pelampauan batas adalah semacam pemaksaan
terhadap fitrah dan pada dasarnya berat, atau risih melakukannya. Inilah yang
di isyaratkan oleh ta’tadu.
Larangan melampaui
batas ini, dapat juga berarti bahwa menghalalkan yang haram, atau sebaliknya,
merupakan pelampauan batas kewenangan, karena hanya Allah SWT yang berwenang menghalalkan
dan mengharamkan. Pada masa jahiliyah kaum musyrikin mengatasnamakan Allah
mengharamkan sekian banyak hal yang halal, sebagaimana akan terbaca dalam surah
al-an’am. Itu agaknya yang menjadi alasan sehingga ayat in dimulai dengan
panggilan ya ayyuhaalladzinan amanu karena penghalalan dan pengharaman
seperti itu bertentangan dengan keimanan. Selanjutnya, karena itu pula sehingga
ayat berikut yang Masih berkaitan erat dengan ayat ini memerintahkan untuk
bertaqwa kepada Allah SWT karena orang-orang mukmin selalu bertaqwa kepada-Nya,
dengan mengikuti apa yang diperintahkan-Nya,menjauhi larangan-Nya, menghalalkan
apa yang halal dan mengharamkan yang haram.
3. Al-isra’ : 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا
تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya : “Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
Dan janganlah engkau
enggan mengulurkan tanganmu untuk kebaikan seakan akan engkau jadikan tanganmu
terbelenggu dengan belenggu kuat yang terikat ke lehermu sehingga engkau tak
dapat menhulurkannya dan janganlah juga engkau terlalu mengulurkannya sehingga
berlebih lebihan karena itu menjadikanmu duduk tidak dapat berbuat apa
apa lagi tercela oleh dirimu sendiri atau orang lain karena boros, berlebih
lebihan dan menyesal tidak memiliki kemampuan karena telah kehabisan harta.
Kata mashuran
terambil dari kata hasara yang berarti tidak berbusana,
telanjang atau tidak tertutup. Seseorang yang tidak memakai tutup
kepala dinamai hasiru ar ras. seseorang yang keadaannya tertutup dari
segi rezeki adalah yang memiliki kecukupan sehingga ia tidak perlu
berkunjung kepada orang lain dan menampakkan diri untuk meminta, karena itu
berarti ia membuka kekurangan aibnya.
Ada juga ulama yang
berpendapat bahwa kata tersebut terambil dari kata hasir yang digunakan
untuk binatang yang tidak mampu berjalan, sehingga mandek tinggal ditempat.
Demikian juga pemboros, pada akhirnya akan mandek dan tidak mampu melakukan
aktivitas, baik untuk dirinya sendiri apalgi orang lain sehingga terpaksa hidup
tercela.
Ayat ini menjelaskan
salah satu hikmah yang sangat luhur , yakni kebajikan yang merupakan
pertengahan antara dua ekstrim. Keberanian adalah pertengahan antara
kecerobohan dan sifat pengecut. Kedermawanan adalah pertengaahn antar
pemboroosan dengan kekikiran.
Sementara ulama
menjadikan kata maluman/tercela merupakan dampak dari kekikiran, sedang mahsuran/tidak
memiliki kemampuan adalah dampak dari pemborosan.
Ø Pada sikap dan
perilaku konsumen menurut saya yang harus kita lakukan sesuai ajaran islam
kitab kita Al qur’an adalah:
·
Memakan yang halal lagi baik untuk
kesehatannya.
·
Konsumen tidak konsumsi
berlebih-lebhan.
·
Larangan
berlaku bakhil (curang).
·
Kita dapat membedakan mana yang halal dan yang haram
(tidak baik).
·
Tidak mengharamkan apa yang dihalalkanya.
·
Dilarang menghalangi diri dengan jalan bernazar, atau
sumpah.
·
Tidak berlaku boros menalankan harta.
·
Keberanian adalah pertengahan antara kecerobohan dan
sifat pengecut.
·
Kedermawanan adalah pertengaahn antar pemboroosan
dengan kekikiran.
·
Mengharuskan makanan yang baik dan cocok untuk
dimakan, tidak kotor atau pun menjijikan sehingga merusak selera. Makan dan
minumlah dari semua yang bersih dan bermanfaat. Baik bersih dari segi hukumnya
yaitu yang halal, dari segi makanannya harus higienis dan bergizi, maupun
bersih dalam mendapatkannya.
·
Seorang
konsumen muslim tidak hanya mencapai kepuasan dari konsumsi barang dan jasa,
tetapi juga kepuasan yang diperintahkan oleh Allah SWT juga harus kita penuhi
sebagai seorang muslim yang bertaqwa. Hal ini berarti kepuasan seorang muslim
tidak hanya sebagai fungsi jumlah barang yang dikonsumsi tetapi juga sebagai
fungsi dari sedekah.
·
eorang muslim dilarang mengkonsumsi barang yang
diharamkan oleh islam seperti alkohol, daging babi, berjudi dan lain
sebagainya.
·
Seorang muslim dilarang menerima atau membayar bunga
dari berbagai pinjaman.
·
Seorang konsumen muslim harus juga memperhitungkan
konsumsinya
DAFTAR
USTAKA
M.
Quraish Shihab, 2006, Tafsir Al Misbah, (tangerang: Lentera Hati)
Kementerian Agama RI, 2010, Al-Qur’an dan Tafsirannya, (Jakarta:
Lentera Hati Abadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar