Senin, 14 Maret 2016

Mawaris Sebagai Distribusi Dalam Bidang Ekonomi

Nama              : Roisatul Khadijah
NIM                : 1414231102
Jurusan          : Perbankan Syariah 3 /IV
Tema              : Mawaris Sebagai  Distribusi Dalam Bidang Ekonomi
Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta yang telah di tentukan  dalam Alquran dan  Hadits.cara pembagian menurut ahli mawarits adalah yang terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa melupakan hak seorang ahli waris sekalipun terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh merupakan suatu cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian warisan-warisan yang berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
 Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan mawarits. Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib ( fardhu kifayah ), yaitu apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara mereka ada yang mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu, tetapi jika tidak ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang ikut berdosa.
 (QS. Al-nisa [4]: 7)
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ     

Artinya:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga kelompok:
ü  Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat seperdua bila orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat bila orang yang meninggal mempunyai anak.
ü  Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk ahli waris yang mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak ada.
ü  Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli waris yang memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.


Sebab Turunya Ayat
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan Ibnu Hibban di dalam Kitab al-Faraaidl (ilmu waris), dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kebiasaan kaum jahiliyah tidak meberikan harta waris kepada anak wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa. Ketika seorang Anshar bernam Aus bin Tsabit wafat dan meninggalkan dua orang putri serta seorang anak laki-laki yang masih kecil, datanglah dua orang pamannya, yaitu Khalid dan ‘Arfathah, yang menjadi asabat[1]. Mereka mengambil semua harta peninggalannya. Maka datanglah istri Aus bin Tsabit kepada Rasulullah saw. untuk menerangkan kejadian itu. Rasulullah bersabda: “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan.” Maka turunlah ayat tersebut (an-Nisa’: 7) sebagai penjelasan tentang hukum waris dalam Islam.
Tafsir Surat an-Nisa Ayat 7
1.      tafsir Al- Mishbah ''M. Quraish shihab"
surat an-nisa' ayat 7 menjelaskan konsep ditetapkannya bagi laki-laki dewasa atau anak-anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya atau kerabat. dan mereka tidak memberikan harta peninggalan kepada wanita dengan alasan mereka tidak ikut berperang, maka secara khusus ayat ini menjelaskan atau menekankan bahwa bagi wanita dewasa ataupun anak-anak ada juga hak berupa bagian tertentu. supaya tidak ada kerancuan menyangkut sumber hak mereka. baik harta peninggalan itu sedikit ataupun banyak.
Secara terminologis, fqih mawaris adalah fiqih atau ilmu yang mempelajari tentang siapa orang-orang yang termasuk ahli waris, siapa yang tidak, berapa bagian-bagiannya dan bagaimana cara menghitungnya. Al-Syarbini dalam kitab Mugni al-Muhtaj jus 3 mengatakan bahwa fiqh mawaris adalah “fiqh yang berkaitan dengan pembagian harta warisan, mengetahui perhitungan agar sampai kepada mengetahui pembagian harta warisan dan bagian-bagian yang wajib diterima dari harta peninggalan untuk setiap ang berhak’. Dari pada itu Prof.Hasby al-Shiddieqy mendefinisikan fiqig mawaris sebagai “ilmu yang mempelajari tenang orang-orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, kadar yang diterima setiap ahli waris dan cara-cara pembagianya”.
Dalam kontes yang lebih umum warisab berarrti perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup. Wirjono Prodjodikoro dalam buku Hukum Warisan di Indonesia mendefinisikan, warisan adalah “soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”.

 (QS. Al-Nisa [4]: 11)
ÞOä3ŠÏ¹qムª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( ̍x.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷ƒuqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur Ÿw tbrâôs? öNßgƒr& Ü>tø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÈ  
Artinya:
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anaknya. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan :dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari satu, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan: jika perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperempat dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat bagian seperenam (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayar hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Kosa Kata
يُوصِيكُمُ اللَّهُ                                  `           memberikan isyarat bahwa pembagaian warisan baik bagi                                                                 laki-laki maupun perempuan adalah merupakan keputusan                                                                Allah yang akan tetap berlaku sampai akhir zaman. Tidak                                                                 ada satupun orang yang berhak untuk merubahnya.                                                                                 Termasuk didalamnya adalah kaidah umum bahwa bagi                                                                        laki-laki satu dan perempuan separuhnya.

مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ                   Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayar hutangnya  secara dhahir menunjukkan didahukannya wasiat dari pada membayar hutang. Jawabannya adalah bahwa kata أَوْ yang artinya atau adalah menunjukkan arti ibahah (diperbolehkan) tidak harus berurutan membayar wasiat dulu baru hutang. Salah satu tujuan ayat ini adalah penegasan tentang pentingnya pelaksaan wasiat si mayyit.
آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا    Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Memberikan isyarat bahwa baik orang tua maupun anak sama-sam bisa memberikan manfaat baik didunia maupun akherat. Begitu pula kerabat sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Munir karya Syaikh Wahbah Zauhaihi 4/274.
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا                              Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Adalah untuk mengingatkan dan menegaskan kepada orang yang mengkritik ketentuan atau hukum syariat yang sudah jelas dan tegas keberadaannya, itu sama dengan mengatakan bahwa pembuat syariat tersebut yaitu Allah adalah bodoh tidak tahu maslahah dan perkembangan sosial yang akan terjadi dalam kehidupan manusia. Maha suci Allah dari segala tuduhan orang-orang bodoh. Karena sebagai orang yang beriman harus menyakini bahwa Allah adalah Maha Tahu atas segalanya dan semua ketentuan-Nya adalah sesuai dengan ilmu dan kebijakan-Nya yang tidak mungkin salah. Baik kita dalam kondisi tahu terhadap hikmah dibalik perintah tersebut atau belum tahu. Yang harus kita kedepankan adalah keharusan keimanan dan ketundukan kita kepada Allah dan rasul-Nya, karena keterbatansan ilmu dan akal manusia.
Sebab Turunya Ayat
Al-Bukhari, muslim, Abu Dawud, At- Tirmidzi,An-Nasa’I, dan ibnu majah meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah berkata, “ketika saya sakit, dengan berjalan kaki rasulullah saw. Dan Abu bakar ra. Menjenguk saya ditempat Bani Salamah. Ketika sampai, mereka mendapati saya pingsan. Lalu Rasulullah saw. Minta diambilkan air kemudian berwudhu lau memercikkan air di wajah saya. Sayapun tersadarkan diri. Lalu saya bertanya kepada beliau, apa yang harus saya lakukan terhadap harta ku?”. Maka turunlah firman Allah Swt.[2]
 “ allah mensyariatkan (kewajiban) kepadamu tentang (pembagian warisan anak) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…”[3](surah An-Nisa ayat 11).
Tafsir Surat An-Nisa Ayat 11
a.       Tafsir Imam Bukhari (2542) :
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Warqo' dari Ibnu Abi Najih dari 'Atha' dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Dahulu harta warisan menjadi milik anak sedangkan wasiat hak kedua orangtua. Kemudian Allah menghapus ketentuan ini dengan yang lebih disenangi-Nya. Maka Allah subhanahu wata'ala menjadikan bagian warisan anak laki-laki dua kali dari bagian anak perempuan dan untuk kedua orangtua masing-masing mendapat seperenam sedangkan untuk isttri seperdelapan atau seperempat sedangkan suami mendapat setengah atau seperempat.
b.      Tafsir Imam Muslim ( 3032) :
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim bin Maimun telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Al Munkadir dari Jabir bin Abdullah dia berkata, "Saat aku sakit di kampung bani Salamah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar menjengukku dengan berjalan kaki, dan beliau mendapatiku dalam keadaan pingsan. Kemudian beliau meminta air untuk berwudlu, lalu beliau memercikkannya kepadaku hingga aku pun tersadar. Aku lalu berkata, "Bagaimana seharusnya saya mengatur hartaku wahai Rasulullah?" maka turunlah ayat: '(Allah menetapkan bagimu tentang warisan untuk anak-anakmu, bagian satu anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan….) ' (Qs. An Nisaa; 11).

قال النّبىّ ص م : الحقواالفرائض بأهلهافمابقي فهولأولى رجل ذكر.

“Nabi SAW  bersabda: “serahkan harta pusaka kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Maka harta yang tinggal dari pembagian, diberikan kepada lelaki yang paling dekat kepada yang memberi pusaka itu”.

Yakni: Berilah bagian-bagian yang telah ditentukan kepada orang orang yang yang berhak menerimanya menurut nash Al-Qur`an. Bagian-bagian pusaka yang telah ditetapkan  oleh Allah dalam Al-Qur`an ialah: separuh,seperempat,sepertiga, dua pertiga, seperdelapan dan seper enam.

                                                                                                                                                          بأهلهافمابقي فهولأولى رجل ذكر.

“Maka harta yang tinggal dari pembagian, diberikan kepada lelaki yang paling dekat kepada yang memberi pusaka itu”.


Dapat disimpulkan bahwa dalam ayat ini sudah ditegaskan bagian-bagian tertentu baik bagi laki-laki maupun perempuan sesuai dengan kedudukannya masing-masing terhadap mayyit. Ini adalah ayat yang qath’i tsubut dan dilalah. Qath’i tsubut artinya sudah jelas sumbernya yaitu Al-Qur`an dan hadits mutawatir. Sedangkan qath’i dilalah adalah ayat yang secara jelas menunjukkan makna tertentu tidak membutuhkan penafsiran lain dalam memahami ayat tersebut. Jadi, kalau ada orang yang mengingkari dengan sengaja terhadap ayat yang qath’i dilalah dan tsubut, hukumnya telah keluar dari Islam. Dan para ulama sepakat mengatakan bahwa ayat mawarits ini adalah termasuk ayat yang qath’i tsubut dan dilalah, maka tidak ada lagi tempat untuk ijtihad. la ijtih ada ma wujudin nash. Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi. Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga.

Kandungan Surat
1.      Pada zaman jahiliah penentuan penyebab seseorang mendapatkan harta warisan ada tiga.yaitu:
a.       Hubungan nasab dan inipun hanya khusus kaum laki-laki yang mampu berperang
b.      Anak angkat dan ini dibatalkan dengan adanya ayat ke-4 al-Ahzab. 
c.       Perjanjian antar dua pihak untuk saling melindungi dan mewarisi.
2.      Islam menetapkan bahwa penyebab seseorang mendapatkan harta warisan ada tiga. Yaitu:
a.        hubungan nasab baik laki-laki atau perempuan, kecil maupun besar. 
b.      Pernikahan dan
c.       Hubungan perwalian yaitu ketika seseorang memerdekakan hamba sahayanya.
3.      Terkadang ada orang yang mengatakan bahwa Islam itu tidak adil karena membeda-bedakan pembagian warisan atas dasar gender (jenis kelamin). Perkataan semacam ini  jelas sekali salah besar. Orang yang mengatakan demikian hanya melihat dari satu sisi saja.  Dia lupa kalau Islam itu adalah sebuah sistem yang saling berkaitan tidak bisa dipisah-pisahkan. Dia tidak menyadari bahwa perempuan dalam Islam menjadi tanggung jawab penuh bagi laki-laki. Perempuan tidak memiliki kewajiban menafkahi siapapun kecuali kepada dirinya ketika tidak menikah. Perempuan di dalam Islam sangat dilindungi dan dipenuhi haknya. Bila yang menanggung perempuan adalah lelaki, maka sepantasnyalah lelaki mendapatkan bagian yang lebih dari perempuan.
4.      Harta warisan dibagikan setelah pembayaran biaya pengurusan mayyit, kemudian pelunasan hutang si mayyit, walaupun misalkan sampai semua harta warisan itu habis untuk membayar hutang dan setelah pelaksanaan wasiat si mayyit dengan batas maksimal 1/3 dari harta warisan. Pembayaran hutang didahukan dari pelaksaan wasiat, karena hutang adalah tanggungan yang harus dilaksaanakan. Bahkan dalam sebuah hadist disebutkan bahwa hutang bisa menghalangi seseorang masuk surga, sekalipun ia mati sahid. Sedangkan wasiat adalah kebajikan yang dilakukan si mayyit.



[1] ahli waris yang hanya mendapat sisa warisan setelah dibagikan kepada ahli waris yang mendapat bagian tertentu
[2] Dr. Mardani. 2011. Ayat-ayat tematik hukum islam. Rajawali pers. Jakarta. Hal 62
[3] Bagian laki-lahi dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar